Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Eksploitasi Anak Memuncak, Sistem Destruktif Makin Tak Layak


Topswara.com -- Kelamnya nasib anak saat ini. Beragam eksploitasi mengancam. Semua cara ditujukan demi keuntungan semata. Lantas, solusi seperti apa yang mampu menyelesaikan lingkaran masalah ini?

Buruknya Nasib Anak dalam Sistem yang Terpuruk

Eksploitasi anak makin tak terkendali. Berbagai masalahnya mengemuka. Salah satunya masalah prostitusi anak. Dikabarkan, Polda Metro Jaya menangkap mucikari prostitusi anak di bawah umur (republika.co.id, 24/9/2023).

"Perdagangan" haram ini dilakukannya melalui jejaring media sosial. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menyebutkan, ada 2 anak yang terjebak dalam prostitusi online, usianya berkisar 14-15 tahun. Selain itu, ada juga 21 anak di bawah umur yang juga dieksploitasi secara seksual. Para korban mengaku mengenal pelaku di media sosial. Pelaku mengaku memberikan tarif fantastis untuk perawan, yaitu sekitar Rp 7-8 juta dan non perawan Rp 1,5 juta per jam (republika.co.id, 24/9/2023). 

Dari setiap transaksi, pelaku mengaku berbagi hasil sebesar 50 persen dengan korban. Semua ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kasus serupa pun terjadi di Medan, Sumatera Utara. Besri Ritonga, Ketua Forum Panti Kota Medan, mengungkapkan ada 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di Kota Medan (detiknews.com, 23/9/2023). 

Dua panti asuhan tersebut diketahui panti asuhan ilegal yang tak mengantongi izin beroperasi. Pengurus panti adalah sepasang suami istri yang "memasarkan" korban melalui media sosial TikTok.

Mirisnya nasib anak dalam pengaturan sistem saat ini. Eksploitasi anak terjadi dengan berbagai cara. Keuntungan materi menjadi tujuan utama. Masa depan anak semakin dipertaruhkan.

Fakta ini menunjukkan bahwa kehidupan berada dalam lingkungan yang tak aman. Sementara, pihak yang dianggap mampu menjaga, justru malah menjerumuskan dalam lingkaran masalah yang mengerikan. Media sosial dijadikan media pemasaran yang efektif dan menjanjikan keuntungan.

Betapa buruknya kehidupan anak dalam sistem kapitalisme. Nasibnya makin memprihatinkan saat keberadaannya justru dijadikan obyek untuk mencari peruntungan. Sistem yang hanya menomorsatukan keuntungan materi ini jelas menjadi ancaman bagi nasib anak saat ini. 

Tidak hanya itu, sistem kapitalisme yang bersandarkan pada konsep sekulerisme, yakni memisahkan aturan agama dalam kehidupan, benar-benar telah membutakan tujuan hidup individu. Tidak ada standar benar salah ataupun halal haram. Semuanya hanya ditetapkan berdasarkan konsep praktis ala manusia yang lemah. Yang penting menghasilkan, itulah yang dilakukan.

Fungsi kendali (kontrol) dalam masyarakat pun tak mampu optimal menindak. Karena konsep kapitalisme juga bersandar pada konsep kebebasan berpendapat dan berperilaku. Kebebasan inilah yang "mengerem" kontrol sosial. 

Setiap individu merasa berhak secara utuh atas tubuhnya. Pihak lain sama sekali tak memiliki andil untuk mengingatkan. Sehingga muncullah sikap individualisme. Saling cuek dan tak peduli. Egois menjadi urat nadi yang ada pada masyarakat saat ini. Konsep tidak mau saling mencampuri urusan orang lain, justru menjadi penghalang ampuh bagi masyarakat untuk menunjukkan kepedulian pada individu sekitarnya.

Di sisi lain, negara pun tak mampu mengendalikan arus kerusakan ini. Setiap kebijakan yang ada hanya diposisikan sebagai aturan saja. Tanpa ada sistem sanksi yang memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Alhasil, kejadian buruk ini terus berulang dan membentuk lingkaran kasus yang tak berhenti. Solusi yang ada tak mampu menuntaskan masalah dari akarnya.

Islam Sistem yang Melindungi Anak

Dalam Islam, negara memiliki kewajiban melindungi seluruh warga negaranya, baik dewasa maupun anak-anak. Nyawa, harta dan kehormatannya. 

Sistem Islam pun memiliki mekanisme khas dalam perlindungan warganegara. 
Mekanisme perlindungan yang efektif hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam dalam wadah khilafah. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan senantiasa bertujuan untuk melindungi warga negara. 

Semuanya didasarkan pada pedoman akidah Islam. Yakni menetapkan pola pikir dan pola tindakan berdasarkan standar halal haram. Setiap konsep harus disesuaikan dengan ketetapan syara'. 
Setiap anak memiliki hak untuk dilindungi dan dijaga dari api neraka. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar."
(QS. Al-Isra': 31)

Allah SWT. menjamin setiap keperluan individu, termasuk anak-anak. Perintah Allah SWT. untuk memelihara dan menjaganya hingga dewasa merupakan kewajiban keluarga dan negara. Pendidikan merupakan salah satu poin penting dalam menjaganya agar tak terjerumus dalam pergaulan yang berbahaya. 

Hal ini pun membutuhkan peran negara dalam aplikasinya. Hanya pendidikan berbasis akidah Islam-lah yang mampu optimal membentuk individu berkepribadian Islam. Iman dan takwa menjadi sandaran dalam berbuat. Inilah perisai penting dalam penjagaan generasi.

Seperti yang diriwayatkan oleh Nabi SAW, 
“Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya yang lebih utama dari pada (pendidikan) tata krama yang baik.” 
(HR At-Tirmidzi dan Al-Hakim)

Institusi khilafah mampu secara sistemik menciptakan pendidikan akidah Islam yang kondusif. 

Tak hanya pendidikan, sistem hukum yang berlaku pun berlandaskan syariah Islam. Setiap kejahatan yang terjadi akan ditindak tegas. Hingga menimbulkan efek jera. Kejahatan mampu tersolusikan sempurna. Keselamatan anak-anak pun mampu terjamin utuh oleh negara. 

Betapa sempurnanya penjagaan anak-anak dan generasi dalam sistem Islam. Kehormatan generasi terjaga. Ketenangan pun menjadi raja.

Wallahu a'lam bishawwab. 


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar