Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Adab Ketika Bertanya tentang Ilmu (Serial Adab kepada Guru Bagian 5)


Topswara.com -- Saat mengaji kepada guru pastinya kita berpikir terhadap ilmu yang disampaikan. Maka biasa akan muncul pertanyaan-pertanyaan tentang tema yang sedang dibahas. Dan murid penting untuk bertanya agar mendapatkan penjelasan dari guru sehingga pemahamannya menjadi benar serta makin mendalam.

Hanya saja ada beberapa adab yang mesti diperhatikan apada saat murid bertanya kepada guru. Diantaranya sebagai berikut:

Pertama, maksud bertanya untuk mendapatkan penjelasan satu perkara bukan untuk mendebat guru.

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلاَ لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ

“Janganlah belajar ilmu agama untuk berbangga diri di hadapan para ulama, untuk menanamkan keraguan pada orang yang bodoh, dan jangan mengelilingi majelis untuk maksud seperti itu. Karena barangsiapa yang melakukan demikian, maka neraka lebih pantas baginya, neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ibnu Majah no. 254).

Kedua, bertanya pertanyaan yang nyata terjadi, bukan yang terjadi di dunia khayalan atau belum terjadi. Hal ini penting agar murid tidak sibuk mencari cari berbagai pengandaian kemudian menyibukkan guru untuk mencari jawabannya. Sementara hal itu bukan perkara yang diperlukan.

Misal, bagaimana cara puasa di planet mars. Atau bagaimana cara berpuasa jika manusia melakukan traveling antara galaksi. Semua ini hayalan yang belum diperlukan jawaban.

Ada cerita dari Syabatun, nama aslinya Ziyad bin ‘Abdurrahman, seorang fakih dan menjadi mufti Andalus. ‘Abdul Malik bin Habib berkata, “Kami berada di sisi Ziyad (Syabatun). Kala itu ada surat dari sebagian raja. Surat tersebut berisi tulisan dan memiliki cap. Syabatun berkata pada kami bahwa isi surat bertanya tentang dua piringan neraca timbangan (pada hari kiamat), apakah terbuat dari emas ataukah perak. Syabatun lantas menulis hadis,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317)

Ketiga, bertanya dengan izin guru dan memperhatikan waktu dan keadaan guru. Yakni pada saat guru memberikan kesempatan bertanya. Atau mungkin guru sudah mengijinkan agar jika ada pertanyaan boleh langsung disampaikan murid saat kajian berlangsung. Artinya harus mengikuti aturan yang ditetapkan dalam kajian itu.

Jika ingin menelpon apalagi bertamu kepada guru dengan maksud bertanya tentang ilmu maka hendaknya juga ijin dulu.

Jika bertanya melalui chatting WhatsApp misalnya maka mesti sabar menunggu jawaban guru. Dan mendoakan guru moga beliau punya kesempatan menjawab. Sebab bisa jadi guru sedang sibuk atau beliau belum tahu jawaban pertanyaan kita. Jangan sekali-kali berburuk sangka kepada guru.

Keempat, jangan sampai bertanya hanya untuk wawasan, tanpa mau diamalkan. Dalam belajar Islam harus dipastikan pada murid bahwa tujuannya untuk diyakini dan diamalkan. Bukan sekedar pengetahuan atau maklumat saja.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا لَمْ يَعْمَلْ بِهِ لَمْ يَزِدْهُ إِلاَّ كِبْرًا

“Siapa yang belajar ilmu (agama) lantas ia tidak mengamalkannya, maka hanya kesombongan pada dirinya yang terus bertambah.” (Imam Adz Dzahabi, Al Kabair, hlm. 75).

Wahb bin Munabbih berkata,

مَثَلُ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا لاَ يَعْمَلْ بِهِ كَمَثَلِ طَبِيْبٍ مَعَهُ دَوَاءٌ لاَ يَتَدَاوَى بِهِ

“Permisalan orang yang memiliki ilmu lantas tidak diamalkan adalah seperti seorang dokter yang memiliki obat namun ia tidak berobat dengannya.” (Hilyah Al-Auliya’, 4: 71).

Kelima, jangan sampai bertanya hanya ingin cari simpati dan pujian. Niat merupakan perkara mendasar dalam beramal. Harus selalu diperbarui kebersihan niat. Termasuk saat bertanya kepada guru. Memang dengan niat mendapatkan penjelasan terhadap perkara yang belum difahami.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya diharapkan dengannya wajah Allah ‘azza wa jalla, tetapi ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan sedikit dari kenikmatan dunia maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 3664).

Keenam, selalu mengucapkan terimakasih atau jazakallaahu khair dengan tulus kepada guru setiap kali bertanya atau setelah guru menjawab. 

Demikian seputar adab bertanya kepada guru. Hendaknya seorang murid betul betul memperhatikan hal ini. Agar memiliki paham yang benar dan amal yang berkah. Aamiin.[]


Oleh: Ustaz Abu Zaid
Ulama Aswaja
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar