Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Apakah Pengangguran dan Kemiskinan Diakibatkan Gagalnya Sistem Ekonomi dan Pendidikan?


Topswara.com -- Beberapa waktu lalu dunia ketenagakerjaan mendapat sorotan dengan viralnya masalah staycation dan penolakan terhadap RUU Kesehatan. 

Staycation menunjukkan rentannya pelecehan seksual dialami pekerja perempuan serta pergaulan sosial yang semakin bebas dan dan melanggar norma-norma moral. Sedangkan penolakan RUU Kesehatan mempersoalkan keberpihakan dan perlindungan pemerintah bagi tenaga kesehatan di Indonesia. 

Dua masalah diatas tentu bukanlah persoalan mendasar ketenagakerjaan. Persoalan besarnya adalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya kesejahteraan pekerja. Dua persoalan ini menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan oleh pemerintah. 

Rilis BPS menyebutkan bahwa per Pebruari 2023, jumlah pengangguran di Indonesia adalah 7,99 juta orang dari angkatan kerja 146, 62 juta. 138 juta telah bekerja baik penuh maupun paruh waktu. 

Angka penggangguran tersebut bahkan lebih tinggi dari masa pandemi. Dari data tersebut, jumlah pekerja informal naik, yaitu 60, 12 persen, (Bisnis.com, 06/05/2023). 

Meski indikator besarnya pekerja informal bukanlah indikator sahih, karena dinilai dari kacamata kapitalistik, yaitu tingkat industrialisasi suatu negara, namun besarnya persentase pekerja informal dibandingkan pekerja formal menunjukkan kegagalan ekonomi negara dalam hal persaingan industri. 

Tingginya pekerja informal di Indonesia akibat deindustrialisasi, yaitu menurunnya industri manufaktur, industri pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto (PDB). Karenanya makin banyak pekerja yang bekerja sendiri, tidak menjadi buruh, karyawan atau pegawai. 

Tingginya tingkat pengangguran membuat pendapatan rakyat menurun. Kesejahteraan mereka rendah. Kemiskinan, rendahnya kualitas SDM dan pengangguran menjadi mata rantai yang tidak terputus jika tidak ada intervensi yang berarti dan solusi sahih. 

Kemiskinan membuat posisi tawar pekerja dan pencari kerja begitu lemah sehingga mereka rentan mendapatkan kekerasan dan eksploitasi. Pekerjaan menjadi barang mewah yang harus diperebutkan dan dipertahankan dengan susah payah. 

Arah Pembangunan dan Pendidikan Kapitalistik

Arah pembangunan dan pendidikan yang keliru dalam sistem kapitalisme secara tidak terelakkan menciptakan pengangguran dan kemiskinan. Kebebasan kepemilikan (hurriyah milkiyah) menjadikan para kapitalis dengan korporasi mereka mengendalikan ekonomi dan pembangunan; produksi, konsumsi dan distribusi. 

Para kapitalis menguasai sumber-sumber ekonomi dan mendominasi kegiatan sektor-sektor ekonomi primer; pertambangan, pertanian, perkebunan, industri dan perdagangan barang dan jasa. Karenanya lapangan kerja sebatas yang dibuka atau diciptakan oleh kegiatan korporasi. Atas hal ini negara mendorong investasi. 

Negara yang berfungsi sebagai regulator dan fasilitator investasi mengambil logika pertumbuhan ekonomi dan PDB, yang notabene digerakkan korporasi, untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. 

Menurut pemerintah semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dan PDB (Produk Domestik Bruto atau GNP, Gross National Product) maka semakin banyak tercipta lapangan kerja. Berikutnya, ada tetesan ekonomi yang mengalir kepada rakyat. 

Namun dominasi kapitalis dan logika pemerintah tersebut mengandung kesalahan fatal dalam memandang pembangunan dan produktivitas, disamping gagal mencapai sasaran. 

Arah pembangunan menjadikan masyarakat konsumtif dan pada akhirnya destruktif, menghancurkan. Kritik keras terhadap PDB dinyatakan oleh David C. Korten dalam bukunya, The Post Corporate World: Life after Capitalism. 

Fakta PDB, menurut dia, hanya berbasis pada perhitungan uang semata. Dalam prakteknya, semakin cepat kita membuang dan mengganti mobil, komputer, televisi, dan peralatan kita, maka semakin cepat pula PDB tumbuh. 

Aktivitas membabat hutan, menangkap ikan dan mengambil minyak bumi hanya menghitung hasil penjualannya saja, sebagai tambahan kekayaan tanpa mempertimbangkan dampak ekosistem yang ditimbulkan. Pertumbuhan ekonomi justru memunculkan kerusakan di masa depan dan kesenjangan ekonomi. 

Pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari sekedar tumbuhnya kekayaan para kapitalis. Mayoritas rakyat menderita dalam kemiskinan dan terjerembab dalam pengangguran. Kesenjangan ekonomi yang lebar dengan angka kemiskinan dan pengangguran tidak hanya terjadi di negeri ini namun merata di negara-negara kapitalis bahkan raksasa ekonomi seperti AS. 

Paradigma kebebasan ekonomi telah gagal menciptakan lapangan kerja karena sedari awal konsep ini memberlakukan hukum rimba. Alih-alih menciptakan lapangan kerja sebaliknya malah mempersempit kerja dan usaha rakyat. 

Ekonomi di hulu dan hilir dikuasai para kapitalis yang memutar modalnya terus menerus. Lihat saja bagaimana penguasaan lahan atau tanah serta perdagangan retail atau eceran. 

Pun ketika pemerintah beralih pada penggalakan UMKM, rakyat diminta bekerja keras dan bersaing sebagai pelaku UMKM, bahkan bersaing dengan pemodal besar atau korporasi. Pengangguran dan kesejahteraan tidak dapat diatasi dalam konsep kebebasan ekonomi, kepemilikan dan minimalisnya peran negara. 

Ekonomi kapitalis dalam lingkup pembangunan dan tata kelola mempengaruhi arah pendidikan. Sumber daya manusia dianggap sebagai aset ekonomi belaka. Pendidikan berfokus pada pembekalan keterampilan dalam pendidikan vokasi dan pelatihan. 

Generasi dipersiapkan sekedar menjadi pekerja dengan skill yang bersifat massal, bukan generasi pemikir yang dibekali dengan penguasaan sains dan teknologi dan mampu menjadi SDM unggul untuk mengelola kekayaan alamnya. 

Persaingan ketat terjadi dalam memperebutkan pekerjaan tidak hanya dengan sesama pekerja namun juga dengan robot atau Artificial Intelligence (AI). Output pendidikan juga dianggap sebagai angkatan kerja tanpa membedakan laki-laki dan perempuan. Pendidikan tidak membawa arah pemberdayaan yang benar. 

Kesejahteraan bukan tanggungjawab individu dan keluarga semata ataupun ditambah perusahaan dan majikan. Kesejahteraan bukanlah dengan bertumpu pada meroketkan pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan PDB yang mendorong kesenjangan ekonomi dan kerusakan akibat kehidupan konsumtif dan hedonis sebagaimana dalam kehidupan kapitalisme. 

Pengangguran dan kemiskinan adalah persoalan manusia yang terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya dan meraih kesejahteraan. Islam menjawab persoalan tersebut dengan sistem ekonomi dan politik ekonominya. 

Dengan penerapan hukum syariah secara kaffah, setiap individu tanpa kecuali mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. 

Penjaminan tersebut terealisasi dalam tiga mekanisme; peran individu (keluarga), masyarakat dan negara. Penafkahan dilakukan oleh para wali dan mengharuskan mereka bekerja. 

Masyarakat yang peduli dengan sekitarnya dengan perputaran infaq, zakat dan sedekah. Di sisi negara, penguasa bertanggungjawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar per individu, termasuk pendidikan, kesehatan dan keamanan. 

Negara berkewajiban membantu rakyatnya mendapatkan pekerjaan yang layak khususnya untuk laki-laki yang yang mampu bekerja. Nabi SAW pernah memberikan uang dua dirham untuk dibelikan kapak kepada seseorang yang meminta pekerjaan kepada beliau dan memerintahkan dia untuk mencari kayu dengan kapak tersebut. 

Dengan jaminan pendidikan yang gratis hingga level pendidikan tinggi, rakyat di dalam negara Islam berkesempatan besar meningkatkan kualitas mereka sehingga dapat membantu mereka mengusahakan pekerjaan yang lebih baik. 

Tatanan Islam akan menghindarkan negara dari liberalisasi investasi dan perdagangan yang memberikan mudarat bagi negara dan rakyat. Negara tidak akan mengikuti liberalisasi impor pangan yang akan merugikan petani domestik dan mengancam kedaulatan pangan negara. 

Negara juga tidak akan memberi peluang investasi asing yang menjarah dan menguasai kekayaan negeri-negeri muslim, mengakses informasi penting dan strategis mereka, terjebak hutang dibawa, mencegah revolusi Industri dan memperkuat kekuatan negara-negara kafir yang memusuhi umat Islam. 

Syariah Islam mengarahkan negara dengan rincian hukum-hukum tentang investasi asing, perdagangan, pertanahan dan pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sistem Islam akan mendukung terciptanya lapangan pekerjaan yang luas dan mendorong peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan koridor syariah Islam.  

Untuk kemulian hidup dalam sistem Islam dan khilafah, harus ada partai politik sahih yang berjuang secara ikhlas membangun kesadaran dan kerinduan umat untuk hidup dengan ketaatan kepada seluruh hukum Allah SWT. 

"Wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan Rasul ketika keduanya menyerukan kepada apa-apa yang memberi kehidupan pada kalian. "(TQS: Al-Anfal 24)

Wallahu alam bis shawab


Oleh: Harmiyani Moidady
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar