Topswara.com -- Penggeledahan dilakukan oleh Kejaksaan Agung di dua apartemen mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi era Nadiem Makarim terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook periode 2019-2023.
Harli Siregar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung menyebutkan penggeledahan dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2. Dari penggeledahan yang dilakukan, penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen dan barang bukti elektronik.
Harli menyebutkan dalam kasus ini penyidik menemukan adanya permufakatan jahat. Pasalnya pengadaan ini dinilai dipaksakan karena sebelumnya sudah dilakukan uji coba oleh Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kebudayaan penggunaan 1.000 unit Chromebook dan hasilnya tidak efektif. Namun Kemdikbud Ristek saat itu mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang merekomendasikan penggunaan laptop berbasis Chrome OS.
“Kenapa tidak efektif, karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama.” (cnnindonesia.com, 11-06-25)
Kejagung menduga keputusan tersebut tidak dilandasi kebutuhan faktual melainkan atas dasar pemaksaan kebijakan yang sarat kepentingan.Total anggaran yang dihabiskan tercatat sebesar Rp. 9,982 Triliun.
Praktik korupsi tumbuh subur di berbagai bidang pemerintahan saat ini karena sistem yang berpangkal dari ideologi yang ada, yaitu demokrasi-kapitalis. Hal ini terlihat dalam nilai-nilai yang diikuti oleh masyarakat yang menjadikan barat sebagai kiblatnya, seperti nilai kebebasan dan hedonisme.
Dalam demokrasi kapitalisme terdapat empat kebebasan yang sangat merusak yakni kebebasan beragama, kepemilikan, berpendapat dan berperilaku.
Empat kebebasan inilah yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi-kapitalis yang telah melahirkan kerusakan dan salah satunya adalah korupsi akibat paham kebebasan kepemilikan tersebut.
Korupsi dalam pandangan Islam disebut dengan perbuatan khianat, termasuk di dalamnya penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pribadi, teman, kerabat atau kelompoknya.
Tindakan korupsi berbeda dengan mencuri, dalam syariah Islam mencuri didefinisikan dengan mengambil harta orang lain secara diam-diam. Sedangkan khianat itu tindakan menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu.
Maka sanksi (uqubat) untuk pelaku korupsi bukanlah hukum potong tangan seperti pencuri, melainkan berupa ta’zir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.
Dalam sebuah hadis Nabi SAW bersabda:
“Tidak ditetapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain (penjambret).” (HR. Abu Daud).
Lalu apa hukuman bagi koruptor?
Menurut Abdurrahman Al-Maliki dalam Kitab Nizham al-Uqubat, hukumannya adalah ta’zir yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim mulai dari yang paling ringan seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa juga berupa penjara, denda, pengumuman pelaku dihadapan publik atau media massa, hukuman cambuk, hingga hukuman paling tegas yakni hukuman mati. Berat ringannya hukuman ta’zir ini sesuai dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.
Lantas bagaimana syariah Islam bisa mencegah korupsi?
Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib berdasarkan profesionalitas dan integritas, bukan atas koneksitas atau nepotisme. Dalam islam aparatur pemerintah wajib memiliki kriteria kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian islam (syakhsiyah islamiyah).
Nabi SAW menyampaikan :
“Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Hari Kiamat.” (HR. Bukhari)
Kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada para pegawai pemerintahan. Khalifah Umar bin Khattab selalu melakukan arahan kepada bawahannya. Beliau pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari, “Kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok. kalau kamu menundanya, pekerjaanmu akan menumpuk ….”
Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak bagi semua pegawainya. Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar, “ Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat.”
Keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparatur negara. Nabi SAW bersabda: “Barang siapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.” (HR. Abu Daud)
Dari Abu Humaid As-Sa’di, Nabi SAW bersabda:
“Hadiah yang diberikan kepada para pejabat (penguasa) adalah ghulul (harta khianat).” (HR. Ahmad)
Kelima, Islam memerintahkan agar melakukan perbandingan harta kekayaan sebelum dan sesudah menjabat atau dikenal dengan pembuktian terbalik.
Dengan ini sumber kekayaan para pejabat bisa dipertanggung jawabkan apakah hasil usaha yang dimilikinya atau ada penyalahgunaan wewenang terkait jabatannya. Khalifah Umar pernah melakukan perhitungan kekayaan para pejabatnya saat sebelum menjabat dan setelah menjabat.
Dengan demikian korupsi dalam bidang pendidikan bisa diberantas hingga ke akarnya berdasarkan syariah Islam.
Oleh: Fahmi Nurzaman, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Komentar