Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Elegan Tetapi Terlarang (Catatan untuk Para Model Hijab)


Topswara.com -- Wajah bening dan menawan kini sering menghiasi majalah-majalah Islam, situs-situs Islam, juga berbagai baliho, billboard, dan sebagainya. 

Berbalut kerudung dan jilbab aneka warna menampilkan sisi eksotis kewanitaan seorang Muslimah. Banyak Muslimah dengan wajah memikat menjadi model aneka produk kerudung dan jilbab.

Tetapi yang luput dari pembahasan adalah apakah hukum syarak mengizinkan Muslimah menampakkan kecantikan dan kemolekannya meski dalam foto atau film untuk kemudian dikonsumsi banyak lelaki. 

Adakah perasaan risih bagi para Muslimah yang terlibat di sana? Bagaimana juga perasaan pria yang kebetulan melihat iklan-iklan semacam itu?

Seperti seorang ustaz kenalan saya yang buru-buru menutup sebuah majalah Muslimah legendaris yang sedang dibacanya, karena banyak terisi iklan-iklan busana Muslimah dengan model-modelnya. 

“Ayu-ayu,” katanya sambil agak bergidig dan menutup majalah itu. Beliau masih punya rasa malu. Bagaimana dengan lelaki yang sudah putus ‘urat malunya’. Mungkin makin enjoy menatap model-model Muslimah nan elok di berbagai iklan di sana.

Ini bukan lagi persoalan perasaan, tetapi status hukumnya. Boleh ataukah terlarang? Meski mungkin dengan niat berdagang sekaligus menyiarkan busana Muslimah. Bagaimana pun juga seorang Muslim dan Muslimah terikat dengan hukum syarak. Tidak bisa sekehendak hati dalam berbuat. Jangan sampai kita sudah merasa berbuat benar tapi sebenarnya keliru. Astaghfirullah!

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para muslimah dalam pergaulan mereka di lingkungan umum (hayatul ‘ammah), khususnya dalam dunia modeling. 

Pertama, Islam mengajarkan dan menata kehidupan umat manusia agar hidup mulia. Salah satunya adalah dengan memberikan aturan yang demikian rinci dalam interaksi antara pria dan wanita. Boleh saja keduanya berinteraksi selama dalam koridor syarak di antaranya untuk keperluan muamalah, pendidikan, medis dengan kondisi tidak berkhalwat, menutup aurat dan menjaga pandangan.

Dalam Islam interaksi keduanya tidak boleh didasarkan pada jinsiy (naluri ketertarikan pria-wanita). Bahkan Islam juga mencegah agar tidak stimulan bersifat jinsiy pada keduanya.

Karenanya yang kedua, yang wajib diperhatikan oleh para Muslimah adalah larangan bertabarruj. Dikatakan tabarrajat al-mar’ah (seorang wanita bertabarruj) artinya azhharat zînatahâ wa mahâsinahâ li al-ajânib (wanita itu telah menampakkan perhiasan dan kecantikannya kepada pria asing bukan mahram-nya). 

Dalilnya firman Allah SWT.:
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.(QS. An-Nûr: 60).

Di sini para wanita yang lanjut dan menopause dilarang untuk ‘menampakkan perhiasan’. Dapat dipahami, bila yang lanjut saja tidak diperbolehkan apalagi yang muda, jelas mereka tidak boleh menampakkan perhiasan dan kecantikannya di hadapan lelaki asing (bukan mahram).

Apakah seorang Muslimah yang berhijab  berkerudung dan berjilbab masih bisa jatuh pada tabarruj? Bisa saja, yaitu seperti penjelasan di atas ‘menampakkan perhiasannya dan kecantikannya kepada lelaki asing’. 

Misalnya seorang Muslimah keluar rumah dengan riasan wajah tertentu yang mengundang perhatian pria. Atau warna dan model jilbab dan kerudung yang menarik perhatian lawan jenis. Hal inipun dikategorikan tabarruj.

Bukankah para Muslimah yang menjadi model busana Islami hampir semuanya mengalami proses itu. Mereka dirias terlebih dahulu, ada sisi-sisi pada wajahnya yang dipoles agar kecantikan wajahnya tampak kuat. Begitupula pakaian digunakan juga pakaian yang model dan corak warnanya mengundang minat dan perhatian orang. Ini yang ditegur oleh Nabi saw. dalam hadisnya :

Ada dua golongan di antara penghuni neraka yang belum pernah aku lihat keduanya: suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang-orang; dan perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang cenderung dan mencenderungkan orang lain, rambut mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga. Dan sesungguhnya aroma surga itu bisa tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian. (HR Muslim dari jalur Abû Hurayrah).

Ketiga, Islam juga menjaga kehormatan wanita dengan menghindarkan mereka dari pekerjaan yang mengeksploitasi kecantikan dan tubuh mereka. Pekerjaan yang menimbulkan dorongan jinsiy dari lawan jenis terlarang dalam hukum Islam.

Nabi SAW telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya sepertimembuat roti, memintal, atau menenun.” (HR Ahmad).

Hal seperti ini masih luput dari perhatian para muslimah, para desainer busana muslimah, perias pengantin, redaksi majalah, pemilik perusahaan iklan. 

Ketidakpahaman akan hukum-hukum ini justru akan menimbulkan dlarar dalam interaksi pria dan wanita. Walaupun seorang muslimah sudah berhijab, tetapi stimulan terhadap jinsiy di antara pria dan wanita tetap kuat karena faktor-faktor di atas.

Dalam pekerjaan model, front office, pramugari, SPG, bukankah disyaratkan fisik-fisik tertentu bagi para wanita? Mulai dari tinggi badan, bentuk tubuh yang proporsional, warna kulit, kecantikan, dan sebagainya. 

Karena dengan model atau karyawati yang memiliki penampilan ideal akan menjadi daya tarik bagi pengunjung, pembeli atau pembaca? Inilah sisi mengeksploitasi sisi feminitas atau kewanitaan Muslimah yang diharamkan oleh syarak.

Karenanya, sekedar niat baik saja tidak cukup. Amal harus dibangun dari pemahaman yang benar dan utuh. Agar amal dapat dijalankan sesuai dengan syariat Islam sehingga mendatangkan pahala. Insya Allah, busana Muslimah akan tetap berkibar, dikenal dan dipakai banyak wanita, tanpa mengorbankan hukum-hukum syarak, dan dengan menghindarkan dlarar dari para Muslimah.[]












Oleh: Ustaz Iwan Januar
Direktur Siyasah Institute


Sumber: Iwanjanuar.com
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar