Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Generasi Kriminal dan Amoral, Salah Siapa?


Topswara.com -- Kasus penganiayaan yang diduga dilakukan anak pejabat dirjen pajak tidak berhenti menjadi kasus hukum biasa. Sejumlah fakta menyeruak mengiringi pengungkapan kasus ini seperti gaya hidup mewah dan hedonis dan juga kekayaan yang tidak wajar. 

Selain itu tentu yang patut disorot adalah perilaku generasi dan remaja saat ini. Kasus yang menyita perhatian publik ini menambah data kasus pemuda yang berurusan dengan hukum. 

Kasus ini menunjukkan budaya kekerasan yang kerap dipertontonkan generasi sebagaimana tawuran dan bullying. Publik seolah tidak bisa terkejut lagi. Perilaku ekstrim dengan kenakalan, ataupun kriminalitas oleh remaja atau pemuda semakin menjadi. 

Krisis moral dan akhlak ini mengkonfirmasi ada sesuatu kegagalan dan kekeliruan terhadap pembinaan generasi. Ada habitat yang tidak kondusif sehingga tugas-tugas tumbuh kembang anak dan remaja tidak mencapai target yang diharapkan. 

Proses Kapitalisme Sekularisme

Hasil tidak akan mengkhianati proses. Demikian ungkapan yang sering kita dengar. Generasi adalah output dari proses sistem kehidupan. Anak yang terlahir sehat, suci dan seputih kertas mengapa berubah menjadi kriminal, merusak dirinya dan orang lain? Anak-anak memiliki potensi akal, kecerdasan dan rasa. 

Lantas mengapa mereka menjadi berselera rendah, terjebak dalam syahwat, perilaku tidak berfaedah bahkan amoral? Apakah semata kesalahan orang tua dan keluarga? Tentu kita tidak bisa menyalahkan keluarga sepenuhnya. 

Faktanya, generasi hidup dalam tiga lingkungan yang memproses tumbuh kembang dan mempengaruhinya; keluarga, masyarakat, dan negara. 

Tiga domain ini memiliki peran masing-masing. Ketiganya harus bersinergi dan memiliki integritas mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai hingga bisa ditaati dan diyakini generasi. Salah satunya tidak boleh mementahkan dan menggagalkan peran yang lain.

Jika ditelisik, peran negara justru yang paling dominan. Negara adalah penegak sistem hukum. Penegakan hukum membuat nilai-nilai terwujud nyata. 

Konsep atau nilai menjadi aplikatif atau praktis, tidak sekedar teori. Wajib atau tidak wajib, boleh atau tidaknya sesuatu memiliki makna nyata, jika negara menegakkan sanksi-sanksi. Begitu pula terkait nilai baik, buruk, terpuji dan tercela. 

Kehadiran negara dengan sistem hukumnya akan berpengaruh kuat pada masyarakat dan individu-individu. Negara akan mengikat dan memaksa individu termasuk generasi mengikuti nilai dan konsep nyata dalam perilaku mereka. 

Namun faktanya generasi saat ini hidup dalam sistem kehidupan kapitalisme sekuler dengan standar nilai yang berubah-ubah. Hukum-hukum berubah seiring perubahan waktu dan pergantian penguasa. 

Hukum selalu dalam wilayah abu-abu atau relatif. Sistem hukum ini kehilangan daya untuk menundukkan perilaku manusia dan mengarahkannya pada perilaku luhur. Hukum yang dibuat manusia cenderung dilanggar sendiri oleh manusia. Bahkan hukum tersandera oleh uang, kekuasaan dan kepentingan. 

Bagaimana sistem hukum ini bisa mencegah kejahatan dan pelanggaran? Terlebih jika mereka mampu mempengaruhi hukum dengan kekuatan uang dan kekuasaannya. Sehingga tidak bisa disalahkan jika mental generasi tidak takut dengan hukum yang ada. Mereka menyaksikan kebobrokan hukum dan perilaku. 

Ketika hukum ilahi tidak mengatur manusia, maka nilai kebebasan dan material diagungkan. Nalar akal dan naluriah manusia mengambil alih posisi sebagai penentu nilai dan aturan. 

Selain hukum formal buatan manusia, aturan tidak tertulis atau budaya melingkupi generasi. Manfaat materi adalah standar nilai bagi perbuatan. Ini tercermin dari budaya flexing, memamerkan kekayaan. Gaya hidup konsumtif, hedonis, dan mewah diagungkan tanpa mempertanyakan sumber kekayaan apakah didapat dengan cara yang sah atau tidak. 

Orang yang mempertontonkan kemewahan mendapat hormat dan disegani. Standar halal dan haram diacuhkan selaras dengan prinsip sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan dan negara. Kehidupan yang ada memperturutkan syahwat. Pergaulan laki-laki dan perempuan adalah interaksi yang longgar dan cenderung bebas. 

Pacaran bahkan perzinahan selama suka sama suka atau sexual consent seolah sah-sah saja. Bagaimana bisa berharap kekerasan, seperti dalam pacaran bisa dicegah? Standar nilai dan hukum yang sekuler tidak berbuah apapun kecuali kebebasan dan kebobrokan perilaku. 

Di sisi lain, keluarga dan sekolah berupaya menjadi sumber nilai dan aturan dan ingin mencetak generasi yang baik. Mereka menjadi benteng penyelamat moral dan akhlak generasi. Keduanya berupaya sekuat tenaga agar generasi memiliki imunitas serta steril dari pengaruh negatif dari tatanan budaya masyarakat dan sistem hukum yang rusak. 

Namun seberapa kuat keluarga mampu mencetak generasi yang tidak terpengaruh dengan tatanan rusak? Kenyataannya, banyak keluarga tidak berdaya. Terlebih dalam sistem kehidupan ini, fungsi keluarga sebagai pendidik generasi juga tergerus. 

Para orang tua disibukkan dalam berjuang untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Orang tua mengandalkan sekolah. Sekolah pun tidak berbeda jauh kemampuannya dari keluarga. Ini karena keluarga dan sekolah adalah obyek dari pengaruh masyarakat dan negara yang menerapkan sistem kehidupan sekularisme kapitalisme. 

Contoh sederhana adalah kebijakan media dan kemampuan negara untuk berdaulat mengendalikan dunia digital. Kekuatan negara akan sangat membantu orangtua yang ingin menghindarkan anak dari pengaruh pornografi dan kekerasan yang berserakan di media digital. Namun kenyataannya masyarakat tidak mencapai kehadiran negara dalam masalah media. Ini perlu keinginan politis pemerintah. 

Kehidupan sekulerisme kapitalisme sebagai akar penyebab rusaknya generasi juga terbukti dari meratanya nasib malang generasi di negara-negara lain. 

Amerika, Eropa dan di belahan dunia lainnya harus menerima krisis sosial karena jatuhnya moral generasi. Angka bunuh diri, penyalahgunaan narkoba, HIV/AIDS begitu tinggi. Belum termasuk kenakalan dan kriminalitas pemuda. 

Islam Menyelamatkan Generasi

Islam adalah agama sempurna yang mengarahkan pembentukan diri manusia dan kehidupannya dengan arah yang sahih. Islam memberi aturan hukum sebagai rambu-rambu perbuatan manusia. Ada yang wajib, sunah, haram, makruh dan mubah. 

Keseluruhan hukum syariat menjadi mekanisme penjagaan terhadap diri dengan sebaik-baiknya penjagaan. Dalam konsepsi Islam manusia tidaklah bebas. 

Jika pun ada kebebasan, maka kebebasan itu tidak mutlak karena kebebasan itu hanya pada hal-hal yang ditetapkan kebolehannya. Kebebasan mutlak memberi ruang kehancuran dan kerusakan. 

Penjagaan terhadap akal, jiwa, harta, agama dan negara. Penjagaan Islam dalam semua aspek tersebut adalah dengan hukum-hukum yang tidak berubah. Tidak ada relativitas hukum karena manusia sebagai fakta dan obyek hukum juga tidak berubah. 

Masyarakat Muslim akan memberi afirmasi terhadap Islam dengan amar makruf nahi munkar dan dakwah. Di sisi lain negara akan membina ketaatan masyarakat dengan penerapan hukum dan penegakan sanksi hukum. 

Sistem Islam akan membuat keluarga mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Pengaturan Islam terhadap ekonomi memberi jaminan pemenuhan kebutuhan. 

Islam dengan hukum kepemilikan akan memberikan akses ekonomi sesuai porsinya. Bagaimana perorangan, kelompok dan negara mengelola kekayaan alam, dan sumber-sumber ekonomi akan berjalan sesuai hukum kepemilikan. 

Sistem pendidikan berbasis akidah Islam sangat besar pengaruhnya membentuk generasi. Seluruh proses pendidikan adalah untuk mengantarkan dan menanamkan pemikiran dan persepsi Islam. Generasi tidak hanya menguasai sains dan teknologi, tetapi menjadi faqih fiddin, pribadi yang terinternalisasi agama sebagai pola pikir dan pola sikapnya. 

Sistem ekonomi Islam dan sistem pendidikan berbasis akidah Islam tidak berdiri sendiri. Dia sistem ini akan berjalan dalam kondisi negara yang berdaulat. Negara tidak tunduk pada kekuatan negara lain maupun kekuatan kapitalis, pemodal atau korporasi. 

Hanya dengan sistem Islam, generasi akan selamat dan menjadi generasi luhur dan unggul. Sistem Islam selaras dengan kondisi spiritual dan keimanan mayoritas rakyat di negeri ini. Karenanya penerapan sistem Islam sangat layak dan berpotensi sukses dilaksanakan. 

Wallahu alam bis shawab


Oleh: Harmiyani Moidady
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar