Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Pangan Naik Jelang Ramadhan, Tradisi Buruk yang Terus Berulang


Topswara.com -- Bulan Ramadhan selalu menjadi bulan yang paling dinantikan dan disambut dengan suka cita oleh seluruh umat Islam. Bagaimana tidak? bulan Ramadhan menjadi bulan suci yang mendatangkan banyak berkah dan keistimewaan. Tetapi, selain disambut dengan suka cita, biasanya bulan Ramadhan juga disambut dengan kenaikan harga sembako.

Rasanya fenomena ini sudah menjadi hal yang biasa untuk sebagian rakyat Indonesia, ketika ada momentum perayaan hari besar keagamaan atau pergantian tahun, harga-harga sembako secara otomatis melonjak drastis dari biasanya. Ini tentu sangat menyulitkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokok. 

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia atau Ikappi mencatat sejumlah harga bahan pokok yang naik menjelang bulan puasa. Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikappi, Reynaldi Sarijowan mengatakan komoditas yang harganya melonjak antara lain cabai rawit merah, cabai merah, bawang merah, bawang putih, dan minyak goreng.

Reynaldi menyebutkan harga cabai rawit merah saat ini mencapai Rp 60 ribu per kilogram dan cabai merah sekitar Rp 65 ribu per kilogram. Kemudian harga bawang merah masih sekitar Rp 45 000 per kilogram dan bawang putih Rp 38.000 per kilogram. 

Selanjutnya harga minyak goreng bersubsidi merek Minyakita juga masih di angka Rp 15 ribu per liter. "Daging, telur, ayam, gula pasir, garam juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi di beberapa pekan terakhir," ucapnya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan, ada empat komoditas pangan yang menjadi penyebab inflasi pada minggu ke empat Februari 2023 yaitu beras, cabe merah, minyak goreng, dan bawang merah. 

Empat komoditas itu mengalami kenaikan di banyak daerah. Beras misalnya tercatat mengalami kenaikan harga di 149 kabupaten atau kota, cabai merah di 123 kabupaten kota, minyak goreng di 117 kabupaten kota, dan bawang merah di 84 kabupaten kota.

Kenaikan harga bahan pokok kerap menjadi isu yang perlu diantisipasi menjelang hari besar keagamaan, salah satunya Bulan Suci Ramadan tahun 2023. 

Kenaikan harga ini dapat terjadi diantaranya karena adanya peningkatan permintaan di masyarakat dan kadang tidak murni karena hukum permintaan dan penawaran. Tetapi, diakibatkan juga dengan adanya praktek-praktek jahat yang dibiarkan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Seperti praktik ihtikâr  (penimbunan), ghabn al fâkhisy (permainan harga), penipuan dan lain-lain.

Dari aspek distribusi juga masih bisa dinilai lemah, dimana para pedagang besar yang jelas memiliki modal lebih akan dengan leluasa untuk menentukan harga komoditas pasar. 

Kondisi ini sekaligus menggambarkan betapa rusaknya tata kelola pangan pemerintah demokrasi kapitalis. Sistem ekonomi kapitalisme membuat pemerintah justru tunduk pada para pemodal dan pelaku usaha besar yang mampu menguasai komoditas. Sehingga pemerintah tak berdaya mengendalikan pasokan.

Semua itu tidak lepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang hanya dominan kepada pemilik modal. Berbeda halnya dengan sistem Islam yang mempunyai mekanisme dalam pendistribusian bahan pokok. Kenaikan yang terus berulang tidak akan ditemukan dalam sistem Islam.Terlebih perkara bahan pokok yang menjadi bahan komoditas secara umum.

Pematokan harga faktanya memang membahayakan, bahkan termasuk sangat membahayakan umat dalam segala keadaan. Sebab, pematokan harga bisa membuka pasar secara sembunyi-sembunyi. 

Orang-orang akan melakukan jual beli di sana dengan penjualan di bawah tangan, yang tidak diketahui, bahkan jauh dari pengawasan negara. Inilah yang disebut pasar gelap. 

Akibatnya, harga melambung tinggi, dan barang-barang hanya bisa dijangkau oleh orang-orang kaya, sementara yang miskin tidak. Pematokan harga juga bisa berpengaruh terhadap konsumsi barang, dan selanjutnya bisa berpengaruh terhadap produksi barang, bahkan boleh jadi mengakibatkan krisis ekonomi.

Untuk memastikan berjalannya aktivitas ekonomi di pasar sesuai syariat Islam, negara menempatkan qadhi hisbah (al-muhtasib). 

Al-Muhtasib inilah yang memiliki kewenangan memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan terhadap syariat secara langsung begitu ia mengetahuinya. Di tempat mana pun ada  tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan. Sejumlah polisi ditetapkan berada di bawah wewenangnya untuk mengeksekusi perintah-perintahnya dan menerapkan keputusannya saat itu juga.

Begitulah politik ekonomi Islam mengatur. Hal ini akan berjalan jika sistem Islam diterapkan dalam tatanan bernegara. Sebagaimana Rasulullah dan para khalifah sesudahnya telah menerapkannya. Sehingga persoalan klasik yang terjadi tiap tahun menjelang Ramadhan tidak terjadi kembali.

Wallahu a'lam bishawwab


Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar