Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demi Konten, Nyawa Jadi Taruhannya?


Topswara.com -- Hari ini eksistensi diri menjadi prioritas bagi kebanyakan individu. Berbagai hal mereka lakukan, salah satunya membuat konten. Demi konten rela melakukan segala cara. Lantas apakah perbuatan tersebut baik untuk kita lakukan? Bagaimana solusi dalam Islam?

Pekan lalu, viral seorang perempuan di Leuwiliang, Kabupaten Bogor berinisial W (21 tahun) tewas saat membuat konten candaan gantung diri di hadapan teman-temannya lewat video call . Ternyata kakinya kepleset dari kursi pijakan. Sehingga ia tergantung dan meninggal saat video call masih berlangsung (detik.com/3 Maret 2023).

Miris..
Demi ekstintensi diri terkadang lupa dengan jati diri sebagai manusia. Memang tidak bisa kita pungkiri, di era perkembangan teknologi yang sangat bebas ini, banyak individu membuat konten berbahaya bahkan untuk sekedar flexing. 

Faktanya, sosial media adalah tempat informasi malah menjadi ajang pamer diri. Padahal jika sosial media digunakan secara bijak seperti mencari ilmu, menebarkan kebaikan, mengingatkan jika ada yang salah maka tidak ada salahnya, tetapi jika digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat, ada kemungkinan untuk keuntungan pribadi atau kehancuran diri. 

Semua konten yang tidak ada gunanya, justru merusak mental generasi bahkan membuat taraf berpikir menjadi rendahan.

Terlebih lagi penyakit flexing, sebuah kebiasaan untuk memamerkan apa yang dimilikinya lewat media sosial demi mendapatkan pengakuan oleh orang lain. 

Tentu budaya ini akan menjadi penyakit di tengah-tengah masyarakat. Padahal seharusnya perilaku yang demikian menunjukkan perilaku rendah. Perilaku itu muncul dari taraf berpikir yang rendah.  Berpikir dengan taraf yang rendah yang diibaratkan seperti hewan yang hanya memikirkan diri sendiri ini.

Hal ini terjadi akibat dari cara pandang hidup yang salah. Tidak dipungkiri masyarakat saat ini dipengaruhi oleh cara pandang kehidupan sekulerisme kapitalisme. 

Paham sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Apabila paham ini diambil manusia sebagai cara pandang kehidupan manusia tersebut tidak akan lagi memikirkan perbuatan mereka. Apakah sesuai dengan petunjuk agama atau tidak. 

Perilaku mereka akan dikendalikan oleh keinginan ataupun ego mereka sendiri. Sekulerisme yang melahirkan Ideologi kapitalisme membuat manusia menjadikan asas manfaat atau keuntungan materi sebagai dasar perbuatan. 

Maka tidak aneh lagi jika manusia sekarang akan melakukan apapun demi konten viral yang bisa membuat mereka terkenal. Mereka bahagia ketika famous (terkenal), memiliki followers banyak, sekali live yang menonton ribuan, dalam sekali posting yang nge-likes berlimpah, dan sebagainya. 

Karena itu, budaya flexing tetap dipelihara dalam masyarakat dengan membuat orang  berperilaku hedonisme dan konsumtif. Inilah pangkal masalah munculnya konten-konten yang membahayakan nyawa ataupun budaya flexing yang semakin menggila. 

Maka dapat dikatakan sistem hari ini gagal menunjukkan kemuliaan manusia. Sistem saat ini gagal melahirkan sosok individu berilmu tinggi, berperilaku Islami dan berpola pikir Islami. 

Dalam pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang memiliki syakhsiyah Islam yaitu pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, para pelajar juga dibekali ilmu kehidupan agar mereka bisa menyelesaikan masalah umat melakukan inovasi dan pengembangan ilmu. 

Masyarakat semakin mudah memenuhi kebutuhan hidup mereka ditambah kehidupan sosial bermasyarakat. 

Pada institusi daulah khilafah akan berorientasi pada amar makruf nahi mungkar dan ta'awun. Orientasi hidup seperti ini akan semakin mendorong masyarakat berlomba-lomba dalam kebaikan bukan berlomba-lomba pamer harta kekayaan di media sosial. 

Pada sistem khilafah juga akan difungsikan untuk mengedukasi umat terhadap syariat Islam. Tujuannya agar menambah pengetahuan mereka terhadap ilmu sains, dan politik dalam/luar negeri. 

Sehingga masyarakat akan mensuasanakan dalam hal kebaikan seperti ketaatan terhadap aturan Allah, bersikap rendah hati, tidak riya’ ataupun sum'ah. Konsep kehidupan dalam khilafah inilah yang membuat manusia hidup dengan taraf berpikir yang tinggi yaitu hidup untuk kemuliaan Islam.


Oleh: Azzah Ula Istiqomah, S.Hum. 
Member Komunitas Hijrah Ngawi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar