Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemerhati Sosial: Pahami Syariat Dalam Mendidik Anak


Topswara.com -- Pemerhati Sosial, Ustazah Chairunnisa Rahmawati, S. Pd. mengatakan betapa pentingnya memahami syariat Islam dalam mendidik anak.

"Betapa pentingnya orang tua memahami syariat Islam dalam mendidik anak," tuturnya dalam Kajian Fosis SDIT Insantama Bogor, bertajuk Antigalau Mendidik Anak, Kamis (9/2/2023).

Selain itu katanya, langkah antigalau mendidik anak adalah dengan mempelajari akidah Islam, tetapi bukan sekadar dipelajari, tetapi harus diamalkan baik secara lahir maupun batin.

"Sebagai orang tua juga harus memahami fase atau tahapan dalam mendidik anak dari sisi usia anak," lugasnya.

Kemudian ia menambahkan dengan menyebutkan tahapan usia anak. Tahapan satu, usia 0-7 tahun. Menurut Ali bin Abi Thalib, 7 tahun pertama dalam mendidik anak diibaratkan dengan memperlakukan mereka layaknya raja. Dimana orang tua sebaiknya melayani anak disertai sikap yang lemah lembut, tulus, dan sepenuh hati ketika mengasuh anak.

Namun katanya, bukan berarti harus memanjakan anak, tetapi bersikap tegas dengan penuh kasih sayang. Jika ingin memberitahukan suatu hal, gunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti serta tanpa kekerasan. Sebab pada usia ini anak akan banyak meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya," jelasnya.

Tahapan dua, usia prabaligh 8-14 tahun. Masa ini menjadi salah satu titik paling penting di dalam tumbuh kembang anak, karena ada satu keadaan dimana anak belum mencapai usia akil baligh, tetapi ia sudah memiliki sejumlah kecerdasan sehingga disebut anak yang mumayiz.

"Mumayiz berasal dari kata mayyaza yang berarti membedakan sesuatu dari yang lain," tuturnya.

Kemudian ia menyebut pendapat salah satu ulama mengenai usia anak masuk usia mumayiz, menurut pendapat Imam An-Nawawi, "Anak yang mumayiz adalah yang telah memahami khitab (seruan hukum Islam) dan dalam menjawab pertanyaan, tidak ditentukan dengan usia melainkan dengan perbedaan pemahaman," (lihat An-Nawawi, Tahrir Alfadz at-Tanhib, hal 116 bab Haji).

Tahapan tiga, paska baligh usia 15-21 tahun. Pada dasarnya, pendidikan paska baligh lebih diarahkan untuk mengembangkan dan memperluas cakrawala pengetahuan anak.

"Pada fase ini, anak sudah dianggap mampu memutuskan perkara berdasarkan pikirannya sendiri. Sehingga, tidak heran jika usia baligh adalah usia dimana anak berkewajiban menjalankan taklif-taklif hukum," tegasnya.

Menurutnya, taklif-taklif ini tidak akan mampu untuk dijalankan oleh anak secara sempurna, kecuali ia memiliki pemahaman dan pengetahuan cukup mengenai akidah dan syariat Islam.

"Pada fase ini, peran utama orang tua adalah menanamkan sikap mandiri pada anak agar ia bisa menjalani kehidupannya secara wajar, mandiri, dan tidak bergantung kepada orang tua," katanya.

Ia menambahkan, disamping itu, orang tua harus memberikan arahan dan memotivasi anak untuk melakukan belajar mandiri serta gemar akan ilmu pengetahuan. Hendaknya, orang tua mendekatkan anak dengan orang-orang sholih, para ulama, serta orang-orang yang dekat dengan Allah SWT, agar anak bisa menyerap pengalaman dari mereka serta menimba ilmu dan pengetahuan darinya.

"Orang tua harus memiliki komitmen untuk memberikan teladan pada anak. Sehingga, dengan keteladanan, kebaikan bisa diwariskan," lugasnya.

Lebih jauh ia mengatakan, orang tua juga harus memiliki komunikasi yang efektif dan bertutur kata yang baik, serta menggunakan waktu yang tepat untuk menasihati, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim bahwa komunikasi efektif bisa dilakukan ketika naik kendaraan, pada waktu sakit, dan ketika makan.

"Orang tua juga harus memiliki cara menjalin komunikasi efektif dengan anak," katanya

Pertama, gunakan bahasa yang santun, pilihlah kalimat terbaik, kedua, hindari konflik dan cobalah sesekali masuk ke dunia mereka, ketiga, jangan suka membanding-bandingkan, keempat, lepaskan masa lalu, tunjukkan ekspresi, dan dorong mereka untuk bicara. Kelima, menghargai pendapatnya, jadilah pendengar yang baik, keenam, sabarlah dalam melakukannya dan lihatlah waktu yang tepat.

"Dengan langkah-langkah tersebut, Insyaa Allah kegalauan orang tua bisa sirna, dan beralih menjadi semangat untuk menciptakan surga dunia bagi anak-anak," tutupnya. [] Nurmilati
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar