Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena Pelajar Tak ada Akhlak, Buah Sistem Rusak


Topswara.com -- Baru-baru ini publik kembali digemparkan dengan beredarnya video kenakalan remaja. Tampak 2 pelajar tanpa segan menendang dan memukul seorang nenek. Satuan Reserse Kriminal Polres Tapanuli Selatan menetapkan 2 pelajar berinisial IH dan VH sebagai tersangka dengan delik pasal adalah 352, yaitu tindak penganiayaan ringan (republika.co.id 24/11/2022).

Di kasus lain, seperti perundungan yang terjadi pada siswa SMP plus Baiturrahman Bandung hingga pingsan lantaran ditendang bagian kepalanya dengan kaki sebanyak tiga kali tidak diselesaikan dengan tuntas, namun dengan kompromi yang tidak memberi rasa keadilan kepada korban (liputan6.com 19/11/2022). 

Masih segar juga dalam ingatan perihal kematian siswa SD di Tasikmalaya yang menjadi korban perundungan. Ia dipaksa bersetubuh dengan kucing oleh teman-temannya sembari direkam dengan ponsel. Ia pun depresi hingga tidak mau makan dan minum, lalu meninggal dalam perawatan di RS (cnnindonesia.com 21/7/2022).

Nahas, pemuda pelajar yang menjadi ujung tombak perubahan justru menunjukan sikap seorang yang seolah tak belajar. Data KPAI di tahun 2022 menunjukan telah terjadi 226 kasus kekerasan fisik, psikis, termasuk perundungan terhadap anak. Bahkan Indonesia menduduki peringkat kelima kasus perundungan di Asia sebagaimana laporan Programme for International Students Assessment (PISA), menurut data, anak dan remaja di Indonesia mengalami intimidasi (15 persen), dikucilkan (19 persen), dihina (22%), diancam (14 persen), didorong sampai dipukul teman (18 persen), dan digosipkan kabar buruk (20 persen) (chatnews.id 22/11/2022).

Nahas, pemuda pelajar yang menjadi ujung tombak perubahan justru menunjukan sikap seorang yang seolah tak belajar. Data KPAI di tahun 2022 menunjukan telah terjadi 226 kasus kekerasan fisik, psikis, termasuk perundungan terhadap anak. 

Bahkan Indonesia menduduki peringkat kelima kasus perundungan di Asia sebagaimana laporan Programme for International Students Assessment (PISA), menurut data, anak dan remaja di Indonesia mengalami intimidasi (15 persen), dikucilkan (19 persen), dihina (22 persen), diancam (14 persen), didorong sampai dipukul teman (18 persen), dan digosipkan kabar buruk (20 persen) (chatnews.id 22/11/2022).

Tentu hal ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Bahwasanya dibutuhkan evaluasi lebih mendalam dan mendasar, ada yang salah dengan sistem pendidikan saat ini. 

Meskipun diksi mencetak generasi yang berakhlak mulia di sisipkan dalam KD Silabus belajar mengajar nyatanya kasus bullying dan kenakalan remaja yang menunjukan nir akhlak layaknya fenomena gunung es yang hanya tampak pangkalnya saja.

Fakta tersebut juga menunjukan kontradiksi atas program sekolah ramah anak (SRA) yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman, sehat dan menyenangkan bagi anak sekolah. 

Inilah potret buruk sistem pendidikan di negeri ini yang berasaskan sekulerisme, yaitu pemisahan antara agama dari kehidupan. Pendidikan sekuler telah menjauhkan pelajar dari nilai-nilai Islam. 

Alhasil identitas keislaman yang semestinya melekat pada pelajaran menjadi hilang. Pelajar menjadi profil berperilaku sekularistik dan liberalistik sebagaimana budaya Barat.

Belum lagi tiga faktor penting seperti keluarga, lingkungan dan negara pembentuk generasi juga telah tergerus paradigma sistem sekuler kapitalis. Sebagaimana di lingkungan keluarga. Tempat dimana pembentukan karakter sangat erat kaitannya dengan pola asuh keluarga. 

Sistem sekularisme yang berorientasikan materi telah sangat menyibukan orang tua di luar rumah hingga menjadikannya sadar atau tidak telah mengabaikan peran penting akan penanaman akidah Islam yang shahih untuk sang anak, masih kurangnya dalam mencontohkan guna mengajarkan adab yang baik, juga pembiasan pada anak perihal ketaatan kepada Allah yang masih minim. Tatanan ini telah menjadikan orientasi kehidupan hanya tentang mendapatan materi dan jauh dari visi misi penciptaan individu sebagai hamba Allah.

Di lingkungan sekolah dan masyarakat pun tak ada kepastian anak bisa mendapatkan rasa aman. Bagaimana tidak? Pelajar yang saat ini erat kegiatannya dengan gadget di banjiri tontonan yang terus disiarkan kebanyakan mengajarkan budaya hedonis dan permisif,belum lagi visi misi sekolah telah bercampur dengan kepentingan bisnis, serta sikap masyarakat yang individualistis dan cenderung cuek terhadap kemaksiatan, menjadikan sulit menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak. 

Bahkan, demi menjaga citra dan nama baik sebagai sekolah ramah anak, tidak jarang sekolah menutupi kasus perundungan dan melakukan pembelaan diri karena tidak ingin menjadi pihak yang dipersalahkan atas kasus yang terjadi. Pada akhirnya, orang tua dan korban tidak memperpanjang masalah dan kasus ditutup dengan permintaan maaf saja.

Negara yang seharusnya bertanggung jawab besar dalam pembentukan kepribadian generasi seringnya mengadakan program yang terkesan hanya menjadi jargon sebab nihil realisasinya di atas tatanan sistem sekularisme saat ini. 

Karena itulah kasus kekerasan khususnya yang dilakukan pelajar atau pemuda tidak berdiri sendiri melainkan bersifat sistemis. Di mana kasus ini muncul sebagai konsekuensi dari penerapan sistem hidup yang salah. 

Sudah saatnya kita menjadikan Islam sebagai langkah dalam menjemput solusi solutif dalam perbaikan sistem pendidikan dan bahkan dalam ranah lainnya. Sebab tatanan berlandaskan Islam diturunkan oleh Allah SWT Yang Maha Tahu, Maha Segalanya.

Islam memiliki dua langkah utama dalam menghentikan kasus. Pertama yaitu preventif (pencegahan). Upaya preventif dilakukan dengan mengembalikan peran keluarga dalam membekali anak-anak mereka dengan akidah yang kokoh dan akhlak yang terpuji. Masyarakat menjadi kontrol dan pengawas dengan budaya dakwah amar nahi mungkar atas kemaksiatan atau pelanggaran yang ada. 

Di sokong oleh negara dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam ditopang degan penerapan sistem politik ekonomi yang berdasarkan syariat Islam. Negara akan menjalankan fungsinya untuk memberikan fasilitas dan sarana terbaik yang memadai untuk menunjang kegiatan KBM di sekolah guna mencetak SDM unggul dan berakhlakul karimah. 

Negara akan mencegah dan melarang segala bentuk informasi dengan ruh sekuler dan liberal yang merusak dan memberlakukan sanksi berdasarkan syariat Islam jika ada pihak yang melanggar. 

Negara memastikan tidak ada kepentingan bisnis dalam menyelenggarakan sistem pendidikan. Dan wajib untuk memberikan hak pada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas.
 
Kedua, kuratif (pengobatan). Upaya kuratif dilakukan untuk mengobati mereka yang memiliki kecenderungan melakukan bullying dengan pendekatan yang akan mempengaruhi pola berpikir remaja saat menghadapi fakta kehidupan. Sehingga mereka akan meninggalkan perilaku tersebut dengan penuh kesadaran.

Hanya tata kehidupan yang sesuai aturan Sang Pencipta, yakni syariat Islamlah yang mampu membangun suasana ketakwaan di tengah masyarakat hingga menjauhkan mereka dari kemaksiatan. Sistem kehidupan Islam ini hanya terwujud dalam institusi Islam, yaitu khilafah islamiah. Wallahu'alam bissawab.



Oleh: Agustin Pratiwi
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar