Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ahli Fiqih Islam Beberkan Hukum Sujud Syukur di Piala Dunia


Topswara.com -- Ahli Fiqih Islam, Kiai Muhammad Shiddiq Al-Jawi memaparkan hukum sujud syukur di piala dunia, wajib memenuhi syarat sebagaimana shalat.

“Fakta yang dapat kita lihat, pada saat pemain sepak bola melakukan sujud syukur, mereka tidak memenuhi satu atau lebih dari syarat-syarat shalat,” jelasnya, di acara Kajian Soal Jawab Fiqih Episode 947 di YouTube Ngaji Shubuh, pada Kamis (15/12/2022). 

Diterangkannya syarat-syarat shalat, yaitu: pertama, dalam keadaan suci (ṭāhir), yaitu suci dari hadas atau najis. Kedua, menutup aurat (satru al-‘awrat), dan ketiga, menghadap kiblat (istiqbāl al-qiblat).

“Sebagai contoh, saat kesebelasan Maroko mengalahkan Portugal (10/12/2022) dengan skor 1-0, seusai pertandingan para pemain kesebelasan Maroko melakukan sujud syukur dengan memakai celana pendek, yaitu tidak menutup aurat bagi laki-laki yang batasnya adalah antara pusar dan lutut. Kemungkinan mereka juga tidak suci (ṭāhir), yaitu tidak suci dari hadas atau najis,” paparnya.

Menurutnya, terdapat perbedaan (ikhtilāf) di kalangan ulama mengenai sujud syukur, apakah wajib atau tidak memenuhi syarat-syarat shalat tersebut. Pendapat pertama, pendapat jumhur ulama, mewajibkan
syarat-syarat shalat untuk sujud syukur.

“Pendapat pertama, jumhur ulama, misalnya ulama dari mazhab Syafi’i dan Hambali, secara jelas mewajibkan syarat-syarat shalat untuk sujud syukur. Alasan mereka, sujud syukur itu adalah shalat, maka disyaratkan untuk sujud syukur apa-apa yang disyaratkan untuk shalat,” bebernya

Ia mengutip sabda Nabi yang diriwayatkan Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughny, Juz I, halaman 650 ulama mazhab Hambali:

Tidak boleh seseorang bersujud [sujud tilawah/sujud syukur] kecuali dalam keadaan suci (ṭāhir), dan secara garis besar, disyaratkan untuk sujud [sujud tilawah/sujud syukur] apa-apa yang disyaratkan untuk shalat sunah (nāfilah), yaitu suci dari hadas dan najis.

Ia menjelaskan, pendapat kedua, sebagian ulama tidak berpendapat demikian, mereka membolehkan sujud syukur walaupun dalam keadaan berhadas, tidak menutup aurat, atau tidak menghadap kiblat. 

Ulama yang berpendapat demikian antara lain Imam Ibnu Taimiyyah (Majmū’ Al-Fatāwā, 12/277),

“Alasan mereka, pertama, pensyaratan seperti syarat-syarat shalat tersebut tidak ada nash-nya. Kedua, sujud syukur itu bukanlah shalat. Ketiga, tidak ada perintah Nabi SAW, keempat, kalau sujud syukur harus memenuhi syarat-syarat shalat, akan kehilangan momentum maknanya. Maka tidak disyaratkan untuk sujud syukur apa-apa yang disyaratkan untuk shalat,” ujarnya.

Ia menyimpulkan, pendapat yang dinilai rājiḥ (lebih kuat) oleh Imam Taqiyuddin An-Nabhani, sebagaimana terdapat dalam kitab Aḥkām ash-Ṣhalat, adalah pendapat jumhur ulama, yaitu untuk sujud syukur wajib memenuhi syarat-syarat shalat. 

“Alasannya sujud syukur itu adalah shalat, karena istilah sujud dalam nash-nash hadis sering digunakan untuk menyebut perbuatan shalat, atau bagian dari perbuatan shalat seperti raka’at, atau sebaliknya, yaitu kata shalat kadang digunakan untuk sujud,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, terdapat sabda Nabi SAW dalam HR. Muslim no. 224,

Tidaklah diterima shalat kecuali dalam keadaan suci.

"Maka dari itu, disyaratkan untuk sujud syukur syarat-syarat sebagaimana syarat-syarat shalat," pungkasnya. [] Riana
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar