Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bullying: Potret Buruk Pendidikan Sekuler


Topswara.com -- Kasus bullying (perundungan) yang melibatkan guru dan siswa atau antarsiswa seakan tidak pernah ada kata berhenti. Hal ini menjadi sebuah kemunduran bagi dunia pendidikan di Indonesia. Kita sering mendengar kasus perundungan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa bahkan siswa dengan guru. 

Tampaknya, hal ini menjadi PR semua pihak, baik pihak sekolah, siswa, orang tua, maupun pemerintah yang menaungi bidang pendidikan.

Masyarakat pun khususnya para orang tua semakin resah dengan fenomena bullying ini. Meski kasus bullying ini sudah terjadi sejak lama, namun kian hari, kasus yang terjadi kian mengkhawatirkan. Betapa tidak, bullying yang terjadi telah sampai ke arah fisik, bahkan sasaran bullying ini pun terjadi hampir di semua usia, mulai dari SD hingga bangku perkuliahan. Fenomena bullying bagaikan fenomena gunung es, artinya masih sedikit yang terlihat di permukaan, terlaporkan dan kemungkinan masih banyak kasus-kasus serupa namun tidak dilaporkan.

Seperti beberapa pekan terakhir yaitu kasus bullying seorang nenek atau wanita lanjut usia (lansia) menjadi korban perundungan dan sempat dianiaya diduga dilakukan oleh sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara. Peristiwa ini viral di media sosial.

Nenek dalam keadaan ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) dan belum diketahui identitasnya, menjadi korban perundungan dilakukan oleh dua kelompok pelajar secara bergantian.

Permasalahan perundangan di tingkat pelajar, sejatinya semakin mencoreng wajah buruk dunia pendidikan di negeri ini. Para generasi yang seharusnya menjadi agen untuk meraih perubahan ke arah yang lebih baik, namun tergerus dengan kehidupan yang amoral. 

Dunia pendidikan yang semestinya erat kaitannya dengan intelektualitas dan kreatifitas, kini berubah menjadi sarang tumbuhnya bibit-bibit kriminal dan amoral. Tentu sangat disayangkan.

Oleh karena itu, kita perlu memahami bahwa sesungguhnya sistem pendidikan sekular yang diterapkan saat ini terbukti gagal melahirkan generasi bertakwa yang berkepribadian Islam. 

Bagaimana tidak sistem pendidikan sekular tidak menjadikan agama sebagai basis pengajaran, dan tidak menjadikan ridha Allah sebagai orientasi dari proses belajar. Sebaliknya, sistem pendidikan sekular berorientasi pada nilai dan prestasi akademik semata. 

Hal tersebut sejalan dengan penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, bahwa sekolah merupakan wadah untuk melahirkan para buruh (pekerja) untuk para pemilik modal. Walhasil, pembentukan akidah dan kepribadian Islam diabaikan, diserahkan kepada keluarga masing-masing. Karena urusan agama dianggap sebagai urusan di ranah privat.

Peran orang tua sebagai pendidik utama yang tidak berjalan dengan baik. Sistem sekular kapitalis menyebabkan orang tua abai dalam proses pendidikan anak. Padahal keluarga adalah basis pendidikan utama. Rumah sejatinya adalah madrasah bagi anak.

Di samping itu peran ibu sebagai pendidik utama tak lagi memberikan perhatian dan kasih sayang. Tidak bisa memberi arahan akan kehidupan yang harus dicapai oleh anak-anaknya. Akhirnya anak terdidik dengan televisi dan gadget. Padahal dari media-media itulah anak mendapatkan pengaruh buruk tentang pergaulan, kekerasan dan aktivitas kriminal lainnya.

Kapitalisme menyebabkan beban hidup setiap keluarga begitu berat, sehingga harus memeras otak dan banting tulang dalam mencari kehidupan. Maka orang tua sibuk mengejar materi, menghabiskkan waktu lebih banyak di luar rumah.

Dalam kesimpulannya, kasus bullying tidak akan pernah berakhir apabila sistem yang diterapkan masih bertumpu pada sistem yang rusak. Hanya sistem Islam lah satu-satunya harapan yang dapat menghentikan kasus perundangan. Islam mempunyai mekanisme secara revolusioner. 

Contohnya, di bidang pendidikan, disiapkan pendidikan gratis dan berkualitas. Semua ini demi menjadikan generasi menjadi pemimpin, ilmuwan, ulama dan negarawan yang berkepribadian Islam.

Di bidang sosial budaya, dengan diterapkan budaya Islam dan sistem pergaulan Islam maka budaya pergaulan bebas, tawuran, bullying tidak merajalela.

Di bidang media, negara menjadikan media sebagai media edukasi, baik media elektronik: radio, televisi dan  internet, juga media cetak: buku, majalah, novel, koran, fungsinya adalah mendidik generasi agar bergelora keimanan dan ketakwaannya. Bandingkan dengan media hari ini isinya tidak terlepas dari membangkitkan nafsu syahwat dan kriminalitas sehingga mudah dijumpai generasi yang terpapar pergaulan bebas, narkotika dan kriminal yang lain.

Wallahu a'lam Bishshawab 


Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar