Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korupsi Menggurita Bukti Bobroknya Demokrasi


Topswara.com -- Mendengar jata koruosi memang sudah bukan hak asing lagi. Karena setiap tahunnya negeri ini selalu ada nama pelaku baru. Korupsi memang sebuah penyakit kronis yang sejak lama menjangkiti negeri ini. Seperi baru-baru ini publik tengah diramaikan dengan kasus korupsi yang terjadi di instansi pemerintahan. 

Terkhusus kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe dan kasus penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). (tribunnews.com, 25 September 2022) 

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan temuan adanya penyetoran uang senilai Rp 560 miliar dari Lukas Enembe untuk kasino.Stefanus menganggap temuan tersebut tak realistis. Selain dugaan aliran dana untuk bermain kasino, PPATK juga menemukan adanya setoran tunai senilai Rp 550 juta untuk pembelian jam tangan mewah serta ditemukan Rp71 miliar di dalam rekeningnya. (tribunnews.com, 25 September 2022) 

Tentu saja tidak mengherankan, Lukas Enembe memiliki gaya hidup mewah lantaran Gubernur Papua dua periode ini memiliki jumlah harta fantastis. Lukas Enembe juga pernah terjerat beberapa kasus hukum, seperti menjadi tersangka kasus dugaan pelanggaran pilkada 2017, dugaan penyimpangan anggaran Pemprov Papua,  hingga dugaan korupsi dana beasiswa mahasiswa Papua. Namun kasus-kasus itu belum sampai ke pengadilan. (BBC.com, 26 September 2022) 

Melihat semua ini, tentu kita jadi bertanya-tanya, mengapa korupsi di negeri ini semakin tahun semakin menggurita? Bahkan menjangkit penegak keadilan di tingkat tertinggi. Apa sebenarnya yang menyebabkan matinya nurani penguasa? 

Korupsi Lahir dari Demokrasi

Akar permasalahan korupsi adalah sistem demokrasi itu sendiri. Sistem demokrasi yang sekuler telah meniscayakan pemimpin yang terpilih tidak lagi berorientasi pada amanah Allah dan ibadah, melainkan keuntungan dunia. Pemimpin yang materialistik, menjadikan negara dan rakyat sebagai sapi perah belaka. 

Saat masyarakat sedang menahan diri untuk melakukan ini dan itu, membeli ini dan itu. Beberapa pejabat malah tetap bernafsu untuk nodong sana-sini, ngutil sana-sini. Padahal masyarakat juga sedang mencoba bertahan di tengah badai. Ibarat setelah diterjang pandemi rakyat berusaha bangkit, jungkir balik melanjutkan hidup yang begitu sulit. Ditambah baru kemarin BBM naik, listrik naik, hingga kenaikan harga barang-barang yang bertubi-tubi. 

Apalagi akibat pandemi entah berapa ratus ribu orang yang telah di PHK, yang usahanya bangkrut, yang penghasilannya merosot. Tapi itu tidak mengurangi nafsu para pejabat rakus yang tidak punya harga diri. 

Pemerintah telah menggelontorkan dana untuk Papua sebesar Rp1.000 triliun, yang diberikan sejak dimulainya otonomi khusus Papua pada 2001. Namun, sampai sekarang tidak memberi efek signifikan pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua. (detik.com, 12 September 2022) 

Dana sebesar itu memang rentan diselewengkan dan sudah banyak yang memprediksi hal ini. Kegentingan dan kedaruratan justru jadi ruang untuk bertindak lebih brutal dan lebih tidak tahu malu. 

Mungkin kita tidak kaget, tapi bukan berarti kita harus maklum. Bukan berarti kita tidak boleh marah. Tapi Inilah kenyataanya mereka sudah bangkrut moral. Dan yang lebih ironi lagi, hakim MA juga tertangkap OTT. Menjadi indikasi betapa mengguritanya korupsi di negeri ini bagaikan jejaring laba-laba menyelinap hingga sudut-sudut rumah. Korupsi telah menghisap jiwa-jiwa yang dianggap berintegritas sekalipun.

Problem korupsi adalah problem sistem dan cacat bawaan sistem, tidak mungkin bisa tuntas selama demokrasi masih bercokol di negeri ini. Negeri ini membutuhkan kembalinya sistem Islam yang mampu mewujudkan pemberantasan korupsi hingga akar-akarnya. 

Islam adalah agama yang juga menjadi pedoman hidup manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT (hablum minallah), dirinya sendiri (hablum minafsih), dan sesama manusia (hablum minannas). Islam mengatur mulai dari cara menuntut ilmu, hingga tata cara dalam bernegara dan kepemimpinan.

Konsep kepemimpinan dalam Islam berdasarkan aturan buatan langsung dari Sang Khalik yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Praktiknya bisa kita lihat sejak zaman Nabi Muhammad SAW, serta dilanjutkan Khulafaurasyidin dan pemimpin-pemimpin selanjutnya. Konsep kepemimpinan Islam menjadi salah satu model kepemimpinan yang diakui dan dikagumi dunia internasional.

Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan, baik kepada manusia (rakyat) di dunia maupun kepada Allah SWT di akhirat. Nabi SAW bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR Bukhari).

Sehingga pemimpinnya akan menjalankan amanah dengan penuh tanggungjawab, tidak sekedar tebar pesona ke rakyat. Mereka tidak tersandera kepentingan partai, golongan, apalagi menghamba kepada penjajah.

Dengan diterapkannya sistem Islam sebagai satu-satunya sistem hukum tunggal di negeri ini, maka Islam akan dapat memainkan perannya yang sangat efektif untuk memberantas korupsi, baik peran pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif).

Ada beberapa langkah untuk mencegah korupsi menurut Islam sebagai berikut:

Pertama, ketakwaan individu. Dalam pengangkatan pejabat negara harus yang bertakwa, karena mereka mempunyai self control yang kuat. Sebagai seorang muslim menganggap jabatan adalah amanah yang harus ditunaikan dengan benar, karena akan dimintai pertanggung jawaban di dunia dan akhirat.

Kedua, gaji yang layak. Apabila gaji yang diberikan mencukupi maka kerjanya akan tenang, tidak akan mencari tambahan uang. 

Ketiga, Islam melarang menerima suap atau hadiah bagi para aparat negara

Keempat, Islam memerintahkan melakukan perhitungan para pejabat di awal dan di akhir jabatan. 

Kelima, adanya teladan dari pemimpin

Keenam, adanya pengawasan oleh negara dan masyarakat

Kalau korupsi memang sudah terjadi, Islam mengatasinya dengan tindakan yang tegas dan setimpal. Berbeda dengan sistem demokrasi, hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera. Lihatlah bagaimana keadaan di penjara, mewah dan mendapat fasilitas prima. Belum lagi pengurangan masa tahanan akan semakin mempersingkat tahanan mereka. 

Hukuman bagi koruptor dalam Islam yaitu dengan ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh khalifah. Bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. 

Inilah cara yang dilakukan oleh Islam untuk membuat jera pelaku korupsi/suap/kecurangan dan mencegah yang lain berbuat. Oleh karena itu hanya kembali pada Islam lah korupsi bisa terselesaikan. Wallahu'alam bishawab



Oleh: Rasti Astria
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar