Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menuju Mimbar Ulama (Bagian II) Pemilik Ilmu


Topswara.com -- Anak pewaris harta banyak tetapi anak pewaris Nabi jumlahnya teramat sedikit. Bahkan untuk perkara harta anak-anak bisa terjadi konflik berkepanjangan, berebut harta dan saling mengakui sebagai ahli waris sudah biasa di negri ini padahal diantara mereka ada juga yang tidak pernah mengurusi orang tua saat mereka renta. 

Beda jika yang diwariskan itu adalah ilmu dan risalah sedikit sekali anak-anak saling berebut dan saling mendahului. Inilah kehidupan materialistis dalam putaran Kapitalisme, makna kebahagiaan diukur dengan kepuasan materi.

Ulama itu adalah pewaris Nabi, demikian sebuah hadist mengungkapkan jauh sebelum kita mengenal banyak para ulama. Rasulullah SAW bersabda :

إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR Al-Imam At-Tirmidzi )

Apa yang diwariskan para Nabi kepada umatnya adalah ilmu, semua perbendahaaraan ilmu yang diberikan Allah SWT kepada mereka. Setelah para Nabi itu diwafatkan oleh Allah maka para ulama lah yang mewarisi seluruh ilmu tersebut. Karena ilmu akan menjaga risalah kenabian sehingga terjaga syariah Allah SWT, terjaga hukum-hukum Allah SWT.

Maka sangat mudah bagi Allah menghilang ilmu di tengah-tengah umat ketika para ulama diwafatkan. Jika ulama dan ilmu sudah hilang maka bertebaranlah kebodohan. Rasulullah sudah memberikan sinyal tentang ini sejak beratus-ratus tahun lamanya :

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

Maka setiap orang tua harus menyadari bahwa setiap hilangnya ulama harus ada generasi pengganti, tidak boleh dibiarkan dan jangan berdiam diri. Bahkan orang tua memiliki tanggung jawab yang besar untuk mencetak generasi ulama di era millenial ini. Apa yang kita lihat hari ini dengan hilangnya para ulama sudah kita rasakan, hukum-hukum Allah diabaikan, ayat-ayat Allah dilecehkan, Al-Qur'an dinistakan, bendera tauhid dihinakan dan lain-lain.

Maka sudah lumrah kita melihat fenomena hari ini langkanya para ulama penjaga ilmu dan penjaga syariah. Kalau toh pun banyak ulama yang kita kenal saat ini diantara mereka sudah terbeli dengan kekuasaan, ilmunya tidak untuk diterapkan lebih memilih menerapkan hukum selain Allah. Maka ulama seperti itu tidak akan mendatangkan apa-apa selain hancurnya penjagaannya atas warisan para nabi. Dengan demikian ulama seperti ini mendapatkan kebencian di sisi Allah SWT.

وأخرج الديلمي عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الله يحب الأمراء إذا خالطوا العلماء، ويمقت العلماء إذا خالطوا الأمراء، لأن العلماء إذا خالطوا الأمراء رغبوا في الدنيا، والأمراء إذا خالطوا العلماء رغبوا في الآخرة

Dari Umar bin Khattab, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Alah mencintai penguasa yang berinteraksi dengan ulama’. Dan membenci ulama’ yang mendekati penguasa, karena ulama’ ketika dekat dengan penguasa yang diinginkan dunia, namun jika penguasa mendekati ulama inginkan akhiratnya.” (HR. Dailami)

Bagaimana orang tua mampu mengembalikan para ulama di tengah-tengah kehidupan sekulerisme ini? Tentu membutuhkan orang tua yang memiliki keberanian mendobrak sistem pendidikan yang ada dan seluruh sistem pendukungnya, berada di atas ketinggian berpikirnya mencoba melompat lebih tinggi untuk memotret semua kondisi yang ada dan merancang ikhtiar untuk menghadirkan generasi ulama di tengah-tengah manusia. 

Generasi ualama ini dengan kesatria melakukan amar makruh nahi mungkar dihadapan pembenci agama, maka dialah generasi terbaik, generasi khairu ummah yang akan menjaga kemurnian tsaqafah Islam dan membela agama. Anak-anak siapakah itu? Tentu mereka adalah anak-anak kita? Yang lahir dari rahim para ibu pejuang dan ayah sang kreator ulama.

Anak-anak pewaris Nabi adalah anak-anak yang dipersiapkan, yang ditumbuhkan rasa cintanya pada ilmu, yang dibangkitkan keasadarannya akan mulianya ilmu, yang dirasakan padanya bahwa jalan ilmu penuh liku. Tentu semua ini sejalan dengan visi besar orang tua yang menginginkan semua nak-anaknya adalah ulama. Prosesnya dimulai sejak anak dalam kandungan bahkan jauh-jauh hari sebelum masuk jenjang pernikahan sehingga mencari pasangan yang memiliki visi yang sama.

Anak yang tidak dipahamkan keutamaan ulama padanya akan berat julukan itu melekat pada dirinya, tidak akan percaya diri untuk bisa meraih predikat ulama tapi justru malu dan menghindar, anak akan ridha menempuh jalan ilmu para ulama jika cukup motivasi dan dimulai sejak dini.

Orang tua bisa mengawali ilmu anak dengan menghafal Al-Qur'an, mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an sejak dalam kandungan hingga dia lahir kedua. Diharapkan anak tersebut sudah terbiasa menghafalkan Al-Qur'an dan khatam 30 juz di usia sebelum 10 tahun atau sebelum baligh. 

Karena Al-Qur'an adalah sumber informasi yang benar yang harus dihafal, dipahami, diamalkan dan disebarkan. Sejalan dengan itu anak diberikan Bahasah Arab yang fashih dan tsaqafah Islam yang dalam sesuai target kebutuhan keilmuan seorang ulama yang faqih fiddin sebagai pilar pembangun kepribadian Islam anak sebagai syarat dasar menjdi sosok seorang ulama. Pola pikirnya dan pola sikapnya dihiasi dengan ilmu ciri khas seorang ulama.

Jika anak sudah memiliki ilmu maka derjatnya akan ditinggikan kemuliaannya oleh Allah SWT, dengan begitu dia siap menjadi penjaga Islam yang dapat dipercaya dan generasi itu siap menuju mimbar ulama.[]

Wallaahu a’lam bishshawab


Oleh: Ustazah Yanti Tanjung
Pakar Parenting Islam
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar