Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Demokrasi, Ramah pada Koruptor


Topswara.com --  Pemerintah memberikan remisi kepada para koruptor, dan ini menjadi sorotan publik. Terdapat 23 narapidana koruptor kini bebas bersyarat. Adanya remisi yang diberikan terhadap eks napi tersebut membuat masa hukuman para koruptor tersebut menjadi lebih pendek dari masa seharusnya (Detik.news, 7/9/2022).

Selain itu, KPU membolehkan eks napi korupsi mendaftar menjadi calon anggota legislatif (caleg) di DPR, DPRD, dan DPRD pada Pemilu 2024 mendatang. Hal ini sangat memungkinkan karena keputusan tersebut tercantum dalam regulasi yang ditetapkan, termasuk UU Pemilu yang tidak melarang para eks koruptor untuk menjadi caleg kembali.

Pasal 240 ayat 1 UU RI No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tentang persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Namun, setelah ditelisik pada pasal tersebut yakni pada ketentuan pasal 240 ayat 1 huruf g hanya menjelaskan bahwa napi yang hendak mendaftar harus jujur mengungkapkan pada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana. Sehingga pasal tersebut tidak spesifik melarang eks napi termasuk kasus korupsi untuk maju menjadi calon anggota legislatif.

Selain itu, pada pasal 45A ayat 2 PKPU No. 31 Tahun 2018 menjelaskan terkait syarat bagi eks koruptor jika akan mendaftar sebagai caleg pada pemilu yaitu perlu memberikan lampiran keterangan terkait statusnya yang telah selesai menjalani pidana berdasarkan putusan pengadilan.

Para koruptor juga wajib untuk melampirkan salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan wajib melampirkan surat dari pemimpin redaksi media massa tingkat lokal ataupun nasional yang mengungkap bahwa caleg tersebut sudah jujur dan terbuka mengungkapkan sebagai eks pidana kepada masyarakat luas (Beritasatu.com, 28/8/2022).

Korupsi Marak di Sistem Demokrasi

Dengan beberapa kebijakan yang ditetapkan pemerintah terhadap para eks napi termasuk para koruptor mengindikasikan bahwa hukuman tersebut akan membuat Indonesia menjadi sarangnya para koruptor. Karena dalam hal ini korupsi tak lagi dipandang sebagai perbuatan keji yang harusnya diberantas dengan tegas agar kejahatan tersebut tidak terulang kembali.

Selain itu, hukum yang diberikan faktanya tidaklah memberikan efek jera bagi para koruptor. Seperti yang telah dipaparkan di atas, misalnya para koruptor malah diberikan remisi atau pengurangan masa pidana. 

Pemerintah berdalih bahwa pemberian remisi kepada para koruptor telah sesuai aturan. Jelas saja membuat publik merasa ada yang tidak beres. Selain itu para eks koruptor juga dipersilahkan untuk mendaftar sebagai caleg dengan beberapa syarat dan ketentuan yang ditetapkan. 

Sehingga para eks koruptor tidak kehilangan hak untuk mencalonkan diri dalam ajang kontestasi politik. Hal ini makin menegaskan bahwa sistem demokrasi kapitalistik sangat ramah terhadap para koruptor dan memberi banyak kesempatan agar koruptor tetap memiliki kedudukan tinggi di mata publik.

Begitulah ketika sistem yang digunakan adalah sistem buatan manusia yaitu sistem demokrasi kapitalistik, di mana manusia bebas membuat aturan yang notabene bisa ditarik ulur sesuai kehendak dan kepentingan mereka. Sistem kehidupan sekuler saat ini telah jelas menjauhkan agama dari kehidupan, sehingga menjauhkan manusia dari kesadarannya bahwa semua aktivitasnya berada dalam pengawasan Allah Subhanahu wa ta’ala dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Dalam sistem demokrasi kapitalistik yang menjadi tolok ukur perbuatan yaitu tercapainya kemanfaatan yang berupa materi. Hal ini tentu akan mencetak manusia yang serakah atau tidak merasa puas dengan gaji atau pendapatannya yang diperoleh. 

Sehingga, keserakahan itu akan menutup akal sehatnya dan membuat kerasnya hati. Itu juga yang terjadi pada pemimpin yang korup. Di mana pemimpin yang seharusnya mampu mengurusi hidup rakyatnya tetapi tega untuk menilap uang rakyat di tiap kebijakan yang dibuatnya.

Islam Solusi Memberantas Korupsi

Upaya yang dilakukan untuk membasmi hama korupsi hingga ke akarnya yaitu perlunya mengganti sistem kapitalisme liberal menjadi sistem Islam. Karena dalam sistem Islam mempunyai berlapis cara untuk menutup celah tindak pidana korupsi. 

Sedangkan dalam kapitalisme umumnya menjadikan orientasinya adalah materi, tak peduli cara memperolehnya sekalipun lewat jalan korupsi yang haram. Sedangkan dalam sistem Islam, menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan. 

Dalam hal ini, korupsi dihukumi haram dan merupakan perkara yang dimurkai Allah Subhanahu wa ta’ala. sebagaimana hadis berikut, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melaknat penyuap, penerima suap, dan orang yang menyaksikan penyuapan” (HR. Ahmad).

Selanjutnya sistem Islam akan membangun ketakwaan tiap individu yang memiliki kifayah (kapabilitas) dan syakhsiyah (kepribadian Islam) sehingga tidak akan berlaku curang. Sistem Islam juga akan memberikan sistem penggajian dan fasilitas yang layak bagi aparat pemerintah dan negara akan menghitung kekayaan mereka secara berkala.

Apabila masih ditemukan kasus korupsi maka sistem Islam akan melakukan upaya penegakan hukum dan sanksi yang tegas dan setimpal bagi para koruptor. Hukuman untuk koruptor masuk dalam kategori ta’zir yakni hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim, adapun bentuknya yaitu mulai dari yang ringan seperti nasihat atau teguran sampai yang paling tegas yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. 

Dengan serangkaian syariat Islam tersebut maka khilafah akan memberantas tindak korupsi hingga ke akarnya. Kini saatnya umat beralih pada sistem yang layak menjadi ideologi dan mampu menyelesaikan setiap problematika kehidupan. Sistem tersebut adalah sistem Islam, bukan demokrasi. Waallahu a’lam bishshwab.



Oleh: Asih Lestiani
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar