Topswara.com -- Pernah merenungi tidak, sudah berapa lama kita hidup di dunia? Lalu apa saja yang sudah dilakukan selama hidup di dunia. Dosa apa saja yang selama ini sudah kita buat? Mengingat setiap manusia pasti pernah berbuat dosa, entah disengaja atau tidak, dan bisa jadi tidak hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Namun Allah SWT itu Mahabaik. Meskipun hamba-Nya bergelimang dosa, sombong, sering mengabaikan Allah SWT atau sering ingkar janji, akan tetapi Allah SWT selalu memanggil kita dengan lembut, yaitu "Hamba-hamba-Ku yang melampaui batas" bukan "Hamba-hamba-Ku yang hina" atau "Hamba-hamba-Ku yang kotor" dan lainnya.
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang."
(QS. Az Zumar: 53)
Sebanyak apa pun dosa yang pernah kita perbuat, selama nyawa belum sampai kerongkongan, jangan pernah merasa berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah SWT. Walaupun kita merasa dosa kita sepenuh langit dan bumi hingga kita merasa bahwa surga itu terasa tidak pantas untuk kita pijaki, Allah SWT tidak peduli dengan dosa-dosa tersebut dan akan tetap memberi ampunan, asalkan kita mau bertobat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Allah SWT berfirman,
"Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepadaKu dan berharap kepadaKu, akan Aku ampuni, apa yang telah kamu lakukan Aku tidak peduli.
Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian engkau meminta ampun kepadaKu akan Aku ampuni.
Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia kemudian engkau datang kepadaKu tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula'." (HR. Tirmidzi)
Dari hadis di atas kita bisa tahu, betapa besarnya rahmat Allah SWT bagi hamba-Nya yang mau bertobat, memohon dan mengharapkan ampunan-Nya. Karena dengan tobat itu, maka Allah SWT akan mengampuni hamba-Nya sehingga terhapuslah dosa-dosa mereka.
Tapi ingat, setelah bertobat jangan sampai kita masuk ke dalam lubang yang sama. Mentang-mentang ampunan Allah SWT seluas langit dan bumi lalu kita mau bermaksiat lagi, lalu tobat lagi, begitu? Jangan.
Oleh karena itu, mari kita beristighfar jangan menyepelekan pertobatan dan kemaksiatan. Berhati-hatilah, kalau sudah ada pemikiran seperti ini, maka bisa dipastikan secara kuat terindikasi logikanya sekuler kapitalis.
Pemikiran Barat inilah yang mengajarkan manusia untuk memisahkan agama dari kehidupannya. Agama hanya digunakan di waktu-waktu tertentu, misalnya kelahiran, ijab qabul, atau kematian, agama cuma di masjid-masjid, di kajian-kajian Islam saja. Alhasil saat kesehariannya, yaitu saat memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya melalui jalan maksiat, kan nanti bisa bertobat. Astaghfirullah.
Selain membuat manusia menyepelekan bertobat, sistem sekuler ini juga membuat manusia tidak ada takut-takutnya dengan Allah SWT dan membuat manusia lupa diri kalau kematian itu bisa datang kapan saja bahkan sebelum sempat dia bertobat.
Memang untuk istiqamah dalam menjalani pertobatan tidaklah mudah. Apalagi godaan silih berganti karena sistem sekuler kapitalis masih eksis. Sistem ini yang membuat manusia rusak. Sebaik-baiknya orang, kalau hidup dalam sistem ini yang ditemukan bakal keburukan.
Salah satu buktinya, Misalnya kita mau browsing tugas, tapi kadangkala tiba-tiba muncul iklan-iklan yang tak diharapkan, iklan tak senonoh yang bikin mata terkontaminasi sama kemaksiatan. Ini masih perkara browsing, lalu bagaimana dengan perkara yang lain.
Tobat memang urusan individu, tetapi kalau dalam sistem Islam yang disebut dengan khilafah, maka akan ada peran negara yang mengkondisikan agar suasana keimanan itu ada di mana-mana. Entah di keluarga, masyarakat maupun negara. Jadi celah buat individu untuk bermaksiat sangatlah kecil. Ibarat kata, seburuk-buruknya orang dalam sistem khilafah pasti yang akan ditemui adalah kebaikan. Tidakkah kita merindukan sistem yang membawa kebaikan untuk umat manusia ini?
Oleh: Nabila Zidane
(Analis Mutiara Umat Institute)
0 Komentar