Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Basically Democracy was Sick, Finally is Failed!


Topswara.com -- Baik buruknya kondisi suatu negara bisa terlihat dari tatanan yang diterapkan kepada masyarakat. Hasilnya akan tercermin secara kasat mata tanpa bisa direkayasa. Sehingga untuk melakukan analisa terhadap kerusakan suatu negara tercermin dari kehidupan sehari-hari penduduknya. Mulai dari kalangan rakyat biasa hingga pejabat negara. 

Seperti halnya kondisi Indonesia sekarang. Secara fakta, tidak dapat dipungkiri bahwa bumi pertiwi yang kaya raya namun penduduknya hidup mayoritas di bawah garis menengah-bawah. Sedangkan orang-orang kaya hanyalah segelintir yang mampu menikmati kekayaan negeri khatulistiwa ini. 

Mereka dari kalangan atas alias orang kaya segelintir itu termasuk para pejabat. Mulai dari penguasa daerah hingga kepala negara. Adakah Presiden Indonesia yang tidak punya harta saat menjabat hingga pensiun? Adakah kepala daerah yang jadi pengemis setelah jadi raja di daerahnya? Malah sebaliknya bukan? Mereka hidup bergelimang harta bak Sultan sebab banyaknya cuan. 

Indonesia yang konon mengagumi dan bangga dengan penerapan demokrasi ternyata begitulah hasilnya. Ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial, rebutan jabatan menjadi kebiasaan yang sepertinya tidak bisa untuk diubah lagi. Padahal, sistem negara demokrasi dengan jargon-jargon andalannya seharusnya mampu mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan kepeimimpinan yang adil serta amanah. Tetapi fakta menunjukkan sebaliknya. 

Rusaknya demokrasi di negeri ini diamini oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Dilansir dari Kompas.com, ia mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia sedang tidak sehat dan tidak baik-baik saja.  Pernyataan tersebut ia lontarkan saat memberikan sambutan di malam puncak HUT KAHMI ke-56 pada 17 September 2022.

Mahfud MD menjelaskan demokrasi yang ia maksud tidak sehat  itu  salah satunya tercermin dari pemilihan pimpinan pejabat daerah. Hampir 92 persen menurutnya pejabat daerah terpilih karena cukong dan uang. Jika berdasarkan perhitungan KPK, 84 persen pejabat daerah tersebut terpilih Karena cukong. Ia menyebut bahwa demokrasi di Indonesia adalah demokrasi jual beli. Hingga ia menghimbau agar semua pihak seharusnya jujur dalam berpolitik.

Tetapi kemudian muncul berbagai persoalan lainnya. Sebab, jika penuturan Mahfud MD itu benar, maka apakah hanya kepala daerah yang terpilih karena cukong dan uang dalam demokrasi Indonesia? Bagaimana dengan Presiden dan anggota DPR? Pejabat eselon? Atau apakah demokrasi itu hanya di Indonesia saja yang rusak? 

Memahami Demokrasi Dari Dasar (Akar-akarnya)

Hingga hari ini, dunia masih mengaku bahwa demokrasi adalah sistem terbaik untuk mengatur suatu negara. Negara-negara Barat terus mengkampanyekan keunggulan-keunngulan sistem demokrasi dengan empat nilai kebebasannya. Kebebasan berpendapat (the freedom of speech), kebebasan beragama (the freedom of religion), kebebasan berekspresi (the freedom of expression), dan kebebasan berpikir (the freedom of though).

Meskipun pada pelaksanaannya, keempat jargon andalan demokrasi tersebut tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan adil. Sebab, standarnya diserahkan kepada individu masing-masing untuk menafsrikan makna dari keempat jargon. 

Barat sendiri sebagai pengusungnya, tidak mengamalkan demokrasi secara ideal. Sebut saja Amerika sebagai simbol kebebasan atau hak asasi yang selalu ditonjolkan. Untuk menjadi kepala negara saja alias Presiden, Amerika tidak pernah mengizinkan seorang wanita menduduki kursi Presiden negara adidaya. Mereka selalu mengupayakan agar wanita tidak menjadi kepala negara. 

Padahal, harusnya jenis kelamin bukanlah persoalan yang boleh diangkat. Memang boleh jadi calon presiden, tetapi untuk menang atau dimenangkan, Amerika belum terbukti demokratis. 

Begitu juga dengan Inggris. Meskipun katanya menjujung kebebasan, banyak skandal politik pada setiap proses pemenangan Perdana Menteri atau pejabat negara juga kerajaan. Artinya, tidak demokratis. Belum lagi kondisi sosial dengan tingkat kasus pelecehan seksual. Katanya bebas berekspresi, tetapi ketika orang-orang telanjang keluar, tidak ada jaminan mereka aman dari gangguan dan pemerkosaan.

Begitu juga kebebasan beragama. Perlakuan diskrimininatif, deislamisasi sedang berkembang mekar di negara-negara Barat hari ini. Hingga menjamur ke negara-negara yang memiliki pendudkan minoritas baik di benua Afrika juga Asia seperti India, Myanmar, China, dan sebagainya. Semua negara-negara itu mengaku demokratis. 

Sebenarnya ada dilema yang dialami oleh sebagian negara-negara besar di dunia dengan istilah demokrasi. Sebab, sebagian dari mereka tetap menginginkan sistem pemerintahan nenek moyang mereka seperti misalnya Inggris dengan monarkinya. Begitu juga Arab Saudi, atau bahkan India dengan teokrasi Hinduisme-nya. 

Tetapi jika tidak mengaku demokrasi akan dianggap bersebrangan dengan negara adidaya dan pastinya menimbulkan masalah. Suka tidak suka, setiap negara maju dan berkembang harus mengakui demokrasi sebagai bentuk ketundukan dan persekutuan terhadap negara penguasa global. 

Demokrasi sudah diajarkan sejak sekolah dasar di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga ke perguruan tinggi. Seolah-olah kurikulum pun harus terus mengingatkan juga mengawal anak-anak bangsa untuk mengakui demokrasi adalah ruh negaranya. 

Demokrasi sejujurnya bukanlah asli milik Indonesia juga bukan Amerika apalagi Inggris dan India. Terlebih Arab Saudi dan China. Demokrasi adalah milik Yunani kuno dari kota Athena. 

Ide ini lahir dari hasil pemikiran manusia (Khleistenes) yang hidup saat zaman kegelapan dan penindasan sebagai alternatif solusi untuk mengakhiri atau melawan sistem pemerintahan yang menindas dan tidak manusiawi oleh pihak pemilik kekuasaan. Demokrasi dalam referensi sejarah lahir sekitar 500 an tahun SM. Jadul sekali bukan? Tetapi masih dianggap cocok dengan abad modern seperti sekarang. Bukankah hakikatnya pengadopsi demokrasi adalah berpikir mundur dan katro jauh ke zaman SM (Sebelum Masehi).

Dan bicara soal dasar demokrasi, dari ajarannya yang menganggap bahwa masyarakat dalam hal ini manusia, punya otoritas untuk menciptakan undang-undang sebagai aturan dalam kehidupan. Maka muncullah teori trias politica sebagai lembaga yang dibagi-bagi untuk menentukan, menyetujui dan menjalankan undang-undang. Lahirnya perundang-undangan tersebut adalah hasil kesepakatan bersama dari lembaga yang disebut legislatif sebagai perwakilan seluruh rakyat yang dimaksud. 

Karena semangat dasar lahirnya sistem pemerintahan demokrasi adalah alternatif yang diharapkan untuk menghilangkan dominasi raja dan kaum agamawan, maka tentu peraturan yang akan dilegalkan dalam sistem ini adalah tidak bercorak agama tertentu. Bisa diambil dari banyak keyakinan yang sifatnya menguntungkan bagi pihak penentu undang-undang. Namanya juga manusia, standar baik-buruknya bukan karena kebenaran melainkan hawa nafsu. 

Lalu seiring berkembangnya negara Eropa atau Barat, maka demokrasi pun tetap diadopsi untuk membawa ide-ide modern Barat seperti sekulerisme, kapitalisme dan liberalism. Termasuk sosialisme komunisme. Demokrasi sangat cocok mengakomodasi ide-ide Barat tersebut. Karena jaminan kebebasan yang diyakini oleh sistem ini sangat memberikan peluang untuk masuknya paham-paham yang sejalan meskipun terlihat sedikit berbeda. Namun bisa saling menguntungkan alias simbiosis mutualisme. 

Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan Islam? Apakah demokrasi bisa mengakomodir syariat Islam dan kaum Muslim untuk menjalankan agamanya? Bukankah bebas harusnya berlaku bagi siapapun dan keyakinan manapun menurut konsep dasar demokrasi?

Ternyata tidak! Sebab demokrasi menganggap bahwa rakyat adalah makhluk yang memiliki otoritas sebagai penentu kebijakan hidup. Simbol demokrasi vox vovuli vox dei, suara rakyat suara Tuhan, menunjukkan betapa naif dan sembrawutnya demokrasi menyandingkan Tuhan sebagai pencipta dengan manusia yang hanya makhluk.

Islam tidak bisa masuk dalam konsep demokrasi. Sebab Islam tidak meyakini kebebasan seperti halnya demokrasi. Sementara sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan serta paham kebebasan dalam segala aspek kehidupan ala kapitalisme sangat cocok dengan demokrasi. 

Sekulerisme akhirnya memanfaatkan demokrasi untuk terus menciptakan kehidupan manusia yang semakin bebas dan tidak terbatas. Peraturan dikendalikan oleh pemilik kekuasaan dan pemodal. 

Negara dijadikan sebagai fasilitator kebebasan dengan jaminan undang-undang. Bahkan atas nama demokrasi, Barat dengan leluasa melakukan penjajahan fisik dan politik ke wilayah/negara yang mereka inginkan. Hasrat kekuasaan dan kerakusan Barat untuk menguasai dunia menjadi lebih mudah dengan mengkampanyekan demokrasi sebagai sistem yang terbaik bagi siapapun. 

Sekulerisme kapitalis mampu mendominasi dunia secara politik dengan hegemoninya melalui bantuan ide demokasi. Sebaliknya, demokrasi anti dengan Islam. Sebab segala yang diaturkan oleh Islam berasal dari Sang Pencipta. Islam tidak mengajarkan pemeluknya atau manusia menciptakan undang-undang, melainkan menerapkan dan melaksanakan syariat Islam yang telah ditetapkan sebagai peraturan hidup. 

Islam tidak perlu membentuk lembaga kesepakatan dan perwakilan untuk melahirkan undang-undang buatan manusia. Sebab prinsip Islam sangat jelas. Sang Pecipta, Allah SWT adalah Al-Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan. Pastinya lebih mengerti dan memahami mana yang baik dan buruk untuk untuk makhluk-Nya. 

Itulah sebabnya, dasar demokrasi yang sekuler dengan Islam yang terikat dengan Sang Pencipta menjadi dalil utama ketidakcocokan antara keduanya. Bila dicampurkan, maka terjadilan pencampuran yang haq dan batil. Demokrasi secara sejarah tidak berasal dari Islam, dan secara pandangan hidup bertentangan dengan aqidah Islam. 

Demokrasi Biang Kerok Kerusakan di Indonesia

Tingginya angka yang disajikan oleh Mahfud MD tentang kerusakan tata cara pemilihan kepala daerah dari hasil cukong dan uang adalah salah satu bukti kerjasama demokrasi dengan kapitalisme. Kapitalisme memandang bahwa materi, jabatan, adalah kebahagiaan. Hingga berlomba-lomba menjadi penguasa. Soal modal, telah disiapkan oleh para pemain kapitalis sebagai pinjaman. 

Kelak, ketika jagoan-jagoan kapitalis tersebut terpilih, bukankah modal pinjaman cukong harus diprioritaskan? Mungkin tidak semua meminta uangnya kembali. Tetapi sebagian menilai bahwa kemudahannya untuk masuk ke negeri ini berinvestasi adalah lebih menguntungkan berkali lipat. Hingga lahirlah kemudahan peraturan untuk menjamin para cukong menjarah sumber daya alam negeri ini. Inilah yang disebut politik transaksi dalam demokrasi Kapitalis.

Pemilihan kepala negara juga tidak akan berbeda dengan femonema ini. Sebab banyaknya modal yang dibutuhkan untuk kampanye bisa mencapai ratusan milyar bahkan triliunan untuk kelas Presiden. Sementara bantuan APBN tentu tidak mencukupi. Darimana modal lainnya jika bukan dari para cukong? 

Akhirnya, muncullah saling sandera kepentingan. Jika cukong dari salah satu partai tetentu, maka jatah menteri harus ditangan. Jika dari asing, muluskan langkahnya untuk mengambil apapun yang ia inginkan di negeri ini sebagai balas jasa modal kampanye. 

Jika sudah demikian, kapan mereka berfikir untuk rakyat? Kapan akan punya visi-misi sebagai pemimpin yang adil, amanah dan bertaqwa seperti sumpah jabatan yang mereka ucapkan? Kapan mereka meluangkan hati dan pikiran untuk perubahan dan kemjuan yang lebih baik untuk negeri ini? Sementara mengembalikan modal saja masih menguras energi.

Kerusakan yang muncul dari kepala (atas) yaitu pemimpin berawal dari sistem dan pandangan hidup yang salah. Sebagai negeri mayoritas Muslim, dan para penguasanya juga mayoritas Muslim, selayaknya menerapkan sistem dan peraturan yang shahih. Tentu saja bagi iman seorang Muslim, yang shahih hanya satu, yaitu Islam. 

Tanpa aturan Islam, kerusakan dalam tata cara meilih penguasa akan terus brulang dan berulang ingga negeri ini menemui kehancuran. Sudah saatnya Indonesia diselamatkan dari kerusakan demokrasi dan kapitalisme. 

Sadarlah, bahwa demokrasi bukan berasal dari Indonesia semisal buatan Empu Tantular misalnya atau Empu Gandring yang bermukim dan lahir di Nusantara ini. Tetapi demokrasi berasal dari Yunani atau barat yang diimpor sebagai racun untuk menghancurkan negeri ini. 

Sementara Islam adalah asli milik bangsa dan rakyat Indonesia. Karena pemeluk Islam adalah penduduk Nusantara yang tanpa paksaan menerima Islam sebagai agamanya dengan sadar lagi bangga. Jika bicara original dan import, maka Islam original milik masyarakat Indonesia, dan demokrasi adalah ide imopor yang rusak dan merusak. So, basically democracy was sick, finally is failed! Allahu a’alam bissawab.


Oleh: Nahdoh Fikriyyah
Dosen dan Pengamat Politik
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar