Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

K.H. Hafidz Abdurrahman: Jabatan Bukanlah Hak, Kebanggaan, dan Kemuliaan di Dunia dan Akhirat


Topswara.com -- Khadim Syaraful Haramain, KH Hafidz Abdurrahman, M.A. mengatakan jabatan bukanlah hak, kebanggaan, dan kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat.

"Begitulah, Nabi ï·º mengajarkan filosofi jabatan sebagai amanah, tanggung jawab, kewajiban, kehinaan, dan penuh penyesalan. Jabatan bukanlah hak, kebanggaan, dan kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat,” jelasnya kepada Topswara.com, Senin (22/08/2022).

Ia menegaskan, ketika filosofi ini dipegang kuat-kuat dan dilaksanakan dengan baik oleh pemegang amanah, maka ia akan selamat.

“Jauh sebelum menerima amanah, ia harus mengukur kemampuannya, layakkah? Jika ia merasa tidak layak atau ada yang lebih layak darinya, ia akan menolak, karena ia tahu, kekuasaan bukanlah kebanggaan dan kemuliaan,” ungkapnya.

Menurutnya, Umar bin al-Khaththab pun murka saat sebagian sahabat memintanya untuk mencalonkan putranya, Abdullah bin ‘Umar, sebagai khalifah penggantinya. “Celakalah kamu! Tidak ada dari keluargaku yang ingin aku libatkan,” terangnya.

Ia menjelaskan, begitulah, jika seorang pemimpin memahami filosofi kekuasaan bukan sebagai kehormatan tetapi kehinaan. “Oleh karena itu, ia tidak akan pernah lalai sedikit pun terhadap urusan rakyatnya,” bebernya.

Ia memaparkan, ketika Umar bin al-Khaththab mendengar Utsman bin al-‘Ash telah membawa rombongan orang mengarungi lautan, maka beliau berkomentar, “Dia membawa mereka, sementara antara mereka dengan laut itu hanya ada papan? Demi Allah, kalau sampai mereka celaka, aku akan tuntut diyat mereka dari Tsaqif,” tambahnya.

Menurutnya, bagi Umar, tindakan Utsman ini bentuk kelalaian, karena membawa rombongan naik perahu [kapal] yang tidak layak jalan, “Jangankan nyawa Muslim, yang oleh Nabi ï·º disebut lebih berharga ketimbang hancurnya Ka’bah, bahkan terhadap hewan yang terperosok, Umar pun takut kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta'ala,” ujarnya.

Ia berpesan, ketika filosofi jabatan itu tidak lagi menjadi amanah, tanggung jawab, kewajiban, kehinaan, dan penyesalan, justru jabatan telah dijadikan keuntungan, kehormatan, dan segudang kemewahan, yang terjadi adalah seperti saat ini.

“Orang bodoh nan lemah yang tidak layak menjabat berebut jabatan. Negara dan rakyat pun menjadi korban, darah tumpah di mana-mana dan kekayaan dijarah tidak tersisa,” tandasnya. [] Riana
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar