Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kegagalan Sistem Kapitalis Menyejahterakan Rakyat


Topswara.com -- Sungguh sangat ironis menyaksikan keadaan yang mencekam di saat ribuan keluarga berbondong-bondong mengantre bantuan makanan di bank pangan setiap harinya. Mereka mengantre di sejumlah organisasi bank makanan yang tersebar di berbagai penjuru negeri Paman Sam. 

Negeri percontohan dunia yang dinilai berhasil dalam pengelolaan sistem kapitalis yang dianut. Warganya rela mengantre panjang demi mendapatkan kotak bantuan pemerintah yang berisi kacang kaleng, selai kacang, dan nasi.

Ternyata, bank makanan itu sudah memberikan paket makanan ke 4.271 keluarga pada pekan ketiga Juni. Sekarang yang mengantre bantuan malah bertambah banyak, karena harga makanan sangat tinggi dan terus naik setiap hari. 

Angka inflasi tahun ini memang yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir, yaitu naik 9,1 persen jika dibandingkan tahun lalu. Harga pangan di Amerika Serikat naik drastis dan menyebabkan warga mencari bantuan ke sana-sini.  

Banyak bank pangan Amerika Serikat pun mengalami kesulitan memenuhi permintaan warga, mengingat pemerintah kini memberikan lebih sedikit makanan untuk didistribusikan. Donasi toko kelontong juga berkurang. Dunia mengalami stagflasi, tak terkecuali Amerika Serikat sebagai negara besar yang dianggap maju. Manusia yang tak mampu penuhi kebutuhan dasar bukan hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju

Apalagi Indonesia sebagai negara berkembang, penduduk miskinnya sudah mencapai 26,16 juta jiwa, dan jumlah terbanyak berada di Pulau Jawa. Seperti yang diungkap Ahmad Riza Patria, Wakil Gubenur DKI Jakarta, peningkatan jumlah penduduk miskin tidak hanya terjadi di DKI, tapi di seluruh Indonesia. 

Mengapa hal itu terjadi? Tidak lain karena sistem demokrasi sekuler yang dianut. Dalam sistem demokrasi sekuler, target-target pencapaian pembangunan ekonomi tidak pernah dicanangkan sampai per individu karena keterbatasan dalam regulasi yang dimiliki negara dan negara tidak memiliki tools dalam sistem perangkat politiknya. Seharusnya negara mengetahui caranya mendeteksi orang per orang supaya bisa sejahtera dan dapat mewujudkannya. 

Dalam Islam kesejahteraan itu harus diwujudkan bukan hanya sampai orang per orang, tetapi sampai dengan bayi yang baru lahir. Ukuran garis kemiskinan di dalam Islam itu tidak ada, yang ada hanya situasi miskin, dan itu tidak diukur naik dan turun, tidak juga diukur dengan berubah-ubah, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam, secara istilah fakir adalah seseorang yang tidak dapat mencukupi setengah dari kebutuhan pokoknya dan tanggungannya yaitu istri dan anaknya, seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. 

Dan miskin adalah seseorang yang hanya dapat memenuhi setengah atau lebih kebutuhan pokoknya dan tanggungannya, namun tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhannya. Maka golongan ini akan mendapatkan pembagian zakat, mendapatkan sedekah, dan pemberian dari negara. Banyak mekanisme ekonomi yang dijalankan sehingga mereka bisa terangkat dari kondisi kemiskinannya. 

Inilah keunggulan regulasi ekonomi Islam, karena bersumber dari Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sudah pasti tidak akan pernah salah atau keliru akan kebutuhan ciptaan-Nya apabila aturan dijalankan dan larangan tidak pernah dilanggar. Maka perekonomian akan terus bergerak, harta tidak menumpuk di orang-orang kaya saja, jadi harta terus berputar dengan berbagai mekanisme ekonomi dalam masyarakat. 

Itulah kunci rahasia keberhasilan pembangunan ekonomi dalam Islam. Sehingga dapat dipastikan semua warga negaranya tidak boleh ada yang sampai kelaparan, baik yang Muslim maupun non-Muslim. 

Oleh karenanya, masihkah kita kurang bukti untuk melihat kegagalan sistem kapitalis menyejahterakan rakyat. Oleh karenanya dunia membutuhkan Islam sebagai panduan dan sumber membangun agar negara anti krisis, dan mensejahterakan rakyatnya. Aamiin.[]


Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar