Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islamofobia dari Lingkaran Kekuasaan


Topswara.com -- "Mayoritas rasa minoritas" barangkali itulah nasib umat islam di negri +62 ini. Terus dituding, dicurigai dan selalu dijadikan target sasaran stigma negatif. Inilah barangkali masa dimana Rasulullah SAW mengisyaratkan, bahwa kelak umat Islam walaupun mayoritas, jumlahnya banyak namun tidak lebih bagai buih. 

Demikian pula yang menimpa para ulamanya, mereka adalah pelita umat yang seharusnya dihormati malah dibiarkan mengalami persekusi. Ada apa dibalik arogansi negara sekecil Singapura, dengan begitu pongah mendeportasi ulama sekaliber UAS yang begitu dihormati di negri muslim terbesar di dunia ini? Mengapa penguasa negri ini dan aparat negara, bukanya membela ulamanya dan menjaga martabat bangsa, malah justru menyalahkan sang ulama? Benarkah islamofobia menjangkiti mereka??

Islamofobia Di Lingkaran Kekuasaan Sampai Pemerintah Singapura

Publik belum lupa Pidato presiden Joko Widodo dilingkungan TNI dan POLRI beberapa waktu lalu, yang mengingatkan jangan sampai mengatas namakan demokrasi kemudian disusupi penceramah radikal dalam kegiatan beragama, pernyataan ini di"amin"kan Tenaga ahli utama Kantor staf presiden Ali Mochtar Ngabalin, bahwa apa yang disampaikan presiden sudah tepat, karena ibarat kanker radikalisme di negri ini sudah stadium empat, sangat kritis!," ahad (6/3/2022) suara.com. 

Radikalisme seolah jadi problem utama bangsa dan monster bagi negri ini. Perhatian rakyat dialihkan dari fakta korupsi yang merajalela, krisis ekonomi, moral, keterpurukan rakyat disegala bidang, yang begitu nyata didepan mata. 

Narasi radikalisme gencar ditiupkan sehingga memalingkan publik dari permasalahan bangsa sesungguhnya. Berbagai masalah dari ujung Sumatra hingga Papua, seolah tak ada apa-apanya dibanding radikal radikul. Tidak main-main kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Ammar bertemu mentri negara Singapura untuk memperkuat kolaborasi dalam menangkal Radikalisme. SeputarTangsel.com-Pikiran.Rakyat (19 Mei 2022). 

Nampaknya gayung bersambut pada hari selasa 18 Mei 2022, pemerintah Singapura mendeportasi UAS, ulama berusia 45 tahun ini dilarang masuk Singapura. Menurut situs resmi kemendagri Singapura UAS dituduh menyebarkan ekstrimisme dan segregasi, sementara di Singapura multiras dan etnis , yang dikaitkan dengan ceramah yang pernah disampaikan UAS. 

Islamofobia, Narasi Demokrasi Sekuler Menahan Kebangkitan Islam

Jelaslah bahwa target Radikalisme adalah Islam dan kaum muslimin, fakta-fakta diatas mengkonfirmasi bahwa rezim saat ini memang anti islam (islamofobia). Dan Singapura yang notabene sekutu barat yang berideologi kapitalisme, demokrasi sekuler, mereka pasti seiring sejalan  bersama barat dan para pemimpin bonekanya untuk melawan bangkitnya Islam, melalui narasi radikalisme. 

Apa yang dilakukan Singapura mendapat kecaman dari berbagai kalangan di tanah air. Dari ketua MUI Kholil Nafis dan anggota fraksi PAN. Tindakan Singapura ini merupakan "tuduhan serius" melecehkan martabat ulama yang dikenal lurus, dihormati umat dan tidak ada catatan negatif. Singapura yang sebenarnya memiliki akar sejarah islam yang kuat, telah gegabah menghakimi UAS secara sepihak. 

Seharusnya Indonesia sebagai sebuah bangsa besar dengan kekuatan Muslim terbesar di dunia, dan umat mayoritas, tidak boleh tinggal diam! Harus  melakukan pembelaan dan memberi perlindungan bagi warganya apalagi pada seorang ulama. 

Alih-alih penguasa di negri ini bersikap takzim dan membela ulama, malah seorang mentri sebagai pembantu presiden, mengeluarkan pernyataan yang menyakitkan umat, dengan mengatakan hendaknya seorang ulama mawas diri menjaga lisan, bersikap baik pada tetangga, supaya tidak diusir!. 

Disisi lain arogansi Singapura telah menodai haibah/kewibawaan Indonesia sebagai bangsa berdaulat, dengan mengintervensi hak warganegara Indonesia. 

Lawan Islamofobia Dengan Islam Kaffah

Sistem yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme demokrasi sekuler, memang dipastikan tidak akan bisa seiring dengan ideologi Islam. Karena memang musuh utama demokrasi adalah Islam. Sekularisme yang merupakan landasan demokrasi yang memisahkan agama dari kehidupan, adalah sebab munculnya penyakit akut islamofobia. 

Siapapun penguasa sebuah negri yang menganut demokrasi sekalipun warganya mayoritas Muslim, akan sulit melawan penyakit islamofobia, malah negri-negri demokrasi ini saling bekerjasama menghancurkan Islam. 

Maka tiada lain solusi menuntaskan islamofobia tidak cukup dengan menetapkan hari anti islamofobia, namun umat Islam harus kembali kepada pemahaman islam secara kaffah (menyeluruh) jangan sampai terpengaruh pemikiran yang jauh dari Al-Qur'an dan sunnah hingga benci pada syari'atnya sendiri. 

Kemudian tidak cukup mempelajari, umat islam harus berupaya untuk menerapkan islam secara kaffah agar negri ini baik muslim dan non musli. menjadi kuat, memiliki kewibawaan. Hingga Islam jadi rahmat bagi seluruh.alam..


Oleh: Rengganis Santika A, S.T.P.
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar