Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bendera Tauhid dan Khilafah Dikriminalisasi Jelang Kontestasi 2024


Topswara.com -- Ketakutan publik terhadap bendera tauhid kian memuncak akibat opini negatif yang terus disuarakan mengenai bendera yang berkalimatkan Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Sering kali kita temui simpang siur tentang bendera ini yang membuat publik semakin antipati dan ciut terhadapnya.

Kepolisian pun menindaklanjuti bagi siapa pun yang mengibarkan bendera tauhid berwarna hitam putih di tempat umum.  Mereka beranggapan bahwa bendera ini milik kelompok radikal-terorisme dengan menyebutkan milik HTI yang hendak mengubah Pancasila dengan khilafah.

Sehingga pemimpin tertinggi Khalifatul muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraka, ditetapkan sebagai tersangka penyebaran berita bohong dan UU Ormas yang memiliki spesies sama dengan kelompok pegiat Khilafah Islamiyah lainnya seperti Hizbut Tahrir Indonesia, Jamaah Muslimin Hizbullah dan Kelompok radikal-terorisme lainnya, kata makmum (detiknews, 09/06/ 2022).

Makmum juga menduga penangkapan pimpinan Khalifatul Muslimin memicu sejumlah peristiwa lainnya, salah satunya munculnya bendera mirip bendera HTI dalam acara deklarasi dukungan terhadap Anies Baswedan sebagai capres 2024 (detikNews, 08/06/2022).

Kriminalisasi ajaran Islam, bendera tauhid dan khilafah terus dilakukan dan memanfaatkan momen hiruk pikuk pencapresan. Opini publik digiring mendesak capres agar turut dalam arus memonsterisasi ajaran Islam bukankah ini membuktikan politik demokrasi sangat antipati terhadap Islam dan hanya memberi satu pilihan pada kontestan mana pun, bila mengikuti prosedur demokrasi maka harus anti terhadap khilafah.

Menunggu waktu pencapresan merupakan impian setiap masyarakat agar harapan pergantian presiden disegerakan karena semenjak kepemimpinan Jokowi harapan masyarakat terkubur oleh janji manis yang telah basi. Memang ada beberapa infrastruktur yang dibangun oleh Jokowi dan dinikmati pula oleh masyarakat tetapi tidak sebebas yang diharapkan. 

Pembangunan yang riah tidak menuntut masyarakat bergerak bebas sebab dana pembangunan hasil utang kepada Aseng dari tahun ke tahun utang meningkat bunga melonjak denda membengkak. 

Alhasil pembangun-pembangunan yang berdiri di tanah Indonesia bukan hak milik Indonesia melainkan hak milik Aseng, disebabkan negara tidak mampu membayar setiap utangnya, SDA yang berlimpah ruah bukan lagi dinikmati oleh anak bangsa sebab hak milik telah beralih kepada Aseng.

Masyarakat menjerit tidak mendapat naungan untuk mengadu. Pemimpin bekerja hanya untuk di lihat bukan untuk tanggung jawab, itu sebabnya masyarakat menginginkan ganti presiden disegerakan agar realiti hidupnya terjamin sesuai harapan. Masyarakat pun banyak berharap agar Anies Baswedan menjadi presiden untuk periode berikutnya. Dengan mendorong agar ia mencalonkan diri sebagai Capres tahun 2024-2029.

Menjadi seorang presiden tidaklah mudah, tanggung jawab begitu besar di dunia hingga akhirat, memangku jabatan bukan suka-suka hati, duduk melenggang kaki tetapi ia punya amanah untuk menjadikan negara ini sebagai negara maju yang punya segalanya. 

Kekayaan alam dikelola negara sendiri, hingga hasil ekspansi dari tangan-tangan anak-anak bangsa yang berkompeten di situ juga mereka mengembangkan kapabilitasnya bukan mengambil buruh kasar Asing yang melahirkan banyak pengangguran dalam negeri.

Tidak sedikit juga umat Islam memberi peluang besar untuk Pak Anies Baswedan maju menjadi Capres 2024-2029, dengan mengikuti prosedur demokrasi, namun tidak ada kesadaran bahwa demokrasi gagal membawa Indonesia sejahtera. Umat Muslim harus sadar kalau Indonesia butuh pemimpin yang bijak yang hendak membangun negeri dengan sistem terbaik.

Sistem itu tidak akan terealisasikan jika umat Islam masih setia dengan demokrasi dan anti terhadap ajaran agamanya, pengibaran bendera Islam saja di tempat umum sudah membuat orang-orang geger dan takut kalau demokrasi digantikan oleh sistem khilafah dan menganggap bendera tauhid adalah bendera organisasi radikal terorisme yakni HTI. 

Sejatinya propaganda anti Islam di Indonesia semakin marak digaungkan oleh pembenci Islam, ketakutan terhadap khilafah sebenarnya bukan karena keras aturannya tetapi memang dari propaganda Barat untuk menjauhkan umat Islam dari ajarannya sendiri. 

Jadi, salah tanggapan jika khilafah di kaitkan sebagai dalang dari problem dalam negeri demokrasi saat ini, dengan alasan bahwa Indonesia punya budaya dan agama yang berbeda-beda sedangkan khilafah adalah negara Islam yang khusus untuk Muslim saja. 

Karena itu, sejarah Islam telah mencatat, bahwa justru betapa berhasilnya khilafah memimpin 2/3 dunia kurang lebih 1300 tahun, non muslim hidup tanpa terganggu sebab hak-hak kehidupan dari ibadah, perlindungan, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan jasmani disediakan langsung oleh pemimpin Islam bagi rakyat-rakyat yang kurang mampu, bila dibandingkan dengan sistem demokrasi sangat jauh berbeda, rakyat kecil dibiarkan terlantar di jalan, kolong jembatan, makan makanan sampah tanpa ada perhatian khusus bagi mereka.

Alasan pemimpin demokrasi sejatinya tidak ingin dilengserkan dari jabatannya dan kehilangan keuntungan besar yang telah banyak disediakan oleh pihak korporasi Asing, mereka sudah terikat janji saling menguntungkan sesamanya dan merugikan masyarakat padahal hak masyarakat akan kekayaan alam dinegara ini semua wajib diberikan oleh rakyat yang tidak mampu bukan diberikan kepada penjajah Asing.

Oleh karenanya, wajib bagi umat Islam menyuarakan khilafah sebagai pengayom masyarakat, dan tidak perlu takut dengan bendera hitam putih yang berlafazkan La Ilaha Illallah MuhammadaRasulullah dan jangan melabelkannya sebagai bendera HTI karena Bendera Ar roya dan Al Liwa adalah bendera Islam. 

Sebagaimana Rasulullah saw. Bersabda : Bendera (pasukan) Rasulullah itu hitam dan panjinya itu putih yang bertuliskan di atasnya ‘La Ilaha Illallah Muhammada Rasulullah,’”(HR At-Thabarani).

Dan bendera ini berkibar kala Islam memimpin, Al Liwa adalah bendera yang digunakan sebagai tanda kemenangan, juga pernah di kibarkan di medan peperangan bersama bendera Ar Roya, pemegang bendera ini adalah orang-orang khusus yang memiliki tingkat pertempurannya tinggi, terlebih lagi bendera Al Liwa karena bendera inilah bendera kemenangan bagi umat Islam sehingga jatuhnya bendera ini sangat di takutkan oleh kaum muslimin.

Oleh karena itu, jangan terobsesi oleh media yang mengadu domba bendera ini, kita harus bangkit dan harus melek kalau Islam di intimidasi dan di diskriminasi semenjak demokrasi memegang takhta kesisteman di negeri-negeri Muslim. Tidak ada tempat mengadu dan mengayom bagi kita, olehnya itu kita butuh khilafah sebagai sistem kehidupan.
Wallahu ‘alam bisshawab.


Oleh: Sasmin, S.Pd
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar