Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ibu Pencetak Generasi, Bukan Penggerak Ekonomi


Topswara.com -- Terkait pembahasan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) oleh DPR, salah satu isinya membahas soal cuti melahirkan selama enam bulan saya menilai hal ini adalah sebuah pemerasan sumber daya manusia (SDM) yang memanfaatkan perempuan terkhusus ibu sebagai motor penggerak ekonomi.

Seakan-akan memberikan kelonggaran bagi ibu pekerja selama cuti melahirkan, akan tetapi tidak ubahnya hanya sebatas pemanis, kenikmatan sesaat yang sebenarnya pahit untuk diterima.

Bagaimana tidak? Solusi atas cuti melahirkan menjadi enam bulan tersebut bukanlah akar dari masalah banyaknya ibu-ibu pekerja yang depresi pasca melahirkan.

Ibu-ibu dan perempuan di luar sana membutuhkan solusi tuntas yang mengentaskan berbagai permasalahan rumah tangga. Sangat miris jika bayi yang harusnya mendapatkan perawatan, asi intensif, maupun asuhan ibu harus rela mereka tinggalkan untuk bekerja.

Apalagi tak jarang perusahaan melakukan over time (lembur) pada jam kerja, berangkat pagi pulang malam dan tidak sedikit perusahaan yang berlakukan kerja pada jam malam.

Hal ini tentu berdampak pada kewarasan dalam mengasuh anak. Sudah dipastikan akan menimbulkan berbagai masalah, ibu akan merasakan kelelahan fisik dan psikis. Belum lagi urusan berberes di rumah jika tidak ada asisten rumah tangga, dapat dipastikan ibu akan mengalami stres dan goncangan jiwa.

Selain itu, dampak yang ditimbulkan pada anak tidak terurus dengan baik. Tidak sedikit anak dititipkan ke tempat penitipan anak ataupun kepada saudara sendiri. Menurut saya hal ini juga belum menjadi solusi tuntas, karena beda perhatian dan kasih sayang ibu dengan pengasuhan selain ibu si bayi.

Generasi penerus akan mengalami kemunduran jika ibu terus menerus menjadi penggerak roda ekonomi, yang seharusnya peran tersebut dilakukan oleh seorang kepala keluarga.

Akan tetapi karena alasan tertentu, keputusan ibu bekerja di luar rumah menjadi pilihan meskipun banyak tekanan dan harus mengorbankan peran utamanya yaitu menjadi Ummu warabatul bait, sebagai ibu pendidik dan pengurus rumah tangga.

Peran Ibu dalam Kacamata Islam

Dalam masalah ini Islam telah ada solusi solutif dan tuntas bagi para ibu yang bekerja di luar rumah. Sehingga anak dan pekerjaan rumah terabaikan bisa diselesaikan dengan tuntas, yaitu dengan kembali pada hukum syariah Islam.

Pertama, ibu sebagai ummu warabatul bait. Tugas ibu sebagai pendidik maupun pengatur rumah tangga  yang sangat berat ditengah gempuran hedonisme gaya hidup saat ini. Dengan menguatkan akidah Islam dan berjuang bersama teman-teman dakwah akan menguatkan langkah kaki kita menghadapi hiruk pikuk dunia ini, ingat! tujuan kita bahagia dan berkumpul di surga.

Kedua, ibu sebagai pengemban dakwah. Memang tidak mudah melakukan kewajiban berdakwah di tengah kesibukan urusan rumah tangga. Tapi Allah akan memberikan kemudahan bagi para penolong agamaNya. Terus berdakwah walaupun satu ayat, tetap memperbaiki dan mengupgrade ilmu agama untuk kemenangan Islam.

Ketiga, ibu sebagai pencetak generasi. Generasi terbaik adalah generasi Nabi dan para sahabat, maka kita harus mencontoh masa keemasan Islam pada waktu itu. Mengikuti Sahabiyah cara mendidik anak seperti Bunda Khadijah, Aisyah, Sumayah dan lain sebagainya.

Peran ibu yang ideal tersebut akan mudah diterapkan ibu-ibu Muslimah tentunya dengan dukungan sistem negara yang shahih, yaitu sistem Islam sesuai yang dicontohkan suri tauladan kita Rasulullah SAW.

Dalam kacamata Islam bernilai pahala besar di sisi Allah SWT tugas dan peran seorang ibu. Mulai dari mengandung 9 bulan, melahirkan, mengurus anak, sampai menikahkan bagi yang perempuan, itu semua bernilai kebaikan dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Rasulullah SAW bersabda: “Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.” (HR Muslim)


Oleh: Munamah
Analis Mutiara Umat Institute 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar