Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Terkikisnya Sosok Ibu yang Dirindukan: Kapitalis Penyebabnya?


Topswara.com -- Kunti Utami (35), seorang ibu di Brebes, Jawa Tengah (Jateng), diduga menggorok tiga anaknya sendiri. Satu anaknya tewas dengan luka sayat di leher, sementara dua lainnya dilarikan ke rumah sakit (RS). "Saat pintu dibuka, anak yang bernama ARK (7) sudah dalam kondisi meninggal dunia. Ada luka sayat di leher," kata Kapolsek Tonjong AKP M Yusuf, seperti dikutip dari detik Jateng, Senin (21/3/2022). 

Yusuf mengatakan kedua korban lainnya yang berinisial KSZ (10) dan E (5) mengalami luka parah. Tubuh mereka penuh luka sayat. Kedua anak itu dirawat di RSUD Margono untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Untuk ARK, jenazahnya dimakamkan di TPU Dukuh Sokawera, Desa Tonjong. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tubuh ARK mendapat luka sayat di leher kiri sepanjang 12 cm, dengan kedalaman 5 cm. (detiknews.com)

Menurut keterangan dari polisi KU mengaku hanya ingin menyelamatkan anak-anaknya agar tidak hidup susah, tidak merasakan sedih, jadi harus mati biar tidak sedih seperti dia. 

Sekalipun caranya salah KU yakin bahwa kematian anak-anaknya itu adalah jalan yang terbaik, selain itu KU mengaku selama ini kurang mendapat kasih sayang dari suami, ekonomi yang hanya pas-pasan sementara suami dalam keadaan menganggur. Ahli Psikologi Forensik mengimbau untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku.

Kondisi masyarakat yang seperti ini adalah cerminan dari penerapan cara pandang hidup yang dapat mempengaruhi masyarakat. Cara pandang tersebut tidak lain adalah “Sekuler Kapitalis”, sebuah sistem produk buatan manusia yang berasal dari Barat. 

Sistem ini terbukti hanya memberi kerusakan ketika diterapkan, semua itu dikarenakan sekuler kapitalis meyakini bahwa kehidupan harus dipisahkan dari agama. Kebahagiaan diraih dengan cara mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, sekalipun itu harus menindas yang lain. Alhasil, manusia yang hidup dibawah kendali paham sistem ini tidak akan menjadikan agama sebagai solusi masalah mereka. 

Ketika mereka terhimpit karena tekanan ekonomi misalnya, bukan malah bertawakal, sabar, dan ikhlas menerima qadha (takdir) yang menimpanya. Mereka justru stres dan ingin mati bahkan rela bunuh diri, membunuh orang lain seperti kasus ibu muda KU yang tidak ingin lagi merasakan kepahitan hidup.

Sekuler kapitalis pun membuat masyarakat merasa dalam kelas sosial ekonomi yang terpisah. Kapitalisme melegalkan para pemilik modal menguasai harta kekayaan rakyat. Alhasil, sekalipun sumber daya alam melimpah ruah, masih saja ada kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan. 

Sekalipun banyak perusahaan yang menyuplai bahan makanan, masih ada saja kepala keluarga yang tak mampu membeli kebutuhan hidup keluarganya. Walaupun sudah diberikan pelatihan, faktanya masih saja ada kepala keluarga yang tidak mendapatkan fasilitas dalam memiliki skill yang mumpuni untuk mencari nafkah. Dengan demikian sekuler kapitalis lah yang menjadi faktor utama secara sistematik yang mentrigger masalah kejiwaan kaum ibu. 

Maka agar kasus ini tidak berulang solusinya tidak cukup hanya dengan perbaikan kejiwaan individu pelakunya, melainkan menghapus  faktor utama tersebut dan mencari alternatif sistem yang mampu memberi kesejahteraan bagi rakyatnya. 

Sistem ini tidak lain adalah sistem Islam yan disebut khilafah, dimana jaminan hidup dibawah kesejahteraan, keberkahan dan kebaikan, bisa terwujud dan dirasakan oleh semua warga khilafah. 

Untuk kasus seperti KU misalnya, bisa dipastikan tidak akan ada kasus yang demikian. Sebab Khilafah menjalankan sistem ekonomi Islam yang berprinsip menyejahterakan tiap-tiap individu.

Khilafah akan menyediakan lapangan pekerjaan yang begitu luas, juga menyediakan balai-balai pelatihan. Sehingga lelaki pencari nafkah bisa bekerja sesuai dengan passion mereka, agar tidak ada satupun yang menggangur.

Di sisi lain sistem pendidikan Islam menyiapkan para generasi untuk siap menjadi sosok-sosok orang tua yang bertakwa dan berilmu. Seorang calon ayah, siap dengan tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Seorang calon ibu, siap dengan tugasnya sebagai umm warabatul bait (ibu sebagai sekolah pertama anaknya). 

Hal ini bisa dilihat dari tujuan pokok pendidikan yang menjadikan dasar kurikulum dan materi pembelajaran. Dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al Khilafah, karya Syekh Atha bin Khalil disebutkan tujuan pendidikan Khilafah adalah: pertama membangun kepribadian Islam.

Kedua mempersiapkan generasi menjadi sosok yang ahli agama, seperti ulama yang ahli dalam ilmu keislaman ataupun terapan, sehingga mereka bisa survive menjalani kehidupan, bahkan khusus untuk para muslimah disediakan kurikulum “kerumahtanggaan” untuk benar-benar menyiapkan dan menunjang tugas utama mereka. 

Alhasil dari peradaban Islam lahirlah sosok orang tua, seperti orang tua Salahuddin al Ayyubi. Dimana mereka telah siap mejadi orang tua bagi anak-anaknya, siap menghadhanah mereka dengan ma’ruf dan membimbingnya menjadi ksatria Islam.

Maka sudah selayaknya kita tinggalkan sistem yang rusak dan merusak, kembali kepada sistem Islam yang telah terbukti mampu memberikan kesejahteraan kepada semua masyarakat.

Wallahu a'lam bishawwab


Oleh: Inez Amanda Fatmawati
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar