Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Malapetaka Pengelolaan SDA Ala Kapitalisme-Liberal di Konawe Utara


Oleh: Parida, S. Pd
(Sahabat Topswara)

Topswara.com -- Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Konawe Utara, membongkar kegiatan pertambangan yang diduga ilegal yang di lakukan oleh PT James & Armando, di Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).
 
Menurut Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani pihaknya telah memerintahkan tim penyidik untuk pengembangan terhadap dugaan kasus pertambangan ilegal yang di lakukan oleh PT JAP. Rasio menjelaskan bahwa PPATK turut dilibatkan untuk menulusuri aliran dana orang orang yang terlibat.  Ia menilai pelaku pertambangan ilegal tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup, tetapi mereka juga telah merugikan negara serta mengancam keselamatan masyarakat bahkan telah mengorbankan banyak pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan melanggar hukum.
 
Balai pengamanan dan penegakan hukum (GAKKUM) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi menindak tambang nikel di duga ilegal yang ada di Mendiodo kecamatan Andowia kabupaten Konawe Utara, yakni PT James & Armando Pundimas (JAP). 
 
Kepala balai Gakkum KLHK Sulawesi Tenggara Dodi Kurniawan, mengatakan tim penyidik KLHK telah menetapkan direktur utama PT JAP inisial RMY(27) sebagai tersangka dalam kasus tersebut karena terbukti menambang di kawasan hutan tanpa izin.
 
Berdasarkan hasil pemeriksaan dari tim penyidik penambangan nikel yang dilakukan PT JAP adalah ilegal karena tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) dan perizinan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Balai Gakkum mengamankan barang bukti tiga ekskavator dan tiga mobil dump truck dari kegiatan penambangan nikel diduga ilegal yang saat ini di titipkan di rumah penyimpanan benda sitaan Negara (Rupbasan) kelas 1.  
 
Selain itu, menkritisi penambangan illegal ini, puluhan mahasiswa Universitas Haluoleo, Sulawesi Tenggara melakukan aksi di depan DPRD Sulawesi Tenggara, Kendari (2/1/2020). Mereka protes dan mendesak pihak berwenang mengusut dan tegakkan hukum bagi perusahaan tambang yang diduga beroperasi dihutan tanpa izin. Tuntutan mereka yakni agar ada tindak tegas dan proses hukum terhadap dugaan pelanggaran perusahaan tambang di Konawe Utara. 
 
Perusahaan pertambangan yang sedang kritis yakni PT Masempo Dalle (MD), PT Makmur Lestari Primatam (MIP) dan PT Astima Konstruksi (ASKOM), ketiga perusahaan ini bersama sama menambang dalam kawasan hutan lindung Konawe Utara yang di duga tak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
 
Berdasarkan fakta di atas, sebenarnya Kabupaten Konawe Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan IUP paling banyak, namun kondisi ini hanya memberikan keuntungan ekonomi bagi sejumlah perusahaan hingga dampaknya terjadi eksploitasi hutan besar-besaran diwilayah ini yang berpotensi mengakibatkan bencana ekologi.
 
Seperti, aktivitas para nelayan dilokasi perairan Desa Waturambaha Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara yang terancam mata pencahariannya karena di sekitar perairan yang di kelilingi perusahaan pertambangan yang sudah beroperasi. Akibatnya banyak ikan keluar dari teluk bahkan airnya menjadi tercemar yang menyebabkan penghasilan nelayan berkurang hingga 80 persen.
 
Pengaturan kebijakan ekonomi yang amburadul ala Ekonomi Kapitalisme sangat memarginalkan kepentingan masyarakat setempat, apatah lagi generasi mendatang di Konawe Utara. Potensi sumber daya alam yang ada di Konawe Utara seharusnya harus diprioritaskan untuk masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Langkah-langkah pencegahan IUP illegal seharusnya sudah diwujudkan oleh divisi terkait, sebab bukan hanya satu atau dua saja yang kecolongan UIP illegal tapi cukup banyak rentetan nama-nama perusahaan tambang illegal di Konawe Utara. 
 
 
Disamping itu, apabila hal ini terus dibiarkan tanpa ada sanksi yang tegas, tentu saja eksploitasi sumber daya alam tanpa perencanaan ekologis yang mumpuni yang diwujudkan akan sangat merugikan lahan mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi penambangan, sebagaimana tercemarnya sungai di Konawe Utara karena aktifitas penambangan, belum lagi bencana alam seperti banjir bandang yang pernah terjadi di Konawe Utara tentu menjadi catatan penting bagi pemerintah dan masyarakat.  
 
Sangat disayangkan karena kelirunya pemerintah membiarkan pengelolaan sumber daya alam dengan kebijakan kapitalisme-liberal sehingga menimbulkan permasalahan turunan yang luar biasa dampak buruknya. Kebijakan ekonomi kapitalisme-liberal yang memberikan regulasi penambangan pada pihak swasta sehingga eksploitasi alam, termasuk penambangan yang terjadi tak jarang sangat berlebihan. 
 
Entah legal ataupun illegal selama sumber daya alam dikelola hanya untuk kepentingan segelintir orang dengan nalar kapitalistik akan sangat menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat, terkhusus rakyat kecil. Juga bencana alam sebab eksploitasi besar-besaran. Berbeda dalam Islam, pertambangan tidak diserahkan kepada individu ataupun pihak swasta. 
 
Rasulullah bersabda, “Dilarang berserikat dalam tigal hal yaitu, padang, air, dan api” (HR. Ahmad). 
 
Skema kebijakan ekonomi dalam Islam adalah Sumber daya alam yang ada disuatu daerah dimanfaatkan/ dikelola oleh pemerintah. Pemerintah mengelolanya kemudian hasilnya disimpan di Kas Negara (Baitul Mal) untuk kepentingan masyarakat. Serta mengupayakan setiap lahan pertambangan diproduktifkan oleh negara sehingga tidak ada lahan tidur. 
 
Pemanfaatan sumber daya alam dengan kebijakan ekonomi yang syar’i akan mengutamakan pendapatan dari hasil produktifitas lahan suatu daerah yang dikelola oleh negara, berbeda dengan kebijakan ekonomi hari ini yang sibuk menggenjot kenaikan pajak pada masyarakat. 
 
Wallahu ‘alam bisshawab
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar