Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pertikaian Rusia Ukraina, Dimana Posisi Khilafah?


Topswara.com -- Rusia terus melancarkan serangan ke wilayah Ukraina sejak dua minggu lalu. Dampak dari serangan-serangan ini seperti yang dilansir oleh CNN, ratusan orang dilaporkan tewas dan sekitar 1 juta orang lainnya mengungsi. 

Sejak Rusia melancarkan yang disebutnya sebagai operasi militer, khususnya ke Ukraina, tidak hanya memicu kehancuran di wilayah yang digempur Rusia. Namun juga berpengaruh pada harga energi yang meroket dan harga pangan yang diprediksi ikut melonjak akibat perang ini. 

Presiden Rusia Vladimir Putin telah sangat jelas mengatakan bahwa tujuan dasar dari invasi yang dilakukan kepada Ukraina adalah untuk melucuti militer Ukraina, memutuskan hubungannya dengan aliansi militer NATO dan mengakhiri harapan Ukraina bergabung dengan negara-negara Barat.
  
Siasat Rusak Perdamaian Dunia ala Kapitalisme

Sesungguhnya ketegangan ini terjadi sebagai akibat dari bentuk kegelisahan sebagian negara di dunia atas ketidakbecusan negara-negara besar dalam mengurusi perdamaian dunia. 

Alih-alih mendamaikan negara-negara di dunia, justru konflik seperti ini malah didambakan oleh sebagian dari negara-negara yang punya kepentingan besar. Amerika Serikat selalu yang terdepan dalam keterlibatannya hampir di semua konflik militer negara-negara di dunia. Tak terkecuali terhadap invasi militer Ukraina oleh Rusia ini.
   
Amerika Serikat, Cina, Inggris, Prancis dan Rusia merupakan negara besar yang diakui pasca perang dunia II. Dalam konteks perang militer Ukraina-Rusia yang berlangsung dua pekan ini, keterlibatan Amerika Serikat bukan tanpa alasan. 

Keberadaan Amerika Serikat sebagai kecenderungan negara AS untuk mempertahankan hegemoninya dalam mempertahankan diri sebagai negara adidaya satu-satunya di dunia pasca perang dunia II. 

Tak hanya itu, keterlibatan Amerika Serikat terhadap invasi Ukraina-Rusia ini juga dikarenakan atas dasar kepentingan dalam mendapatkan keuntungan dari ketidakstabilan Ukraina agar tidak sampai jatuh ke tangan Rusia. 

Amerika Serikat berusaha menekan Rusia melalui penguasa Ukraina yang pro kepada Amerika Serikat dan lagi-lagi pemerintahan dan penguasa Ukraina dijadikan sebuah boneka kepentingan oleh Amerika Serikat. 

Sejatinya Amerika Serikat menginginkan Ukraina dan Rusia tetap berperang dalam waktu yang lama agar Rusia tenggelam dalam lumpur konflik tersebut. Sehingga Rusia akan selalu membutuhkan Amerika Serikat dalam penyelesaian konfliknya, dan pada akhirnya tentu Rusia pun tetap berharap bantuan pada AS.

Namun di sisi lain AS berharap pada Rusia sebagai pemain internasional yang dijadikan sebagai alat untuk kepentingan pertahanan dalam menghadapai dan melawan negara-negara besar lainnya, seperti Cina, juga negara-negara Eropa lainnya. 

Termasuk untuk kepentingan pertahanan  melawan negara-negara bagian Timur Tengah yang sering sekali terjadi konflik militer. Lagi-lagi keuntungan Amerika Serikat dalam sistem pertahanan semakin kokoh.

Watak Asli Kapitalisme dalam Memperebutkan Wilayah

Ukraina merupakan negara penghalang Rusia terhadap negara-negara Eropa, karena Ukraina secara letak geografisnya  menghadap Laut Hitam. Jika Rusia memiliki kendali itu tentu akan memudahkan Rusia mengontrol wilayah-wilayah dengan mayoritas penduduk beragama Islam, sekaligus menjadi benteng pertahanan dari ancaman UE dan NATO. 

Apabila dilihat dari sisi komoditas, ekonomi Ukraina memiliki kekayaan alam melimpah. Dengan alasan ini juga Rusia menjadikan Ukraina sebagai gudang komoditas dasar ketahanan pangan yang mampu melindungi Rusia dari fluktuasi hubungan dengan barat. 

Tidak hanya itu, Ukraina memiliki jalur pipa gas ke negara bagian Eropa.
Tentu dengan alasan-alasan inilah Rusia semakin gencar menyerang Ukraina agar pengaruhnya terhadap Ukraina tetap dipertahankan dan bahkan ingin mengambil alih sebagian wilayah dari Ukraina, terutama Ukraina bagian Timur. 

Rusia tahu betul bagaimana kondisinya di masa depan bila Ukraina jatuh pada negara-negara NATO, maka jatuh pula garis pertahanan Rusia dalam melawan Amerika Serikat dan Barat. Tentu ini akan sangat membahayakan keberadaan Rusia di masa mendatang. Sementara Amerika Serikat sebagai negara besar yang berkuasa saat ini menginginkan posisinya di Eurasia semakin kokoh. 

Amerika Serikat sangat tahu betul betapa pentingnya Ukraina bagi Rusia. Maka tak heran kalau konflik militer ini terus dipanaskan oleh Amerika Serikat sebagai jebakan untuk Rusia. Bagaimana pun AS mendapatkan keuntungan besar dari konflik ini. Maka takkan pernah ada kata perdamaian untuk dunia saat sistem kapitalisme dengan Amerika Serikat sebagai pionirnya berkuasa.

Beginilah pola kekuasaan ala kapitalisme. Tidak ada yang benar-benar ingin membantu dan menolong satu sama lain. Semua hanyalah akan menjadi alasan untuk mendapatkan keuntungan, mencapai kepentingan walau harus saling menyerang, menghasut antar negara-negara dan pasti pada akhirnya warga sipil lah yang menjadi korban keganasan para penguasa yang serakah tersebut. 

Negara berideologi kapitalisme selalu menghalalkan segala macam cara demi mencapai kepentingan pribadi mereka.

Tinggalkan Imperialisme Barat, Sambut Kegemilangan Islam
 
Begitulah kenyataan pahit bila dunia dikuasai oleh penguasa yang tidak memiliki kepemimpinan yang khas. Sedangkan dalam kepemimpinan Islam dalam naungan khilafah. Negara sangat pandai mengatur siasat berpolitik, tidak mudah terkecoh dengan permainan politik global, karena memang Islam lahir bersama seperangkat aturan dan sistem politiknya yang sempurna. 

Aturan dan sistem yang sempurna ini menjadikan negara-negara lainnya yang berada diluar khilafah antusias ingin menjadi bagian dalam naungan khilafah. Melalui metode dakwah dan jihad khilafah akan sangat mampu menguasai dunia dengan penerapan aturan-Nya yang sesuai fitrah dan memuaskan akal. 

Sistem Islam mampu memberi keamanan penuh pada negara yang ada dalam naungannya. Sungguh sangat miris, walau Rusia dan Ukraina merupakan negara berideologikan kapitalisme, namun kemudian tak menjadikan mereka memiliki tujuan yang sama dan bisa berkawan.

Andai umat Islam memiliki kekuatan dan kekuasaan, tentu lah negara Islam akan menekan negara-negara yang mengancam keamanan negara di bawah naungannya. Lain halnya dengan apa yang terjadi di atas, Islam tak akan ikut campur dalam urusan pertikaian kedua negara berpaham kapitalisme tersebut dikarenakan konflik tersebut bukan menyerang Islam atau kaum Muslim melainkan karena kepentingan lain. 

Khilafah sangat tahu caranya bagaimana menempatkan diri ketika dihadapkan dengan krisis dan konflik-konflik militer besar seperti ini. Khilafah pun tidak memihak pada yang salah, khilafah akan selalu memihak pada kebenaran. Tentu setelah sebelumnya melalui tahapan-tahapan dalam mencari tahu kebenarannya dengan membongkar modus dibalik diplomasi para negara yang tersangkut konflik. 

Seharusnya dunia sadar bahwa Islam lah satu-satunya solusi tuntas atas semua persoalan. Sebagaimana para khalifah-khalifah dulu menyelesaikan problem umat di era kekhalifahannya.

Pembuktian itu bisa kita lihat dari keberhasilan khilafah dalam membebaskan bumi Palestina dari cengkeraman para penguasa Romawi kala itu. Ada juga kisah lain dari Andalusia, sebuah wilayah dari Granada atau Spanyol yang dibebaskan oleh kekhilafahan Utsmaniyyah dari kezaliman Visigoth.

Tentu kisah-kisah keberhasilan Islam dan khilafah dalam diplomasi  sangat banyak  ditemukan. Dengan kemampuannya seperti  itu sangat wajar Islam sampai mampu menguasai 2/3 dunia dan bahkan mampu melebihi itu. 

Maka dari itu tidak akan ada pertikaian, apalagi saling menyerang dan menghasut antar negara. Semuanya hidup dalam keamanan. Tentulah semua ini dikarenakan khilafah sangat tahu posisi dirinya sebagai junnah atau pelindung yang membawa berkah untuk umatnya bahkan seluruh alam. 

Khilafah akan sangat mampu mencegah dan menumpas kezaliman negara adidaya terhadap negara yang lemah dan tertindas. Sudah saatnya dunia, khususnya kaum Muslim sadar untuk meninggalkan imperialisme barat yakni sistem sekularisme kapitalisme (yang sesama ideologinya saja mereka tidak memiliki tujuan yang sama, justru malah bertikai) dan menyambut kegemilangan Islam dalam naungan khilafah dengan cara mendakwahkan Islam kaffah ke tengah-tengah umat.

Wallahu a'lam bishawwab



Oleh: Yumnah Maemunah Muhsin
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar