Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kontestasi di Tengah Pandemi, Ajang Keegoisan Para Elit Politik


Topswara.com -- Di tengah wabah yang belum berhasil pemerintah atasi, para elit politik malah sedang bersiap maju di ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Beberapa kandidat calon yang mengatasnamakan partai maupun perorangan sudah mantap untuk bertarung pada pemilu nanti. 

Pasangan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani menjadikan bendera berlatar belakang warna merah untuk menampilkan sosoknya. Bendera berukuran 50 x 40 cm yang dipasang oleh DPD Laskar Ganjar Puan (LGP) Jawa Timur ini berkibar sepanjang flyover Pasar Kembang hingga Kawasan Jembatan Merah Plaza. 

Hal ini dibenarkan oleh Ketua DPD LGP Jatim, Saleh Ismail Mukadar, Saleh membeberkan alasan LGP Jatim mendukung pasangan Ganjar-Puan yaitu untuk menghindari gesekan. “Mayoritas kader ini dari PDIP memang, namun ini nonpartai. Memang ini juga suara rakyat. Ini nonstruktural partai. Saya ini PDIP, kita senior kita gak mau partai kita benturan di bawah. Ketika pendukung Pak Ganjar dan Mbak Puan ada gesekan kita gak mau, kita tampilkan gagasan ini untuk menghindari gesekan di bawah,” kata Saleh di Gedung Internatio, Taman Jayengrono, Surabaya. (detiknews.com, 7/02).

Seakan tak ingin ketinggalan, sejumlah warga Blora, Jawa Tengah yang tergabung dalam jaringan petani dan peternak mendukung Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin untuk menjadi calon presiden (capres) pada pemilihan umum 2024. 

Sebagai koordinantornya dari perkumpulan tersebut, Marjuanto mengumpulkan banyak orang agar bersma-sama memenangkan Cak Imin dalam pemilu 2024 mendatang. “Sosialisasi tentang pencalonan Muhaimin Iskandar sebagai presiden 2024-2029, dari peternak dan petani Kabupaten Blora,” ucap Marjuanto di Ngawen. (Kompas.com, 5/02). 

Marjuanto juga mengatakan bahwa hal ini pertama kalinya di Blora diadakan deklarasi untuk mendukung cak Imin maju dalam Pilpres. Harapannya ke depan ketika sudah terpilih bisa lebih memprioritaskan peternakan dan pertanian yang ada di Indonesia. 

Hal yang sama dilakukan oleh sejumlah pengemudi ojek online dan ojek pangkalan dari Tangerang Raya, Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, yang tergabung dalam Jack Etho. Mereka sepakat mendeklarasikan dukungannya kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk maju menjadi calon presiden 2024. 

“Mereka berpandangan Pak Erick Thohir memiliki kemampuan untuk melanjutkan kepemimpinan di Indonesia setelah 2024,” ungkap koordinator Jack Etho, Adnan Mamluhadi di Ciputat Tangerang. (WartaEkonomi.co.id, 7/02). 

Menurut Adnan, Erick Thohir yang berlatar belakang pengusaha sudah berkontribusi pada negara dalam membuka lapangan kerja. Setelah menjabat Menteri BUMN, Erick Thohir juga membuat kebijakan yang manfaatnya dirasakan masyarakat seperti distribusi BBM secara merata. 

“Saya melihat pak Erick sebelum menjadi Menteri BUMN sudah sukses sebagai pengusaha. Harapan kami, dapat membina masyarakat agar bisa mengembangkan kewirausahaan secara mandiri,” ujar Adnan.

Dalam sistem demokrasi, pemilihan umum (pemilu) adalah hal yang wajar dilakukan ketika adanya pergantian kepemimpinan. Namun, yang disayangkan adalah waktu dilaksanakannya pemilu kali ini ketika pandemi belum selesai ditangani. 

Mengingat biaya pemilu dalam sistem ini yang pastinya menelan nominal yang besar. Maka tentunya menjadi beban negara juga. Alih-alih untuk mengatasi dampak pandemi, malah  fokus pada pemilu. 

Kondisi negara saat ini sedang tidak baik-baik saja. Roda perekonomian terpuruk akibat pandemi yang lebih dua tahun ini masih melanda. Belum lagi masalah kesehatan yang semakin berat. Sebagian masyarakat malah tidak mempunyai akses untuk berobat dikarenakan proses administrasi yang rumit dan tidak meratanya bantuan dari pemerintah. 

Lantas kenapa para elit politik masih gencar menonjolkan ambisinya untuk bertarung dalam pilpres? Hal ini jelas karena mereka lebih mementingkan ego dibandingkan rasa empati. Watak politisi yang lahir dalam sistem demokrasi memang akan seperti itu. Begitu sibuk untuk berebut kursi kepemimpinan daripada melakukan kewajiban yang utama yaitu mengurusi rakyat. 

Dari sini rakyat seharusnya sadar bahwa mengharapkan sosok pemimpin yang amanah dalam sistem demokrasi saat ini bagaikan mencari jarum dalam timbunan jerami. Hal mustahil dan tidak akan pernah dijumpai. 

Lain hal dengan sistem Islam. Dalam Islam, seorang pemimpin bukan hanya berkuasa tapi juga penanggung jawab urusan masyarakat luas. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Ada beberapa kriteria memilih pemimpin dalam Islam, diantaranya adalah :
Pertama, calon harus berasal dari latar belakang Islami, dan bukan dari partai sekuler. Dalam proses pencalonan ia tidak boleh menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan. Ia juga tidak boleh berkoalisi dengan orang-orang sekuler.

Kedua, calon tersebut wajib mengatakan tujuan pencalonannya secara terang-terangan, yaitu untuk menegakkan sistem Islam. Melawan dominasi asing dan membebaskan negeri dari pengaruh asing. 

Dengan kata lain, calon tersebut wajib menjadikan parlemen sebagai mimbar (yakni sarana/wasilah) untuk dakwah Islam. Yaitu dakwah untuk menegakkan sistem Islam, menghentikan sistem sekuler dan mengoreksi penguasa.

Ketiga, di dalam kampanyenya, wajib bagi calon itu menyampaikan ide-ide dan program-program yang islami saja.

Keempat, wajib bagi calon itu terikat dengan syarat-syarat tersebut secara terus menerus dan konsisten.

Maka ketika amanah sudah diembankan, tidak akan ada lagi keraguan dari umat karena yakin bahwa Allah akan senantiasa dihadirkan pada hati para pemimpin, sehingga mereka akan menjalankan semua kewajibannya secara maksimal. 

Wallahu a'lam bishawab


Oleh: Rita Yusnita
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar