Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, Mampukan Cegah Kekerasan Seksual?


Topswara.com -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek merespons kritikan Majelis Ormas Islam terkait dengan Permendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS).  
 
Adapun pasal-pasal kontroversial poin-poin yang dianggap melegalkan seks bebas oleh sejumlah kalangan di antaranya pasal 1 angka 1 kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan atau menyerang tubuh, dan atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau gender, yang berakibat atau dapat mengakibatkan penderitaan psikis dan atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. 

"Frasa" ketimpangan relasi kuasa dalam pasal tersebut dianggap mengandung pandangan yang menyederhanakan masalah pada satu faktor. Pasal 3 dikritik karena tidak mengandung landasan agama. Adapun bunyi pasal 3 yaitu pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilaksanakan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi korban, keadilan, kesetaraan gender, kesetaraan hak, dan bagi kesetaraan gender disabilitas akuntabilitas, independen kehati-hatian konsisten, dan jaminan ketidak berulangan.  

Yang disebut kesetaraan gender disini bukan hanya laki laki perempuan, bisa jadi disebut gay dan lesbian. Siapapun di lingkungan kampus tidak boleh mengkritisi dan melarang kaum LGBT karena hal ini termasuk ujaran kebencian dan diskriminatif dianggap kekerasan seksual. 
 
Pasal 5 ayat 2 huruf l dan m yang memuat persetujuan tanpa pertimbangan korban, apabila persetujuan korban atau suka sama. Maka, ini tidak termasuk kekerasan seksual dan ini akan mengakibatkan terus meningkatnya pelecehan seksual. Bukan hanya sekedar aktivas seksual di luar nikah, tindakan aborsi  pun diperbolehkan selama ada kesepakatan antara kedua pihak. 

Ini merupakan cara berfikir liberal yang diadopsi dari CEDAW [Convention on the Eliminatin off All Froms of Discrimination Agains Women] yakni kesepakatan hak asasi Intenasional yang mengatur hak-hak perempuan, yang intinya hubungan seks diluar nikah adalah hak warga negara. 

Negara dan agama tidak berhak ikut campur didalamnya. Inilah kebijakan  yang keliru, karena pemerintah ingin mencegah kekerasan seksual, tetapi malah memicu terjadinya kekerasan seksual. Inilah bukti kebijakan berpotensi menjadi pintu legalisasi zina, baik di luar perguruan tinggi maupun di institusi perguruan tinggi yang melengkapi kebijakan seksual consent yang sudah mengundang penolakanan. Kemudian tercantum dengan persetujuan, apabila pria dan wanita berhubungan seks suka sama suka  tidak disebut dengan penyimpangan seksual, malah terjadi hubungan seks bebas seperti perzinaan, hubungan  sesama jenis. 
 
Ini sangat berbahaya pergaulan pria wanita dalam kehidupan umum itu campur baur, kemudian tidak dipisah antara pria dan wanita sehingga mengundang zinah,seperti yang membedakan antara sistem Islam dan sistem yang diterapkan saat ini, 

Seperti yang yang tercantum dalam surat Al Isra ayat 32 yang artinya, ”Dan janganlah mendekati zina, ssesunggunya zina adalah perbuatan yang keji.  Dan suatu jalan yang buruk.”  

Mengapa terjadi demikian, karena pengaruh dari penerapan sistem sekuler yang diterapkan di dalam mayarakat umum baik dalam pendidikan. 

Dalam pandangan Islam, segala yang memicu kekerasan seksual diharamkan. Islam mengatur pergaulan antara pria dan wanita dalam menyalurkan ghorizah nau (naluri melestarkian jenis) dengan pernikahan, segala aktivitas dalam pernikahan apabila pelalaksannannya sesuai dengan syariat islam, maka akan bernilai ibadah.
 
Dalam pandangan islam kekerasan dan penindasan umat manusia, termasuk melakukan tindak kejahatan seksual. Allah SWT berfirman: 
 
وَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا 
 
“Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi.” (TQS. An-Nur [24]: 33) 

Islam memandang, penentuan suatu tindakan kejahatan seksual adalah hukum syariat, bukan persetujuan manusia atau HAM. Consent/persetujuan sebagai penentu kebolehan suatu hubungan seks diluar nikah merupakan buah dari pemikiran liberal yang sesaat. 
 
Berkebalikan dengan Islam, Islam tidak menoleransi kejahatan seksual secara mutlak. Contohnya kasus pemerkosaan terhadap wanita, Islam akan menjatuhkan sanksi bagi pelaku sesuai dengan syariat. Jika pria pelakunya belum menikah (ghoiru muhson), maka dia dicambuk seratus kali, sedangkan jika pelakunya sudah menikah (muhsan), maka akan dijatuhi hukuman rajam hingga mati. Allah SWT berfirman: 
 
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ 
 
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (TQS. An-Nur [24]: 2) 
 
Adapun LGBT juga merupakan praktik homoseksual dan lesbianisme. Dalam Islam, ini termasuk dalam kejahatan yang pelakunya diancam berat. Nabi bersabda: “Siapa saja yang menjuampai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelakunya dan objeknya.” (HR Ahmad) 
 
Jadi, sudah terbukti bahwa Islam menerapkan aturan yang mempunyai efek jera, tidak ada peluang untuk melakukan aktivitas kejahatan seksual di tengah masyarakat. 

Kaum pria dan wanita diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga pandangan, serta ada larangan berkhalwat dengan alasan apapun karena tidak dibenarkan wanita berduan diruang terutup dan sepi, meski untuk alasan bimbingan skipsi. 
 
Jadi sudah terbukti sistem yang diterapkan saat adalah kapitalisme sekulerisme ataupun sosialisme komunisme, itu telah membuktikan menjadi sumber bencana di dunia global. Salah satunya yaitu tindakan pelecehan seksual di perguruan tinggi yang baru-baru ini terjadi sehingga melahirkan undang-undang Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 ini yang lebih bertujuan bertujuan untuk batasi sementara saja. 
 
Adapun solusi yang logis berdasarkan pada ideologi Islam. Semua sisi ajaran Islam atau syariah yang merupakan solusi terbaik bagi problematika manusia mulai dari sistem ekonomi kemudian sistem sosial, sistem hukum, sistem politik dan juga sistem pendidikan karena solusi ini berasal dari Allah SWT yang zat yang paling mengetahui kondisi manusia sebagai makhluk ciptaanNya. Wallahu 'alam bi ash-shawwab. 

Oleh: Kania Kurniaty
Aktivis Asshabul Abrar, Kayumanis, Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar