Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Definisikan KB, USAJ Beberkan Status Fakta KB dalam Pandangan Syariat


Topswara.com -- Sebagai langkah awal mendefinisikan Keluarga Berencana (KB), Ustaz Shiddiq Al-Jawi (USAJ) membeberkan status faktanya dalam pandangan syariat Islam. 

“Kita harus mendefinisikan dulu apa yang dimaksud dengan KB. Upaya mendefinisikan ini adalah proses untuk memahami status fakta itu dalam pandangan hukum syariat Islam,” ujarnya dalam kanal YouTube Ngaji Subuh, Kajian Soal Jawab Fiqh Islam Episode 529 bertema Hukum KB, Kamis (07/10/2021).

Menurutnya, pengertian  KB ada dua pengertian, pertama dipahami sebagai program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa.  

“Dalam pengertian ini berarti KB atau keluarga berencana ini didasarkan pada suatu teori populasi yang dirumuskan oleh Thomas Robert Malthus,” jelasnya.

Ia menyebutkan, dalam pengertian ini KB disebut  pembatasan kelahiran  (tahdid an-nasl). “Jadi ini adalah program pemerintah yang bahkan sebenarnya ini bukan hanya program nasional tapi ini program Internasional. Ada lembaga-lembaga dalam konteks internasional yang mengurus persoalan ini,” ujarnya.
 
Selanjutnya, kedua yaitu aktivitas individu jadi bukan program pemerintah atau program global. “Tetapi aktivitas individual untuk mencegah kehamilan (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana, yaitu sarana ini maksudnya adalah alat misalnya dengan kondom, spiral,  pil KB,  suntikan, dan sebagainya. KB dalam pengertian yang kedua disebut pengaturan kelahiran (tanzim an-nasl) ,” terangnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan kalau yang pertama hukum KB dalam pengertian tahdid an-nasl yaitu pembatasan kelahiran  yang merupakan program pemerintah untuk membatasi jumlah populasi penduduk. Ini hukumnya haram. Itu ditegaskan oleh Profesor Ali Ahmad As-Salus dalam kitab beliau yang berjudul Mausu'ah Al Qadhoya Al-Fiqhiyah Al-Mu’ashirah [Mesir: Daruts Tsaqafah-Maktabah Darul Qur’an], 2002, hal 53).

Menurutnya, kalau KB dalam arti pembatasan kelahiran dan dihitung program nasional dari pemerintah untuk membatasi jumlah anak dalam sebuah keluarga, maka ini hukumnya haram karena  bertentangan dengan akidah Islam.

“Karena akidah Islam itu menjelaskan di dalam Al-Qur'an adanya jaminan rezeki dari Allah subhanahu wa ta'ala untuk seluruh makhluk-Nya. Di dalam Al-Qur'an surat Hud ayat 16, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, 'Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,” terangnya.

Ia menjelaskan,  kalau ditinjau dari segi fakta teori Robert Malthus, itu batil atau tidak benar karena tidak sesuai dengan kenyataan. Karena produksi pangan dunia itu sebenarnya tidak kurang melainkan cukup, bahkan lebih dari cukup untuk bisa memberikan makan seluruh populasi manusia di dunia. 

“Data pada tahun 1990 itu menurut FAO (Food and Agriculture  organization) lembaga PBB yang membidangi persoalan pangan dan pertanian. Itu telah melakukan kajian bahwa produksi pangan di dunia ini ternyata mengalami surplus 10 persen untuk bisa mencukupi seluruh populasi dunia,” tambahnya.

Jadi kalau  teori Robert Malthus itu harus ditolak. Ditolak dari segi politik dan ekonomi global. Karena ketidakcukupan barang dan jasa itu bukan disebabkan jumlah populasi yang terlalu banyak atau kurangnya produksi pangan. Tetapi karena ketidakadilan dalam distribusi barang dan jasa ini yang menjadi sumber persoalan ini adanya distribusi yang tidak merata. Ini disebabkan oleh pemaksaan ideologi kapitalisme oleh Barat. 

“Artinya negara-negara penjajah dari Amerika Serikat, dari Inggris, dari Perancis, dan lain-lainnya kepada dunia ketiga termasuk dunia Islam. Di sini ada satu data sebanyak 80 persen barang dan jasa dunia itu dinikmati oleh negara-negara kapitalis yang jumlah penduduknya hanya sekitar 25 persen dari penduduk dunia ini,” jelasnya.  

Ia menyebutkan, kemungkinan data tersebut tahun 80-an yang diuraikan dalam sebuah buku yang menguraikan ketimpangan dunia atau ketidakadilan dunia secara global ditulis oleh Rudolf H. Stram. Judulnya Kemiskinan Dunia Ketiga: Menelaah Kegagagalan Pembangunan di Negara Berkembang  tahun 1999.

Lalu, ia menambahkan kalau KB ini pengertiannya adalah tanzimul nasl yaitu pengaturan kelahiran sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu, oleh perorangan, jadi ini bukan program negara yang bertujuan untuk mencegah kelahiran dengan berbagai cara dan sarana itu hukumnya mubah. 

“Sebagaimana disebut oleh Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab beliau An-Nidzam al-Ijtima’I fi Al_Islam, hal 148. Dalilnya yang berasal dari sahabat nabi yang bernama Jabir RA beliau mengatakan, 'Dahulu kami melakukan  azl [senggama terputus] pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sedangkan Al-Qur'an itu masih itu masih turun.' (HR Bukhari),” imbuhnya.

“Namun kebolehannya itu disyaratkan  walaupun mencegah kehamilan itu boleh dalam Islam tapi syaratnya tidak boleh menimbulkan bahaya (dharar) atau mudharat. Kaidah fikih disebutkan, segala bentuk bahaya wajib dihilangkan,” jelasnya. 

Lebih lanjut, ia menegaskan kebolehan adanya ketentuannya tersebut terbatas pada pencegahan kehamilan temporal atau sementara. Misalnya dengan pil KB atau kondom. Tetapi kalau bersifat permanen,  yang oleh  masyarakat itu disebut sterilisasi yaitu vasektomi untuk laki-laki dan tubektomi untuk perempuan ini hukumnya haram, tidak boleh. 

“Karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melarang yang namanya pengebirian (al-ikhtisha’) sebagai teknik mencegah kehamilan secara permanen yang ada pada saat itu. (Muttafaq’alaih, dari Sa’ad bin Abi Waqash RA). Wallahu a’alam,” tandasnya. [] Sri Nova Sagita
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar