Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Membolehkan Lebih dari Satu Khalifah Adalah Pendapat yang Batil (Qaul Fasid), karena Menyelisihi Pendapat Ulama Salaf dan Khalaf, Serta Menyelisihi Zhahir Kemutlakan Hadis Nabi SAW


Topswara.com -- Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi Asy-Syafi'i (w. 676 H):

واتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يعقد لخليفتين في عصر واحد سواء اتسعت دار الإسلام أم لا وقال إمام الحرمين في كتابه الإرشاد قال أصحابنا لا يجوز عقدها شخصين قال وعندي أنه لا يجوز عقدها لاثنين في صقع واحد وهذا مجمع عليه قال فإن بعد ما بين الإمامين وتخللت بينهما شسوع فللاحتمال فيه مجال قال وهو خارج من القواطع وحكى المازري هذا القول عن بعض المتأخرين من أهل الأصل وأراد به إمام الحرمين وهو قول فاسد مخالف لما عليه السلف والخلف ولظواهر إطلاق الأحاديث والله أعلم

“Ulama telah bersepakat bahwa tidak boleh hukumnya mengangkat dua khalifah di satu masa yang sama, baik wilayah kekuasaan Islam (darul Islam) itu luas maupun tidak. Berkata Imamul Haromain (Al-Juwaini) dalam kitab beliau “Al-Irsyad”: berkata ashab kami (ulama syafi’iyyah) tidak boleh mengangkat dua orang (untuk menjadi khalifah). Lalu beliau berkata: menurutku bahwa tidak boleh mengangkat dua orang di satu wilayah yang sama, dan ini perkara yang sudah disepakati (mujma’ ‘alaihi). Beliau melanjutkan: namun apabila kedua imam/khalifah tersebut berjauhan dimana keduanya dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh, maka terbuka ruang untuk kemungkinan dibolehkan (mengangkat imam/khalifah lain), beliau mengatakan: hal itu sudah di luar perkara yang qath’i. Al-Mazari menceritakan pendapat ini dari sejumlah ulama belakangan dari kalangan ahli ushul fiqh, maksud beliau adalah imamul haramain. Dia adalah pendapat yang rusak (qaul fasid) yang menyelisihi pendapat salaf dan khalaf, serta menyelisihi zhahir dari kemutlakan hadis-hadis Nabi. Wallaahu a’lam.”

An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (Beirut: Dar Ihya’ Al-Turats al-’Arabi) vol 12 hlm 231

Faidah:

Pertama, pendapat muktabar yang tidak membolehkan keberbilangan khalifah tidak boleh sembarangan ditolak dengan bermodalkan pendapat rusak (qaul fasid) dan hawa nafsu yang menyelisihi pendapat ulama salaf dan khalaf, serta menyalahi zhahir kemutlakan hadis Nabi.

Kedua, kalau pun harus menerima pendapat ulama yang membolehkan keberbilangan khalifah, maka harus dengan beberapa catatan:

1) Terealisasinya alasan jauhnya jarak, yaitu saat suatu wilayah tidak dapat dijangkau dan dikontrol oleh khalifah yang sudah ada. Sehingga tidak layak membolehkan keberbilangan pemimpin saat ini di mana antara Saudi, Yaman, Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab, dulu tidak dianggap jauh karena dipimpin oleh seorang pemimpin di masa Nabi, Khulafa Rasyidin, dan para khalifah setelahnya. Terlebih dengan kemajuan Teknologi Telekomunikasi dan Transportasi saat ini.

2) Bahwa yang diangkat adalah khalifah, dalam kepentingan agar hukum-hukum syari'at Islam dan kemaslahatan umat tidak terbengkalai. Bukan penguasa sekular yang tidak peduli akan penerapan syari'at Islam dan nasib umat Islam yang tertindas dan dibantai oleh umat lain.

Pertama, ada catatan tersendiri terkait pendapat Imamul Haramain, bahwa yang beliau bolehkan di situ ternyata bukan mengangkat khalifah lebih dari satu, melainkan mengangkat seorang amir selama suatu wilayah belum terjangkau oleh khalifah yang sudah ada. Dan apabila di kemudian hari khalifah dapat menjangkau wilayah tersebut maka sang amir harus mengembalikan kewenangan dan bersama warganya tunduk kepada khalifah tersebut. (Ghiyatsul Umam fil Tiyatsizh Zhulam). 

Ditulis kembali oleh: Achmad Mu’it 

Disadur dari: Postingan grup FB JEJAK KHILAFAH DI KITAB ULAMA oleh Azizi Fathoni, 13 Mei 2021
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar