Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ironi Kapitalisme Demokrasi: Pertumbuhan Ekonomi Tak Terjadi, Rakyat Tak Terurusi


Topswara.com -- Krisis ekonomi kian menghantui negeri. Di tengah pandemi yang belum berkesudahan dengan penanganan yang seolah setengah hati, bumi pertiwi kian sekarat dengan beban APBN yang terus melejit. 

Rektor Universitas Paramadina Didik Rachbani, dalam kesempatan dalam sebuah webinar pada awal Agustus lalu mengungkapkan bahwasanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa pandemi ini dapat menggiring pada jurang krisis ekonomi negeri (tempo.co, 1/08/2021).

Bak fenomena ember bocor, ditengah krisis pandemi APBN pun sejatinya tengah dilanda krisis. Di tahun 2021 ini pemerintah memproyeksikan defisit anggaran sebesar Rp. 939,6T untuk keseluruhan tahun. Namun, lantaran melonjaknya kasus Covid-19 saat ini membuat pemerintah mengambil langkah menaikkan pengalokasian anggaran untuk PC-PEN menjadi Rp. 744,75T yang mulanya Rp. 699, 43T. Tentu hal ini akan menjadi beban dimasa yang akan datang. 

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu menilai, besarnya anggaran pembiayaan Pemulihan Ekonomi Nasional(PEN) dan penanganan Covid19 membawa dampak yang kurang maksimal (Bisnis.com, 19/07/2021). 
Ditambah dengan rasio penerimaan perpajakan yang terus menurun selama pandemi, namun kondisi ini tidak menyurutkan minat pemerintah untuk berutang demi menutupi defisit APBN.

Tak bisa dipungkiri bahwa pemasukan utama APBN dalam sistem kapitalis yang diterapkan di berbagai negeri saat ini bersumber dari utang dan pajak. Jika APBN mengalami defisit dan pajak tersendat maka utang luar negeri menjadi satu-satunya pilihan yang akan dikejar. Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan APBN yang makin berat menjadi bukti  bobroknya sistem ekonomi kapitalisme.

Meskipun negeri ini berlimpah ruah kekayaan alamnya, semua jadi tidak berguna sebab pengelolaannya telah diserahkan pada pihak swasta. Behutang adalah andalan jitu pemerintah meski disadari atau tidak tentu hal ini menjadi karpet merah neoimperialisme untuk melanggengkan kepentingan penjajah.

Kondisi ini berbeda dengan Islam. Karena Islam bukanlah sekedar agama tetapi juga memilik sebuah sistem kehidupan yang kompleks. Dalam pengaturan sistem keuangan Islam, untuk mengatur APBN adalah tugas khalifah, yang mana dalam metode pemilihan khalifah ia haruslah memenuhi syarat yang ketat, diantaranya ia adalah seorang Muslim, baligh, berakal, merdeka, mampu dan adil, dari sini akan diperoleh seorang pemimpin yang kuat imannya. Ia akan amanah dengan tugasnya serta senantiasa berhati-hati dalam mengatur keuangan negara. Sebagaimana terukir dalam sejarah, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu penerangan ruang kerja saat anaknya datang ingin membicarakan perihal keluarga, sang khalifah pun menjelaskan jika minyak yang dipakai lampu tadi dibeli dari uang negara sehingga ketika ingin membicarakan masalah pribadi tidak boleh memakainya.

Kemudian, APBN dalam sistem Islam memiliki pemasukan yang tetap dan jumlahnya beragam. kas menurut Islam dibagi menjadi pos zakat, kas negara dan kepemilikan umum. APBN akan mendapatkan pemasukan dari pos-pos tersebut dan zakat akan diisi oleh para Muzakki, yakni orang yang wajib membayar zakat. Kas negara akan diisi oleh jizyah, ganimah, fa’i, kharaj, juga harta tak bertuan yang diperoleh dari harta yang tak memiliki ahli waris atau harta yang dikembalikan oleh orang-orang yang berlaku curang. Sedangkan kas kepemilikan umum didapat dari hasil pengelolaan sumber daya alam.

Adanya pengeluaran yang ketat dimana aktivitas pembiayaan dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan penting. Tidak dibenarkan kebutuhan tersebut melanggar hukum syariat sehingga kas negara tidak mudah bocor dikarenakan penggunaan yang boros. Adanya pengawasan yang teliti. Pembelanjaan negara akan selalu diawasi oleh beberapa pihak seperti rakyat, majelis-majelis wilayah juga partai politik, maka peluang berlaku curang dan memanfaatkan kas APBN akan di minimalisir. 

Semua ini berjalan atas dorongan Iman, saling menasehati dengan kasih sayang. Hal-hal tersebut akan diterapkan dalam sistem Islam untuk menghindari pemanfaatan APBN yang tidak tepat. Hanya saja sistem ekonomi Islam seperti ini akan berjalan sempurna jika seluruh tatanan Islam diterapkan dalam segala lini hidup bernegara. 

Wallahu a’lam bissawab

Oleh: Agustin Pratiwi S. Pd.
(Owner Mustanir Course)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar