Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tempat Ibadah Ditutup, Proyek Jalan Terus?

Topswara.com -- Kaum Muslimin sudah memasuki bulan Dzulhijjah, atau yang sering disebut dengan bulan haji. Didalam bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha dengan melaksanakan ibadah haji, Shalat Ied dan memotong hewan kurban selama hari tasyrik.

Namun, tahun ini calon jamaah haji dari Indonesia kembali gagal berangkat menunaikan ibadah haji. Begitu juga penutupan tempat ibadah dimasa PPKM Darurat yang diterapkan dibeberapa wilayah, membuat umat Islam terhalang untuk melaksanakan shalat Idul Adha tahun ini. 

Seperti dilansir dari liputan6 ( 2/7/ 2021). Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan untuk meniadakan salat Idul Adha 1442 H di masjid maupun di lapangan terbuka yang dapat menimbulkan kerumunan pada zona yang diberlakukan PPKM Darurat. Hal ini disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas usai menggelar rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Polri, Kementerian Ketenagakerjaan, Dewan Masjid Indonesia (DMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat (2/7/2021). "Salat Id di zona PPKM Darurat ditiadakan," katanya. 

Hal ini mengacu pada ketentuan PPKM Darurat yang melarang peribadatan di tempat ibadah. Yaqut mengungkapkan, larangan bukan hanya berlaku pada ibadah umat Islam saja. Melainkan seluruh tempat ibadah di zona PPKM Darurat. "Kementerian Agama juga sudah menyiapkan peraturan peniadaan peribadatan di tempat-tempat ibadah di luar agama Islam seperti di masjid, pura, vihara, klenteng dan sebagainya. Kita siapkan secara bersamaan kita akan sampaikan kepada kawan-kawan," tegasnya.

Di samping itu, pihaknya juga melarang aktivitas takbiran menyambut Idul Adha 1442 H. Takbiran hanya diperkenankan dilakukan di rumah masih-masing. "Takbiran kita larang di zona PPKM Darurat, dilarang ada takbiran keliling, (serta) arak-arakan. Itu baik jalan kaki maupun kendaraan, di dalam masjid juga ditiadakan. Takbiran di rumah masing-masing," ucap Yaqut.

Sementara itu, Yaqut juga mengatakan bahwa aturan soal kurban di zona PPKM Darurat membatasi aktivitas penyembelihan hewan kurban di tempat terbuka. Acara penyembelihan hanya diperkenan disaksikan oleh pihak yang melakukan kurban. "Kemudian daging kurban yang biasanya pembagiannya itu seringkali mengundang kerumunan dengan membagi kupon kita sudah sudah atur bahwa pembagian hewan kurban itu harus diserahkan langsung kepada yang berhak ke rumah masing-masing," pungkasnya.

Ditengah PPKM darurat yang sedang diterapkan hingga 20 juli 2021. Penutupan beberapa sarana publik dan sektor pekerjaan, termasuk penutupan rumah ibadah dan kegiatan konstruksi telah dilakukan selama masa PPKM ini. Namun berbeda pada proyek konstruksi di masa PPKM yang tetap berjalan 100 persen. 

Sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Negara pada Kamis, (1/7/202), tempat ibadah yang ditutup meliputi masjid, hereka, pura, vihara, klenteng, dan tempat lainnya yang dijadikan sebagai tempat ibadah. Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan pun membagikan dokumen peraturan ini. Kegiatan yang dibuka 100 persen adalah pelaksanaan kegiatan konstruksi atau projek pembangunan. "Pelaksanaan kegiatan konstruksi (tempat konstruksi dan lokasi proyek) beroperasi 100 persen dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat," ujarnya.

Kondisi yang saling bertentangan ini justru menimbulkan pertanyaan besar bagi kita, mengapa tempat ibadah ditutup namun sektor lain masih dibuka dan diberi kelonggaran? Kondisi yang saling bertentangan ini juga memperlihatkan pada kita corak kepemimpinan kapitalis sekuler yang lebih pro kepada para pemilik modal. 

Penguasa dalam sistem kapitalis sekuler tidak akan menjadikan pelaksaan ibadah publik sebagai hal yang termasuk dalam kepengurusannya. Ibadah dibiarkan berjalan pada individu-individu di masyarakat. Dengan alasan pencegahan Covid-19, ibadah yang termasuk dari syiar-syiar Islam tidak terlaksana seperti pembatasan pelaksanaan shalat Idul Adha tahun ini. 

Kebijakan ini bisa menyebabkan terhapusnya syiar-syiar Allah yang hukumnya wajib untuk ditampakkan kepada  masyarakat supaya menimbulkan ghirah (semangat) di tengah masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati”. (QS.Al-Hajj [22]: 32)  

Akibat kesalahan kebijakan pandemi sejak dari awal, ibadah yang termasuk syiar-syiar Allah banyak yang tidak terlaksana. Jelas bahwa ini terjadi akibat kegagalan sistem kapitalis sekuler dalam menangani pandemi Covid-19  sehingga mengorbankan ibadah. Memang, dimasa pandemi ini masyarakat dihimbau untuk meminimalisir pelaksanaan apapun yang bersifat publik agar menekan jumlah penularan.

Namun sayangnya upaya kebijakan ini sering kali dibarengi dengan kebijakan pelonggaran pada sektor lain. Seperti saat ini membatasi pelaksanaan ibadah Idul Adha namun membiarkan proyek infrastruktur berjalan terus. selain itu, membatasi tempat ibadah namun membiarkan mall, tempat hiburan tetap dibuka. Padahal tempat hiburan dan mall lebih berpeluang terjadi pelanggaran prokes dan mudah terjadi penularan dibandingkan dengan shalat jamaah di masjid yang jamaah nya hanya beberapa orang dan waktunya pun hanya beberapa menit saja. 

Maka wajar jika akhirnya masyarakat banyak bertanya mengapa masjid harus ditutup? Selain pelarangan tempat ibadah, larangan lainnya juga terjadi seperti sekolah daring, larangan mudik namun disaat yang sama pemerintah justru membuka selebar-lebarnya bandara internasional bagi warga negara asing. Maka dampaknya bisa dilihat varian baru virus yang berkembang dinegeri mereka akhirnya turut terpapar juga warga negara Indonesia sendiri. 

Selanjutnya kondisi ini pun diperparah dengan ketidaksiapan pemerintah dalam memback-up terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat dan fasilitas Kesehatan ditengah masa PPKM ini. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak perduli terhadap himbauan pemerintah. Hal ini juga menyebabkan semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah karena masyarakat sudah terbiasa hidup tanpa pengurus (perisai).

Padahal didalam Islam seorang pemimpin adalah pengurus bagi rakyatnya. Sebagaimana hadis Nabi SAW : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Bukhari).

Untuk itu, sudah saat nya kita meninggalkan aturan hidup kapitalis sekuler hari ini dan menggantinya dengan system Islam yaitu penerapan syriahmt secara kaffah dengan tegaknya khilafah. Karena hanya dengan khilafah seluruh permasalah yang dihadapi umat saat ini bisa diselesaikan.
Wallahu a'lam bishawwab

Penulis : Pipit Ayu, S.Pd.
(sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar