Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Komitmen Ketaatan Anak kepada Allah


Topswara.com -- Allah SWT juga memberikan keistimewaan kepada orang tua yang anak-anak mereka menjadi penghafal Al-Qur'an. Nabi SAW bersabda:

Barangsiapa yang membaca Al-Qur'an kemudian menghafalkannya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, memberikan syafaat kepada sepuluh anggota keluarganya, semuanya terhindar dari api neraka. (HR.Ibnu Majah)

Barangsiapa yang membaca Al-Qur'an kemudian ia mempelajari dan mengamalkannya, pada hari kiamat ia akan dipakaikan mahkota dari cahaya, yang cahayanya seperti cahaya matahari. Dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah kemuliaan yang tidak didapatkan di dunia. Lalu kedua orang tuanya bertanya, "Mengapa kami dipakaikan jubah ini? " Lalu dijawab, "Karena kalian berdua telah mendidik anak kalian belajar Al-Qur'an." (HR. Al Hakim)

Manakala seorang anak murtad meninggalkan dienul Islam maka terputuslah berbagai ikatan di antara mereka selain menyisakan ikatan darah dan genetis semata. Ikatan waris tak tersisa lagi bagi sang anak sebagaimana sabda Nabi SAW:

Seorang Muslim tidak mewariskan harta kepada orang kafir, dan tidaklah seorang kafir kepada Muslim. (HR. Bukhari)

Ayah yang Muslim pun tak Allah izinkan menjadi wali pernikahan bagi anak gadisnya yang memilih keluar dari kemuliaan dienul Islam. Tentu tertutup sudah hubungan perwalian antara ayah yang Muslim dengan anak gadisnya yang murtad.

Keimanan adalah furqon. Inilah batas pembeda yang jelas hubungan ayah dengan anak. Ingatlah kisah Nabi Nuh as. Yang merintih di atas perahu menyaksikan Kan'an buah hatinya tenggelam ditelan banjir bah azab Allah ta'ala:

Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: " Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya". (TQS. HUD 11:45)

Akan tetapi Allah memberikan penjelasan sejernih embun kepada Nuh akan status hubungan ayah dan anak yang berada di kutub yang berbeda.

Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya), perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepadaku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan". (TQS. HUD [11] :46)

Cinta seorang ayah tak ada artinya tanpa landasan karena Allah. Cinta seperti ini bukan saja sempurna tapi akan menghantarkan sang ayah pemilik cinta seperti ini naik derajatnya di hadapan Rabb al-Izzati. Karena dengan cinta macam ini sang ayah akan mengayomi anak-anak mereka melebihi seorang wanita merawat kecantikannya.

Cinta seperti ini akan menentukan nuansa gembira dan sedih yang haq pada diri setiap ayah. ada yang membuat seorang ayah gembira ketika melihat anak gadisnya keluar rumah dengan hijab yang menutup dekat auratnya. Bukan gembira karena anak gadisnya dijemput kekasihnya dengan kendaraan mewah dalam pergaulan penuh kemaksiatan.

Ayah pemilik cinta ideologis ini adalah berduka manakala anak lelakinya yang beranjak dewasa menghabiskan hidupnya hanya untuk kuliah, mencari nafkah dan ego pribadi. Tiada peduli dengan nasib umat yang terpuruk dan enggan berada di barisan dakwah. Prestasi akademik dan karir yang cemerlang tak bisa menggantikan rasa dukanya. Inilah true love seorang ayah pada anak. Cinta karena Allah.

Cinta seperti itulah yang membuat seorang Nabi Ya'qub as galau di penghujung hidupnya lalu bertanya kepada putra-putranya:

Adakah kamu hadir ketika ya aku kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "apa yang kamu sembah sepeninggalku?"Mereka menjawab: "kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu)  Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". ( TQS. Al-Baqarah [2]: 133)

Ayat yang demikian mulia ini mengajarkan kepada kita bahwa yang harus dicemaskan para ayah akan masa depan anak-anak yang paling utama dan pertama adalah komitmen mereka kepada Allah. Masihkah menyembah Allah jika ayah mau meninggal? Taat pada-Nya jika ayah mau berpulang kepada pangkuannya?

Bersambung...

Ditulis kembali oleh: Munamah

Disadur dari buku: DNA Generasi Pejuang (Bagian Pengantar Penulis), Bogor, Cetakan ke-1, Maret 2017.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar