Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kewajiban Khilafah Menurut Ulama Lintas Madzhab dan Disiplin Keilmuan


Topswara.com -- Pertama, Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali Asy-Syafi'i (W. 505H)

Beliau menjelaskan wajibnya imamah/khilafah di dalam dua kitab beliau berjudul: 

Pertama, Al-Iqtishâd fî Al-I'tiqâd
Kedua, Al-Wajîz fî Fiqh Al-Imam Asy-Syâfi'i 

Di kitab yang pertama beliau mengatakan:

اﻟﻄﺮﻑ اﻷﻭﻝ: ﻓﻲ ﺑﻴﺎﻥ ﻭﺟﻮﺏ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ.
ﻭﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﺗﻈﻦ ﺃﻥ ﻭﺟﻮﺏ ﺫﻟﻚ ﻣﺄﺧﻮﺫ ﻣﻦ اﻟﻌﻘﻞ، ﻓﺈﻧﺎ ﺑﻴﻨﺎ ﺃﻥ اﻟﻮﺟﻮﺏ ﻳﺆﺧﺬ ﻣﻦ اﻟﺸﺮﻉ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻔﺴﺮ اﻟﻮاﺟﺐ ﺑﺎﻟﻔﻌﻞ اﻟﺬﻱ ﻓﻴﻪ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻭﻓﻲ ﺗﺮﻛﻪ ﺃﺩﻧﻰ ﻣﻀﺮﺓ، ﻭﻋﻨﺪ ﺫﻟﻚ ﻻ ﻳﻨﻜﺮ ﻭﺟﻮﺏ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﻔﻮاﺋﺪ ﻭﺩﻓﻊ اﻟﻤﻀﺎﺭ ﻓﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ، ﻭﻟﻜﻨﺎ ﻧﻘﻴﻢ اﻟﺒﺮﻫﺎﻥ اﻟﻘﻄﻌﻲ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺑﻪ ﻭﻟﺴﻨﺎ ﻧﻜﺘﻔﻲ ﺑﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺇﺟﻤﺎﻉ اﻷﻣﺔ، ﺑﻞ ﻧﻨﺒﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﺘﻨﺪ اﻹﺟﻤﺎﻉ ﻭﻧﻘﻮﻝ: ﻧﻈﺎﻡ ﺃﻣﺮ اﻟﺪﻳﻦ ﻣﻘﺼﻮﺩ ﻟﺼﺎﺣﺐ اﻟﺸﺮﻉ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ ﻗﻄﻌﺎ، ﻭﻫﺬﻩ ﻣﻘﺪﻣﺔ ﻗﻄﻌﻴﺔ ﻻ ﻳﺘﺼﻮﺭ اﻟﻨﺰاﻉ ﻓﻴﻬﺎ، ﻭﻧﻀﻴﻒ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻣﻘﺪﻣﺔ ﺃﺧﺮﻯ ﻭﻫﻮ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﺼﻞ ﻧﻈﺎﻡ اﻟﺪﻳﻦ ﺇﻻ ﺑﺈﻣﺎﻡ ﻣﻄﺎﻉ ﻓﻴﺤﺼﻞ ﻣﻦ اﻟﻤﻘﺪﻣﺘﻴﻦ ﺻﺤﺔ اﻟﺪﻋﻮﻯ ﻭﻫﻮ ﻭﺟﻮﺏ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ.

"Bagian Pertama: penjelasan tentang wajibnya mengangkat imam/khalifah.

Tidak semestinya anda mengira bahwa kewajiban mengangkat imam/khalifah itu bersumber dari akal. Sungguh kami telah menjelaskan bahwa kewajiban tersebut bersumber dari syara'. Hanya saja hal itu bisa diartikan bahwa perbuatan itu wajib karena di dalamnya ada manfaat dan meninggalkannya akan menyebabkan madharat. Pada yang demikian itu tidak diingkari akan wajibnya mengangkat imam/khalifah, karena di dalamnya memang ada manfaat dan mencegah madharat di dunia. Akan tetapi kami hendak menegaskan dalil syara' yang qath'i (pasti) atas kewajiban tersebut, tanpa mencukupkan diri dengan ijma' umat. Bahkan kami mengingatkan bagi siapa saja yang bersandar pada ijma'. 

Kami katakan: terselenggaranya sistem Islam secara pasti merupakan tujuan daripada diutusnya Rasulullah (shâhibusy syar'i), ini adalah proposisi yang kebenarannya pasti yang tidak mungkin ada perbedaan di dalamnya. Lalu kita tambahkan padanya proposisi lainnya, yaitu bahwasannya sistem Islam tidak akan dapat terrealisasi kecuali dengan keberadaan seorang imam/khalifah yang ditaati. Maka dengan dua proposisi tersebut dihasilkan kebenaran klaim, yaitu wajibnya mengangkat seorang imam/khalifah."¹

Di bagian berikutnya di kitab tersebut beliau katakan:

ﻓﺒﺎﻥ ﺃﻥ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺿﺮﻭﺭﻱ ﻓﻲ ﻧﻈﺎﻡ اﻟﺪﻧﻴﺎ، ﻭﻧﺎﻡ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺿﺮﻭﺭﻱ ﻓﻲ ﻧﻈﺎﻡ اﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻧﻈﺎﻡ اﻟﺪﻳﻦ ﺿﺮﻭﺭﻱ ﻓﻲ اﻟﻔﻮﺯ ﺑﺴﻌﺎﺩﺓ اﻵﺧﺮﺓ ﻭﻫﻮ ﻣﻘﺼﻮﺩ اﻷﻧﺒﻴﺎء ﻗﻄﻌﺎ، ﻓﻜﺎﻥ ﻭﺟﻮﺏ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﻣﻦ ﺿﺮﻭﺭﻳﺎﺕ اﻟﺸﺮﻉ اﻟﺬﻱ ﻻ ﺳﺒﻴﻞ ﺇﻟﻰ ﺗﺮﻛﻪ.

"Maka jelaslah bahwa kekuasaan itu sangat penting (dharûrî) demi terselenggaranya sistem dunia, dan sistem dunia itu sangat penting (dharûrî) demi pelaksanaan sistem Islam, dan sistem Islam itu sangat penting (dharûrî) demi kemenangan berupa kebahagiaan di akhirat, dan itulah tujuan pasti diutusnya para nabi. Maka kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah ini termasuk perkara syara' yang sangat penting (dharûriyât asy-syar') yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali."²

Sedangkan di kitab yang ke dua beliau menyebutkan:

أن القضاء والإمامة فرض على الكفاية، لما فيه من مصالح العباد.

"Bahwasannya peradilan syar'i (al-qadha') dan imamah/khilafah hukumnya fardhu kifayah, sebab di dalamnya terdapat banyak sekali kemaslahatan bagi umat."³

________

¹Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 2019. Al-Iqtishâd fi al-I'tiqâd. Cet. II (Jeddah: Dar al-Minhaj) hlm. 392

²Ibid. hlm 394-395

³Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 1997. Al-Wajîz fî Fiqh Al-Imam Asy-Syâfi'i (Beirut: Dar Al-Arqam) vol 2 hlm 237
________

Fawaid:
Pengingat, mengangkat khalifah adalah wajib berdasarkan dalil syara', bukan akal semata.

Kedua, menerapkan syariat-syariat Islam tidak akan dapat terrealisasi dengan sempurna tanpa keberadaan seorang imam/khalifah, makan menjadi wajib mewujudkan imam/khalifah dengan berlandaskan kaidah kulliyyah

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Setiap apa yang menunjang terlaksananya kewajiban dengan sempurna maka dia wajib hukumnya.

Ketiga, selain karena pertimbangan di atas, kewajiban khilafah juga didasari oleh ijmak dan demi terealisasinya kemaslahatan serta terhindakannya madharat.

Keempat, dengan dasar tersebut maka tujuan utama diangkatnya imam/khalifah adalah menerapkan syariat Islam, bukan syariat yang lain. Sehingga meniscayakan sistem imamah/khilafah saja, bukan sistem yang lain.

Kelima, karena terkait erat dengan misi kenabian dan kebahagiaan di akhirat karena dapat menunjang terselenggarakannya syariat secara utuh, mewujudkan imam/khalifah menjadi perkata yang sangat penting yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali.

Keenam, khalifah sebagaimana qadha' hukumnya fardhu kifayah, yaitu kewajiban kolektif yang harus ditanggung bersama oleh umat Islam hingga benar-benar terwujud.

Ketujuh, khalifah dan qadha' menunjang kemaslahatan manusia, baik kemaslahatan duniawi maupun kemaslahatan ukhrawi. Karena substansi daripada keduanya adalah penerapan hukum-hukum Allah Dzat yang maha adil. Di dunia akan maslahat karena "di mana ada syariat di situ pasti terdapat maslahat", dan di akhirat juga maslahat karena mendatangkan ridha Rabbil 'Alamin.

Kedua, Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi Asy-Syafi'i (W. 606 H)

Keterangan wajibnya imamah/khilafah dalam empat kitab karya beliau sekaligus: 

Pertama, Mafâtîh al-Ghaib (Tafsîr ar-Râzî), 
Kedua, Al-Mahshûl fî 'Ilm Ushûl al-Fiqh, 
Ketiga, Ma'âlim Ushûl ad-Dîn, dan 
Keempat, Al-Masâ`il Al-Khamsûn fî Ushûl Ad-Dî

• Dalam kitab Mafâtîh al-Ghaib (Tafsîr ar-Râzî) beliau mengatakan:

اﺣﺘﺞ اﻟﻤﺘﻜﻠﻤﻮﻥ ﺑﻬﺬﻩ اﻵﻳﺔ ﻓﻲ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻷﻣﺔ ﺃﻥ ﻳﻨﺼﺒﻮا ﻷﻧﻔﺴﻬﻢ ﺇﻣﺎﻣﺎ ﻣﻌﻴﻨﺎ، ﻭاﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻭﺟﺐ ﺑﻬﺬﻩ اﻵﻳﺔ ﺇﻗﺎﻣﺔ اﻟﺤﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﺴﺮاﻕ ﻭاﻟﺰﻧﺎﺓ، ﻓﻼ ﺑﺪ ﻣﻦ ﺷﺨﺺ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺨﺎﻃﺒﺎ ﺑﻬﺬا اﻟﺨﻄﺎﺏ، ﻭﺃﺟﻤﻌﺖ اﻷﻣﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻵﺣﺎﺩ اﻟﺮﻋﻴﺔ ﺇﻗﺎﻣﺔ اﻟﺤﺪﻭﺩ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻨﺎﺓ، ﺑﻞ ﺃﺟﻤﻌﻮا ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺇﻗﺎﻣﺔ اﻟﺤﺪﻭﺩ ﻋﻠﻰ اﻷﺣﺮاﺭ اﻟﺠﻨﺎﺓ ﺇﻻ ﻟﻹﻣﺎﻡ، ﻓﻠﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻫﺬا اﻟﺘﻜﻠﻴﻒ ﺗﻜﻠﻴﻔﺎ ﺟﺎﺯﻣﺎ ﻭﻻ ﻳﻤﻜﻦ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻦ ﻋﻬﺪﺓ ﻫﺬا اﻟﺘﻜﻠﻴﻒ ﺇﻻ ﻋﻨﺪ ﻭﺟﻮﺩ اﻹﻣﺎﻡ، ﻭﻣﺎ ﻻ ﻳﺘﺄﺗﻰ اﻟﻮاﺟﺐ ﺇﻻ ﺑﻪ، ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻘﺪﻭﺭا ﻟﻠﻤﻜﻠﻒ، ﻓﻬﻮ ﻭاﺟﺐ، ﻓﻠﺰﻡ اﻟﻘﻄﻊ ﺑﻮﺟﻮﺏ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﺣﻴﻨﺌﺬ.

"Ulama akidah (ahli kalam) berhujjah dengan ayat ini bahwa wajib hukumnya atas kaum muslim untuk mengangkat seorang imam (khalifah). Dalilnya adalah bahwasanya dengan ayat tersebut Allah mewajibkan penerapan had (sanksi syar'i) atas para pencuri dan pezina, sehingga haruslah ada pihak yang menjadi objek bagi seruan tersebut. Dan umat telah sepakat individu rakyat tidak memiliki hak untuk menerapkan hudud (bentuk jamak dari had) terhadap para pelaku kejahatan. Bahkan mereka telah bersepakat bahwa tidak boleh menerapkan hudud terhadap para pelaku kriminal yang merdeka (bukan budak, -penj.) kecuali oleh imam (khalifah). Maka tatkala tuntutan syara' ini berupa tuntutan yang tegas (baca: wajib), sementara tidak mungkin keluar dari tuntutan tersebut kecuali dengan adanya seorang imam (khalifah), dan suatu perkara yang kewajiban tidak dapat terealisasi tanpanya sedangkan dia dimampui oleh mukallaf, maka dia hukumnya wajib. Sehingga itu meniscayakan secara tegas atas wajibnya mengangkat seorang imam (khalifah)."

Fakhrurrazi, Abu Abdillah Muhammad bin 'Umar bin al-Hasan. 1981. Mafâtîh al-Ghaib (Tafsîr ar-Râzî). (Beirut: Dar al-Fikr) vol. 11 hlm. 235

masih kitab yang sama, di bagian lain beliau mengatakan:

اﻟﺒﺤﺚ اﻟﺨﺎﻣﺲ: ﻓﻲ ﺃﻥ اﻟﻤﺨﺎﻃﺐ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﻓﺎﺟﻠﺪﻭا ﻣﻦ ﻫﻮ؟ ﺃﺟﻤﻌﺖ اﻷﻣﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻟﻤﺨﺎﻃﺐ ﺑﺬﻟﻚ ﻫﻮ اﻹﻣﺎﻡ، ﺛﻢ اﺣﺘﺠﻮا ﺑﻬﺬا ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺏ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ، ﻗﺎﻟﻮا ﻷﻧﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﺃﻣﺮ ﺑﺈﻗﺎﻣﺔ اﻟﺤﺪ، ﻭﺃﺟﻤﻌﻮا ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺘﻮﻟﻰ ﺇﻗﺎﻣﺘﻪ ﺇﻻ اﻹﻣﺎﻡ ﻭﻣﺎ ﻻ ﻳﺘﻢ اﻟﻮاﺟﺐ اﻟﻤﻄﻠﻖ ﺇﻻ ﺑﻪ، ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻘﺪﻭﺭا ﻟﻠﻤﻜﻠﻒ ﻓﻬﻮ ﻭاﺟﺐ ﻓﻜﺎﻥ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﻭاﺟﺒﺎ، ﻭﻗﺪ ﻣﺮ ﺑﻴﺎﻥ ﻫﺬﻩ اﻟﺪﻻﻟﺔ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ: ﻭاﻟﺴﺎﺭﻕ ﻭاﻟﺴﺎﺭﻗﺔ ﻓﺎﻗﻄﻌﻮا ﺃﻳﺪﻳﻬﻤﺎ [ اﻟﻤﺎﺋﺪﺓ: 38] 

"Topik pembahasan ke-Lima: Tentang obyek yang diseru dalam firman Allah -ta'ala- (yang artinya): 'maka cambuklah olehmu', siapakah dia? Umat Islam telah ber-ijmak (konsensus) bahwasannya objek dari seruan tersebut adalah imam (khalifah), lalu mereka berhujah dengan hal ini akan wajibnya mengangkat seorang imam (khalifah). Mereka berkata: 'Karena Allah -subhanah- telah memerintahkan untuk menerapkan had (hukuman syar'i). Mereka juga telah bersepakat bahwasannya penerapan had tidak mungkin kecuali oleh seorang imam (khalifah), dan suatu perkara yang kewajiban mutlak tidak dapat terlaksana sempurna kecuali dengannya dan dia dimampui oleh mukallaf maka hukum sesuatu tersebut adalah wajib, sehingga mengangkat imam (khalifah) itu hukumnya adalah wajib. Telah lalu penjelasan aspek argumentatif akan hal ini pada firman-Nya (yang artinya): 'dan pencuri laki-laki serta pencuri perempuan maka potonglah olehmu tangan keduanya'. (Al-Mâ`idah: 38)"

Ibid. vol 23 hlm 144

• Dalam kitab Al-Mahshûl fî 'Ilm Ushûl al-Fiqh beliau mengatakan:

ﻟﻜﻦ ﻫﺎ ﻫﻨﺎ ﺟﻬﺘﺎﻥ ﺃﺣﺪاﻫﻤﺎ ﺃﻥ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﻳﻘﺘﻀﻲ ﻛﻮﻥ اﻟﻤﻜﻠﻒ ﺗﺎﺭﻛﺎ ﻟﻠﻘﺒﻴﺢ ﻻ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﻗﺒﻴﺤﺎ ﺑﻞ ﻟﻠﺨﻮﻑ ﻣﻦ اﻹﻣﺎﻡ ﻭﺇﻣﺎ ﻋﻨﺪ ﻋﺪﻡ اﻹﻣﺎﻡ ﻓﺎﻟﻤﻜﻠﻒ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﺘﺮﻛﻪ ﻟﻘﺒﺤﻪ ﻻ ﻟﻠﺨﻮﻑ ﻣﻦ اﻹﻣﺎﻡ. ﻓﺈﻥ ﻗﻠﺖ ﻫﺬا ﺑﺎﻃﻞ ﺑﺘﺮﺗﺐ اﻟﻌﻘﺎﺏ ﻋﻠﻰ ﻓﻌﻞ اﻟﻘﺒﻴﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻘﺘﻀﻲ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ اﻟﻤﻜﻠﻒ ﺗﺎﺭﻛﺎ ﻟﻠﻘﺒﻴﺢ ﻻ ﻟﻘﺒﺤﻪ ﺑﻞ ﻟﻠﺨﻮﻑ ﻣﻦ اﻟﻌﻘﺎﺏ ﻗﻠﺖ ﺃﻧﺎ ﺳﺎﺋﻞ ﻓﻴﻜﻔﻴﻨﻲ ﺃﻥ ﺃﻗﻮﻝ ﻟﻢ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻫﺬﻩ اﻟﺠﻬﺔ ﻣﻔﺴﺪﺓ ﻣﺎﻧﻌﺔ ﻭﻋﻠﻴﻚ اﻟﺪﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻴﺴﺖ ﻛﺬﻟﻚ ﻭﻻ ﻳﻠﺰﻡ ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻨﺎ ﺗﺮﺗﻴﺐ اﻟﻌﻘﺎﺏ ﻋﻠﻴﻪ ﻻ ﻳﻘﺘﻀﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﺠﻬﺔ ﻣﻦ اﻟﻤﻔﺴﺪﺓ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﻏﻴﺮ ﻣﻘﺘﺾ ﻟﻬﺎ ﻻﺣﺘﻤﺎﻝ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺣﺎﻝ ﻛﻞ ﻭاﺣﺪﺓ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺑﺨﻼﻑ ﺣﺎﻝ اﻵﺧﺮ ﻭاﻟﺬﻱ ﻳﺤﻘﻖ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﺮﺗﻴﺐ اﻟﻌﻘﺎﺏ ﻋﻠﻰ ﻓﻌﻞ اﻟﻘﺒﻴﺢ ﻻ ﻳﻌﻠﻢ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﺸﺮﻉ ﻓﻗﺒﻞ ﻭﺭﻭﺩ اﻟﺸﺮﻉ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻴﻪ ﻣﻔﺴﺪﺓ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﺠﻬﺔ ﻓﻠﻤﺎ ﻭﺭﺩ اﻟﺸﺮﻉ ﺑﻪ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻣﻔﺴﺪﺓ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﺠﻬﺔ ﻷﻥ اﻟﺸﺮﻉ ﻻ ﻳﺄﺗﻲ ﺑﺎﻟﻤﻔﺴﺪﺓ ﻓﻨﻈﻴﺮﻩ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺘﻨﺎ ﺃﻥ ﺗﻘﻮﻟﻮا ﻳﺠﻮﺯ ﻗﺒﻞ ﻭﺭﻭﺩ اﻟﺸﺮﻉ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﻣﻔﺴﺪﺓ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﺠﻬﺔ ﻓﻠﻤﺎ ﻭﺭﺩ اﻟﺸﺮﻉ ﺑﻪ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻔﺴﺪﺓ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﺠﻬﺔ ﻟﻜﻦ ﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻳﺼﻴﺮ ﻭﺟﻮﺏ اﻹﻣﺎﻣﺔ ﺷﺮﻋﻴﺎ.

"Akan tetapi di sini ada dua sisi; salah satunya bahwa pengangkatan imam (khalifah) itu dapat mengakibatkan seorang mukallaf meninggalkan keburukan bukan karena itu buruk, melainkan karena takut terhadap imam (khalifah). Dan saat tidak ada imam (khalifah) maka seorang mukallaf meninggalkan keburukan tidak lain karena itu buruk, bukan karena takut imam (khalifah). 

Jika anda katakan: 'Memberi sanksi atas perbuatan buruk itu keliru, sebab itu akan menjadikan seorang mukallaf meninggalkan perbuatan buruk bukan karena buruknya perbuatan tersebut, melainkan karena takut terhadap hukumannya'. 

Aku jawab: saya balik bertanya dengan cukup berkata, 'Kenapa aspek itu (meninggalkan keburukan karena takut hukuman, -penj.) tidak bisa menjadi bahaya (mafsadah) yang menghalangi (penerapan hukuman, -penj.)? Berikut adalah alasan bahwa yang berlaku tidaklah demikian. Perkataan kami 'memberi sanksi atas pelaku keburukan tidak menyebabkan bahaya' bukan berarti bahwa pengangkatan imam (khalifah) tidak akan menyebabkan demikian (adanya yang meninggalkan keburukan karena takut dihukum olehnya, -penj.), karena kondisi setiap orang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. 

Bukti bahwa ini benar adalah: bahwa memberi sanksi atas perbuatan buruk hanya dapat diketahui dengan syariat. Sebelum datangnya syariat bisa jadi dalam penerapan sanksi itu ada aspek bahaya, akan tetapi setelah datang syariat tentangnya kita yakin bahwa bahwa memberi sanksi tidak lagi mengandung bahaya dari aspek tersebut. Karena syariat tidak mungkin mendatangkan bahaya (mafsadah)

Untuk bandingannya -dalam maslah kita ini- kalian dapat mengatakan: 'Sebelum datangnya syariat bisa jadi mengangkat imam (khalifah) itu adalah bahaya, akan tetapi setelah datang syariat tentangnya kita yakin bahwa itu bukan bahaya lagi dari aspek tersebut'. Justru berdasarkan ketentuan ini jadilah kewajiban imamah (khilafah) itu bersifat syar'i."

Fakhrurrazi, Abu Abdillah Muhammad bin 'Umar bin al-Hasan. 1997. Al-Mahshûl fî 'Ilm Ushûl al-Fiqh. (Beirut: Muassasah ar-Risalah) vol. 4 hlm. 111

• Dalam kitab Ma'âlim Ushûl ad-Dîn beliau mengatakan:

اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ اﻷﻭﻟﻰ: ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﺇﻧﻪ ﻭاﺟﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺒﺎﺩ ﺃﻭ ﻋﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻭ ﻻ ﻳﺠﺐ ﺃﺻﻼ. ﺃﻣﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﻗﺎﻟﻮا ﺇﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﻧﺼﺐﻫ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺒﺎﺩ ﻓﻔﺮﻳﻘﺎﻥ
اﻷﻭﻝ اﻟﺬﻳﻦ ﻗﺎﻟﻮا اﻟﻌﻘﻞ ﻻ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﻮﺟﻮﺏ ﻭﺇﻧﻤﺎ اﻟﺬﻱ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻤﻊ ﻭﻫﺬا ﻗﻮﻝ ﺃﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﻗﻮﻝ ﺃﻛﺜﺮ اﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﻭاﻟﺰﻳﺪﻳﺔ. ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ اﻟﺬﻳﻦ ﻗﺎﻟﻮا ﺇﻥ اﻟﻌﻘﻞ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻧﺼﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ اﻟﺠﺎﺣﻆ ﻭﺃﺑﻲ اﻟﺤﺴﻴﻦ اﻟﺒﺼﺮﻱ...

"Permasalahan Pertama: Mengangkat imam (khalifah) antara pendapat bahwa itu kewajiban manusia, atau kewajiban Allah -ta'ala-, atau tidak wajib sama sekali. Adapun yang mengatakan bahwa itu kewajiban manusia, ada dua kelompok: Pertama, mereka yang berpendapat: akal tidak dapat menunjukkan kewajiban itu, yang menunjukkan tidak lain adalah dalil syara'. Ini adalah pendapat Ahlussunnah, dan pendapat mayoritas muktazilah dan zaidiyyah. Dan kelompok ke-dua, mereka yang berpendapat: akal dapat menunjukkan bahwa mengangkat khalifah itu wajib atas kita. Ini adalah pendapat al-Jahizh dan Abu al-Husain al-Bashri (keduanya tokoh Muktazilah -penj.). ..." 

Fakhrurrazi, Abu Abdillah Muhammad bin 'Umar bin al-Hasan. t.t. Ma'âlim Ushûl ad-Dîn. (Lebanon: Dar al-Kitab al-'Arabi) hlm. 145

• Dalam kitab Al-Masâ`il Al-Khamsûn fî Ushûl Ad-Dîn beliau mengatakan:

المسألة السابعة والأربعون في نصب الإمام. نصب الإمام واجب على أمته. والخوارج يقولون ليس بواجب. والرافضة يقولون أنه واجب على الله. 

"Topik permasalahan ke-47, tentang mengangkat imam (khalifah). Mengangkat seorang imam (khalifah) itu hukumnya wajib atas umat Islam. Sedangkan kelompok Khawarij berpendapat itu tidak wajib. Dan Syi'ah Rafidhah berpendapat bahwa dia wajib atas Allah."

Fakhrurrazi, Abu Abdillah Muhammad bin 'Umar bin al-Hasan. 1990. Al-Masâ`il Al-Khamsûn fî Ushûl Ad-Dîn. (Beirut: Dar al-Jil) hlm 70

Dan di bagian lain di kitab yang sama, beliau mengatakan:

 ... أن الأمة أجمعوا على أنه لا بد من وجود الإمام في كل زمان، وقد ثبت بالدليل أن خلو الزمان عن الإمام غير جائز في شرع النبي صلى الله عليه وسلم، فلابد من إمام.

"... Bahwasanya umat Islam telah ber-ijmak (konsensus) atas keharusan adanya seorang imam (khalifah) di setiap masa. Dan telah shahih berdasarkan dalil bahwa kosongnya suatu masa dari keberadaan seorang imam (khilafah) itu tidak boleh (haram) menurut syari'at Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, sehingga keberadaan seorang imam (khalifah) itu merupakan kewajiban." 

Ibid. hlm 73

Fawaid:
Pertama, selain ijmak, dalil atas wajibnya khilafah adalah kaidah kulliyah:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Setiap apa yang kewajiban tidak dapat terlaksana tanpanya maka hukumnya adalah wajib

Yakni bahwa kewajiban menerapkan hudud tidak dapat terlaksana tanpa adanya khalifah, maka mewujudkan khalifah hukumnya wajib (tentu berikut institusinya/khilafah)

Kedua, mengangkat khalifah yang bertugas menerapkan hudud bukan merupakan bahaya (mafsadah), karena itu syariat, dan syariat tidak mungkin mendatangkan bahaya (mafsadah).

Ketiga, adanya sebagian orang yang meninggalkan keburukan karena takut hukuman adalah keniscayaan, dan bukan bahaya. Bahkan itu diantara tujuan disyariatkannya imamah/khilafah sebagai pelaksana hukum al-Quran. Sebagaimana perkataan masyhur khalifah Ustman bin 'Affan -radhiyallahu 'anhu-:

إن الله ليزع بالسلطان ما لا يزع بالقرآن

"Sesungguhnya Allah dapat memaksa dengan kekuasaan apa-apa yang tidak bisa Dia paksakan dengan al-Quran (tanpa kekuasaan yang menerapkannya -penj.)."

Keempat, menurut Ahlussunnah mengangkat khalifah adalah kewajiban atas manusia, bukan kewajiban atas Allah. Sehingga yang dituntut merealisasikannya adalah manusia bukan Allah. Dia diusahakan, bukan ditunggu sebagai hadiah dari-Nya.

Kelima, menurut Ahlussunnah mengangkat khalifah adalah kewajiban syar'i bukan 'aqli, karena didasari dalil syara' bukan akal. Sehingga ia berpengaruh terhadap pahala dan dosa di hari perhitungan kelak.

Keenam, kewajiban mengangkat seorang khalifah itu berlaku di setiap masa. Sehingga haram hukumnya ada masa kosong (vacum) dari keberadaan seorang khalifah.

Ketiga, Asy-Syaikh Asy-Syahid Abdul Qadir Audah -rahimahullâh- (w. 1373H):

ثالثًا: إن الكثير من الواجبات الشرعية يتوقف على إقامة خليفة أو إمام، وما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب شرعًا، 

"Dalil ke-Tiga (yang mendasari wajibnya khilafah): Sungguh banyak diantara kewajiban-kewajiban syara' itu yang pelaksanaannya bergantung pada keberadaan khalifah/imam. Dan perkara yang kewajiban tidak sempurna terlaksana tanpanya maka ia wajib hukumnya secara syar'i; 

كما أن في نصب الإمام دفع ضرر وإزالة الضرر تجب شرعًا، 

Juga bahwa diangkatnya imam/khalifah dapat mencegah bahaya (dharar), dan menghilangkan bahaya itu hukumnya wajib secara syar'i; 

وفيه أيضًا جلب منافع للأمة وهو واجب أيضًا، 

Juga mendatangkan manfaat yang banyak bagi umat dan hal tersebut juga wajib hukumnya. 

ذلك أن مقصود الشارع فيما شرع من المعاملات والمناكحات والجهاد والحدود وشعائر الشرع وغيرها إنما هو مصالح عائدة على الخلق، 

Itu semua karena tujuan Syari' dalam mensyariatkan apa saja terkait mu'amalat, pernikahan, jihad, hudud, syi'ar-syi'ar syara' dan yang lainnya tidak lain adalah demi kemaslahatan yang kembali kepada manusia sendiri.

وهذه المصالح لا تتم إلا بإمام يرجعون إليه فيما يختلفون فيه، 

Sedangkan kemaslahatan-kemaslahatan tersebut tidak dapat sempurna kecuali dengan adanya seorang imam/khalifah yang menjadi rujukan mereka dalam perkara yang mereka perselisihkan. 

وهم مع اختلاف الأهواء وتشتت الآراء قلما ينقاد بعضهم لبعض فيفضي ذلك إلى التنازع والنوائب وربما أدى إلى إهلاكهم جميعًا، 

Sebab mereka dengan keberagaman keinginan hawa nafsu dan keberbedaan pendapat jarang sebagian mereka mengikuti sebagian yang lain, sehingga itu menyebabkan pertengkaran dan malapetaka, bahkan bisa menyebabkan mereka semua binasa. 

والتجربة تشهد بذلك وتشهد بأن عدم إقامة خليفة يؤدي إلى تعطيل الدين والخروج على الإسلام وتفرق المسلمين كما هو حادث الآن. 

Pengalaman empiris juga menunjukkan hal itu, bahwa ketiadaan khalifah akan menyebabkan terbengkalainya agama dan keluar dari Islam, serta tercerai-berai nya kaum muslimin seperti yang terjadi saat ini!"

Abdul Qadir Audah, al-Islâm wa Audhâ'unâ as-Siyâsiyyah, (Beirut: Muassasah Ar Risalah) hlm 129

Ditulis kembali oleh: Achmad Mu’it 

Disadur dari: Postingan grup FB JEJAK KHILAFAH DI KITAB ULAMA oleh Azizi Fathoni 13 Januari 2021
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar