Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketimpangan Sosial, Cermin Buruknya Sistem Distribusi Kekayaan


Topswara.com -- "Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin".  Demikian sepenggal lirik tembang lawas dari Rhoma Irama. Bagi penikmat lagu dangdut mungkin hanya sekedar lirik untuk sedikit bergoyang. Namun sejak masa itu ternyata Bang Haji sudah berhasil memotret ketimpangan sosial di tengah masyarakat.

Negeri yang kaya raya ini ternyata tidak mampu mendistribusikan kekayaannya dengan baik. Ada segelintir orang yang kaya raya bahkan super kaya, namun banyak orang miskin bahkan sangat miskin.

Melansir data dari lembaga keuangan Credit Suisse, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS atau lebih di Indonesia mencapai 171.740 orang pada tahun 2020. Angka tersebut melonjak 61,69 persen year on year (yoy) dari jumlah pada tahun 2019 yang berjumlah 106.215 orang. (Kompas.com, 13/07/21)

Beberapa waktu yang lalu muncul  istilah "Crazy Rich" untuk orang yang super kaya. Kebanyakan mereka adalah para pebisnis besar selain juga para selebritis tentunya. Mereka, orang-orang yang pusing menghabiskan uang ini, punya gaya hidup jor-joran. Beli tas, jam tangan hingga milyaran, mobil apalagi, sekali makan saja bisa sampai jutaan. Barang-barang branded jadi incaran, tidak peduli mahal asal berkelas. Terlebih memang tidak ada istilah mahal dalam kamus hidup mereka. Semua terasa murah. 

Namun, di depan hidung mereka tercium aroma kemiskinan. Orang-orang yang dihimbau untuk tetap di rumah susahnya bukan main, meski Covid-19 mengintai. Bukan karena gila kerja, namun kalau mereka tidak keluar rumah sehari saja untuk mengais rejeki, sudah terancam kelaparan.

Kontras, benar-benar kontras. Padahal mereka semua sama-sama warga negara Indonesia. KTP nya pun sama berlambang pancasila. Lalu mengapa bisa terjadi? 

Pengelolaan Kekayaan dalam Sistem Kapitalis

Memang tidak salah untuk menjadi kaya. Toh dengan kekayaan kita bisa melakukan banyak kebaikan. Namun yang jadi masalah adalah mengapa kekayaan itu hanya beredar pada segelintir orang? Sedikit orang merasakan limpahan kekayaan bumi ini sementara banyak orang justru hanya mendapatkan sisa-sisanya saja. Terkesan tidak adil, padahal semua adalah makhluk Tuhan.

Perbedaan kekayaan adalah hal yang alami, toh kita juga tak ingin hidup ala komunis yang sama rata sama rasa. Gaji dokter dan perawat sama padahal beda keahlian, itu pun tidak adil. Setidaknya kita ingin semua sejahtera minimal tercukupi kebutuhan primernya, syukur-syukur kebutuhan sekunder dan tersier.

Sebenarnya Sang Pencipta alam semesta ini telah menciptakan sumber daya yang cukup untuk semua makhluknya. Maha benar Allah yang telah berfirman dalam QS. Hud; 6

 وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

"Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)"

Sehingga, masalahnya bukan pada ketersediaan pangan ataupun sarana lainnya. Tidak sama sekali, problem terbesarnya adalah pada distribusi. Jika sumber daya terdistribusikan dengan baik, maka semua akan mendapatkan kesejahteraan mesti tak harus sama rata. Lalu siapa yang bertanggung jawab melakukan proses distribusi ini?  Tidak lain adalah pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan membuat peraturan.

Adalah berbahaya membiarkan distribusi berjalan begitu saja. Hukum rimba akan terjadi, yang kuat akan mendapatkan banyak dan yang lemah tidak kebagian jatah. Seperti dalam sebuah keluarga dengan jumlah anak yang banyak, ada yang besar ada yang kecil. Jika orang tua tidak mengatur sedemikian rupa bisa jadi anak yang kecil tidak mendapatkan makanan karena sudah lebih dulu dihabiskan kakaknya yang besar.

Apalagi di negeri kita Indonesia ini, sudah diakui limpahan kekayaan alamnya. Mulai dari yang di atas hingga di perut bumi, daratan hingga lautan. Apakah tidak cukup untuk mensejahterakan rakyatnya? Sebenarnya cukup, andai tidak salah kelola. Lagi-lagi problemnya adalah distribusi yang serampangan.

Dalam sistem kapitalis tidak ada pembagian kepemilikan, setiap orang boleh memiliki atau menguasai apa saja selama dia mampu. Hutan dan pertambangan dapat dikuasai oleh individu, bayangkan kekayaan yang menumpuk padanya. Adapun masyarakat hanya kecipratan sedikit manfaat sebagai pekerja dan menanggung banyak kerugian dengan rusaknya alam.

Sejahtera dalam Sistem Islam

Dalam sistem ekonomi Islam, kekayaan alam dengan jumlah deposit yang besar  dikelola oleh negara untuk membiayai kehidupan rakyatnya. Menyediakan fasilitas-fasilitas publik seperti jalan, jembatan, sekolah, pasar, rumah sakit dan sebagainya. Pemerintah pun harus memastikan kebutuhan primer rakyat terpenuhi. Jika ada yang tidak mampu, maka harus ada intervensi dari pemerintah untuk mengatasinya. Bisa dengan menciptakan lapangan kerja, pemberian modal usaha, bahkan dengan bantuan langsung dan sebagainya, hingga problem kemiskinannya benar-benar teratasi.

Rakyat tidak dibiarkan mandiri mengurus kehidupannya sendiri, karena nyatanya tidak semua mampu karena berbagai keterbatasan. Tidak juga membiarkan rakyat kecil bertarung bebas di jagat pasar yang liar. Lihatlah betapa rakyat didorong untuk menghidupkan UMKM namun bisnis-bisnis raksasa membanjiri pasar tanpa proteksi, lalu bagaimana mereka mampu bertahan?

Namun, jika sumber daya alam yang luar biasa itu diserahkan pada individu/swasta, maka kekayaan itu akan terkumpul pada mereka. Tidak mungkin mereka membangun fasilitas publik karena memang bukan urusan mereka. Yang muncul adalah crazy rich, si kaya raya yang berfoya-foya diantara perut-perut lapar.
Wallahu a'lam

Oleh: Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar