Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya (Bagian Dua)

Topswara.com -- Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik ketika menceritakan tiga orang sahabat yang tidak ikut perang Tabuk. Ka’ab berkata:

Sehingga ketika masa pemboikotan berupa pengasinganku dari orang-orang itu berlangsung lama, maka aku berjalan hingga aku menaiki dinding pagar Abi Qatadah. Dia adalah anak pamanku dan orang yang paling aku cintai. Kemudian aku mengucapkan salam kepadanya. Demi Allah, ia tidak menjawab salamku. Maka aku berkata, “Wahai Abi Qatadah! Aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apakah engkau mengetahui bahwa aku sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Ia diam. Maka aku kembali kepadanya dan aku bersumpah lagi kepadanya tapi ia tetap diam. Kemudian aku kembali lagi dan bersumpah lagi kepadanya, maka akhirnya ia berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Maka bercucuranlah air mata dari kedua mataku, kemudian aku pergi hingga aku memanjat dindingnya. (Mutafaq‘alaih)

Dari Sahal bin Sa’ad ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda pada Khaibar:

Berkata kepadaku Qutaibah bin Sa’îd, berkata kepadaku Ya’kub bin Abdurrahman dari Abû Hazim, ia berkata; Sahal bin Sa’ad ra. telah memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda pada perang Khaibar, “Aku akan memberikan panji ini kepada seorang lelaki yang di atas tangannya Allah akan memberikan kemenangan. Ia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Berkata Sahal Bin Sa’ad, “Maka orang-orang pun pergi untuk tidur dan mereka bertanya-tanya di dalam hati mereka, siapakah di antara mereka yang akan diberikan panji oleh Rasulullah SAW.” Ketika tiba waktu subuh, maka orang-orang ramai menghadap Rasulullah SAW. Semuanya berharap agar diberi panji oleh Rasulullah SAW. Maka Rasul bersabda, “Di manakah Ali bin Abi Thalib?” Dikatakan kepada Rasul, “Ia sedang sakit mata, Ya Rasulullah!” Kemudian orang-orang pun mengutus seorang sahabat untuk membawa Ali bin Abi Thalib ke hadapan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW meludahi kedua matanya dan berdoa untuknya, maka sembuhlah ia hingga seolah-olah ia belum pernah sakit sebelumnya. Kemudian Rasul memberikan panji itu kepada Ali bin Abi Thalib. Lalu Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku akan memerangi mereka sampai mereka bisa seperti kita (memeluk Islam).” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Berangkatlah perlahan-lahan hingga engkau berada di halaman mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan kabarkan kepada mereka hak Allah yang merupakan kewajiban mereka. Maka demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang manusia karena engkau, hal itu lebih baik bagi engkau daripada unta merah.” (Mutafaq ‘alaih)

Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya: (...Kemudian Urwah bin Mas’ud kembali kepada para sahabatnya, dan berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku pernah menjadi utusan (delegasi) kepada para raja. Aku pernah menjadi delegasi kepada Kisra, Qaishar, dan an-Najasyi. Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pemimpin pun yang sangat diagungkan oleh para sahabatnya seperti halnya para sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad. Demi Allah, jika beliau mengeluarkan dahak maka jika jatuh ke tangan seseorang dari mereka, pasti ia akan mengusapkannya pada wajah dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu kepada mereka, maka mereka akan bergegas melaksanakannya. Jika beliau wudhu, maka mereka akan berlomba seperti orang yang berperang memburu air bekas wudhu beliau. Jika beliau berbicara, maka mereka akan merendahkan suara di sisinya. Mereka tidak berani memandangnya semata-mata karena mengagungkannya...)

Muhammad bin Sirin berkata, telah berbincang-bincang segolongan laki-laki di masa Umar ra., hingga seakan-akan mereka melebihkan Umar ra. atas Abû Bakar ra., kemudian hal itu sampai kepada Umar bin al-Khathab r.a., lalu beliau berkata, “Demi Allah, satu malam dari Abû Bakar lebih utama daripada keluarga Umar. Sungguh Rasulullah telah pergi menuju gua Tsur disertai Abû Bakar. Abû Bakar terkadang berjalan di depan beliau dan terkadang berjalan di belakang beliau. Hingga hal itu membuat Rasulullah penasaran, beliau pun berkata, “Wahai Abû Bakar! Kenapa engkau terkadang berjalan di depanku dan terkadang di belakangku?” Abû Bakar berkata, “Jika aku ingat orang-orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu, dan jika aku ingat orang-orang yang mengintaimu, maka aku berjalan di depanmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Abû Bakar, jika terjadi sesuatu, apakah engkau suka hal itu menimpamu dan tidak menimpaku?” Abû Bakar menjawab, “Benar, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, jika ada suatu perkara yang menyakitkan, maka aku lebih suka hal itu menimpaku dan tidak menimpamu.” Ketika keduanya telah sampai di gua Tsur, Abû Bakar berkata, “Tunggu sebentar di tempatmu wahai Rasulullah, hingga aku membersihkan gua untukmu.” Kemudian Abû Bakar pun masuk gua dan ia membersihkan (dari segala hal yang akan mengganggu). Ketika ia ada di atas gua, ia ingat belum membersihkan sebuah lubang, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, tetap di tempatmu, aku akan membersihkan sebuah lubang.” Maka ia pun masuk gua dan membersihkan lubang itu. Kemudian berkata, “Silahkan turun wahai Rasulullah," maka Rasul pun turun. Umar berkata, “Demi Allah, sungguh malam itu lebih utama dari pada keluarga Umar.” (HR. al-Hâkim dalam al-Mustadrak. Ia berkata, “Hadis ini shahih, isnadnya memenuhi syarat al-Bukhâri Muslim seandainya tidak mursal”). Tapi hadis ini adalah hadits mursal yang bisa diterima.

Anas bin Malik berkata:

Sesungguhnya Rasulullah SAW pada saat perang Uhud telah terpojok sendirian bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy (Muhajirin). Ketika musuh (kaum Musyrik) telah merangsek mendekati beliau, beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar lalu memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali merangsek mendekat. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar, lalu memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya (dari Muhajirin), “Kita tidak sebanding dengan para sahabat kita itu.” (HR. Muslim)

Ditulis kembali oleh: Achmad Mu'it

Disadur dari buku: Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah, Jakarta, Cetakan ke-5, April 2008
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar