Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ahli Fiqih Islam Ungkap Empat Kriteria Moderasi Islam yang Jadi Patokan Pemerintah


Topswara.com-- Ahli Fiqih Islam KH Muhammad Shiddiq Al Jawi memaparkan empat kriteria moderasi Islam yang dikembangkan oleh pemerintah dan dijadikan patokan untuk mengidentifikasi warga negaranya.

"Kalau kita lihat kebijakan pemerintah yang sekarang dilakukan bahwa moderasi Islam itu ada empat kriteria atau empat norma yang itu dijadikan patokan," tuturnya dalam kajian dengan tema Bahaya Moderasi Islam, di kanal YouTube Majelis Gaul, Selasa (06/07/2021).

Menurutnya, kalau seseorang mendukung  empat kriteria itu dia digolongkan sebagai seorang Muslim yang moderat, yang baik. Tetapi kalau tidak memenuhi, terkategori Muslim yang radikal atau teroris, tergantung menggunakan kekerasan fisik atau tidak.

"Kalau tidak menggunakan  kekerasan fisik berarti tergolong radikalisme, sementara kalau menggunakan kekerasan fisik berarti disebut terorisme. Ini yang dianggap  berbahaya dan akan mendapatkan  perlakuan yang berbeda dengan orang-orang yang masuk kategori moderasi Islam," tegasnya.

Pertama, mempunyai komitmen kebangsaan. Artinya orang yang komitmen kepada Pancasila, UUD 1945 dan aturan-aturan yang berada di bawah Pancasila dan UUD 1945. Kalau seseorang itu mempunyai komitmen kebangsaan, setuju Pancasila, UUD 1945 dan peraturan di bawahnya, misalnya UU atau keputusan presiden dan lain-lain maka, kalau dia komitmen setuju berarti lolos kriteria pertama dari moderasi Islam.

Kedua, adalah toleransi. Kalau seseorang memiliki sikap toleransi kepada ide-ide dari Barat dan praktiknya berarti dia disebut toleran misalnya, toleran terhadap LGBT, toleran kepada penganut agama lain, toleran kepada hari raya agama lain. Yang itu semua berarti memiliki nilai atau memiliki komitmen toleransi. Ini berarti akan lolos kriteria kedua dari moderasi Islam.

Ketiga, adalah antikekerasan. Kalau seseorang itu menolak kekerasan sebagai cara menyampaikan pendapat, berarti kalau dia tidak setuju kekerasan itu berarti sudah memenuhi kriteria ketiga dari moderasi Islam.

Keempat, adalah menerima tradisi. Kalau ada orang Islam tetapi menolak tradisi Jawa, menolak tradisi setempat berarti tidak lolos moderasi Islam. Tetapi kalau menerima tradisi berarti bersikap moderat.

"Empat kriteria inilah yang dijadikan pemerintah untuk mengidentifikasi warga negara Indonesia yang mungkin calon ASN atau pegawai KPK," tuturnya.


Kritik Moderasi

Ia mengungkapkan, banyak aturan-aturan yang perlu dikritisi yang merupakan regulasi turunan dari Pancasila dan UUD 1945. Misalnya ada keputusan presiden yang memutuskan hari lahir Pancasila itu 1 Juni 1945, padahal Pancasila yang sekarang kita kenal sebenarnya lahirnya bukan 1 Juni tetapi 18 Agustus 1945.

"Jadi Pancasila yang kita ketahui sekarang sila pertama itu Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, ketiga Persatuan Indonesia, keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu lahir 18 Agustus 1945 bukan 1 Juni 1945," terangnya.

Ia melanjutkan, Pancasila yang lahir 1 Juni 1945 bunyinya itu sila pertama Kebangsaan Indonesia, kedua Internasionalisme atau perikemanusiaan, ketiga Mufakat atau demokrasi, keempat Kesejahteraan sosial, kelima Ketuhanan.

"Kalau 1 Juni Pancasilanya beda dengan Pancasila yang 18 Agustus, berarti pemerintah itu sendiri yang komitmen kebangsaannya tidak jelas. Pancasilanya saja tidak jelas, sementara rakyat dipaksa harus mengikuti Pancasila," imbuhnya.

Ia menambahkan, kritik dari segi praktik atau implementasi dari empat kriteria moderasi Islam, yang disebut dengan orang yang moderat yang lawan dari moderat disebut orang yang terpapar radikalisme. Ketika kebijakan ini diterapkan oleh pemerintah maka yang banyak menjadi sasaran adalah orang Islam, kelompok Islam, ormas Islam.

"Kelompok ini yang sering disebut-sebut pemerintah tidak moderat atau tidak pro pemerintah. Ada juga yang disebut Taliban untuk orang-orang yang kritis di KPK, yang diistilahkan sama dengan kelompok radikal. Karenanya kelompok ini tidak lolos ketika diadakan tes wawasan kebangsaan," pungkasnya.[] Faizah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar