Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gencatan Senjata Bukan Solusi Hakiki untuk Palestina


Topswara.com -- Sempat tersiar kabar Israel dan Hamas menyepakati keputusan gencatan senjata pada Kamis (20/5/2021). Kesepakatan ini sempat menyorot perhatian masyarakat sipil dan termasuk kaum muslim di Indonesia. (AP News, 21/5/2021)

Gencatan senjata adalah kebijakan di mana pihak yang berkonflik sepakat berhenti menembakkan atau meluncurkan senjata-senjata api. Ketika kesepakatan ini diambil, maka pihak-pihak yang tengah berkonflik tidak dibenarkan meluncurkan serangan, meski hal ini bisa terjadi sementara atau permanen. (Kompas.com, 21/05/21)

Alih-alih menjadi angin segar bagi Palestina, tidak berselang lama, Israel kembali melakukan penyerangan. Ada ketegangan di Yerusalem Timur di mana polisi Israel menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa dan menembakkan gas air mata ke arah warga Palestina setelah salat Jumat. (CNBC Indonesia, 22/05/2021)

Walhasil, kita bisa lihat bahwa wilayah Palestina kembali membara. Konflik menahun ini tidak kunjung usai dan tidak juga direspon serius oleh dunia internasional. Dorongan agar Palestina merdeka, hanya menjadi seruan manis saja karena bertahun lamanya tidak juga menjadi nyata.

Di tengah konflik yang makin membara, negeri-negeri muslim mulai 'mencari muka' dengan angkat bicara. Kecaman terhadap zionis hingga analisis politik diluncurkan guna menarik perhatian publik atas kasus yang masih naik daun ini. Beberapa negeri mengomentari upaya perdamaian dan juga gencatan senjata demi kebaikan bersama.

Seperti Uni Emirat Arab (UEA) yang siap memfasilitasi perdamaian Palestina dan Israel, seusai keduanya sepakati gencatan senjata. Kantor berita negara UEA, Minggu 23/5/2021) melaporkan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed Bin Zayed Al-Nayhan siap mewujudkan perdamaian. (Tribun News, 23/05/21).

Tidak hanya UEA, Sudan pun juga ikut angkat bicara. Sudan menyambut baik deklarasi gencatan senjata antara Israel dan Palestina. Dikutip dari Reuters, Kementerian Luar Negeri Sudan juga mengapresiasi upaya Mesir, regional, dan internasional untuk mencapai kesepakatan ini. (Kumparan, 22/05/21)

Pada hakikatnya, Gencatan senjata yang diusulkan berbagai pemimpin negeri Muslim atau kecaman yang mereka berikan hanya menyiratkan tidak adanya pembelaan sempurna terhadap saudara Muslim Palestina. Upaya dan solusi yang ditawarkan tidak lepas dari jerat negara adidaya yang kini memimpin dunia.

Secara tidak langsung, pemimpin negeri Muslim telah membiarkan zionis berlindung dan memulihkan kekuatan  dibalik istilah gencatan senjata dan perdamaian. Sebab, kita tahu bahwa Palestina tidak didukung secara militer untuk melakukan jihad defensif mempertahankan tanahnya. Sedangkan, Israel mendapat dukungan penuh secara militer oleh negara "Paman Sam". Gencatan senjata hanya jeda waktu bagi Israel untuk melakukan serangan kembali.

Keengganan dunia Islam mengirimkan militer untuk Palestina bukan teori. Hingga kini, tidak satupun negeri Muslim mengerahkan tentaranya untuk membantu saudara-saudaranya yang tengah dijajah bahkan dibombardir setiap hari. Kecaman dan keprihatinan tentu tak elok dilakukan level negara, karena negara bisa melakukan lebih dari itu.

Padahal, besar harapan dunia Islam mampu memberi solusi menghentikan pendudukan dan mengusir zionis dari bumi palestina. Jika selama ini berkutat pada donasi, memang tak salah tapi sebenarnya tak ada yang berubah. Donasi atau bantuan logistik hanya mengobati luka bukan menghentikan konflik yang sebenarnya.

Jika dunia Islam justru berpihak pada solusi dua negara, yakni berdirinya negara Palestina dan juga Israel maka juga membuktikan keberpihakan pada Barat. Karena inilah yang diinginkan oleh negara adidaya, zionis memiliki hak atas wilayah Muslim. Padahal, mereka tidak memiliki hak sejengkalpun. Jika Palestina merdeka, apa ada jaminan zionis tidak mengulang ulahnya? Atau justru semakin punya legitimasi untuk melakukan penyerangan?

Satu hal yang harus kita pahami bersama, adalah sebuah kewajaran sikap dunia Islam demikian. Sebab, jerat negara adidaya yang mendukung Israel begitu mesra adanya. Baik hubungan dagang maupun sudah terjadinya normalisasi hubungan diplomatik. "Jabat tangan" ini tak mungkin dikhianati oleh pemimpin-pemimpin Muslim.

Sejatinya, Palestina butuh solusi hakiki. Bukan sekadar pemanis yang ternyata tetap melanggengkan penjajahan ini. Solusi jangka pendek memang mengharuskan dunia Islam berpihak pada Palestina. Pemimpin muslim mesti berupaya melawan penjajahan dengan militer. Perlawanan ini bukan hanya atas dasar kemanusiaan tapi atas dasar aqidah, keimanan yang sama pada Allah ta'ala. Wahai pemimpin muslim, sadarlah tentang hal ini.

Solusi jangka panjang, tentu umat butuh khilafah sebagai junnah (perisai). Rasulullah SAW pun bersabda:

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Rasulullah SAW telah mencontohkan fungsi junnah dari khalifah (imam) ini. Ketika ada Muslimah yang dilecehkan kehormatannya oleh orang Yahudi dari Bani Qainuqa’ di Madinah, Rasulullah SAW pun melindunginya, dengan menyatakan perang kepada mereka, dan mengusir mereka dari Madinah. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ini dilanjutkan oleh para Sahabat dalam institusi yang sama yakni Daulah Khilafah Islamiyyah.

Dengan adanya junnah, maka bukan hanya Palestina yang dilindungi tapi seluruh negeri-negeri Muslim. Khalifah akan menyatakan perang atas penjajah siapapun yang menzalimi. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita bangkit dari keterpurukan yang ada. Sudah saatnya Palestina dilindungi dalam naungan illahi, hidup damai dan berkah dalam naungan khilafah. Semoga pertolongan Allah segera hadir dengan tegaknya syariat Islam di muka bumi. Aamiin. Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Fani Ratu Rahmani
(Aktivis dakwah dan Pendidik)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar