Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tontonan Hari ini Menjadi Tuntunan Kemudian Hari


Topswara.com -- Bulan yang penuh ampunan akan segera datang. Umat Muslim di berbagai penjuru dunia sangat menantinya, termasuk di Indonesia. Bulan penuh ampunan artinya setiap perbuatan baik akan dilipatgandakan pahalanya serta ditutupnya pintu neraka. Tentu membuat umat Muslim berlomba-lomba dalam melakukan amal saleh.

Momen inilah yang dimanfaatkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memperketat siaran televisi. Lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya. KPI juga mengimbau untuk tidak menampilkan muatan yang mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan (pikiran-rakyat.com, 24/03/2021).

Selain itu, KPI juga melarang menampilkan gerakan tubuh yang berasosiasi erotis, sensual, cabul. Begitu juga ungkapan kasar dan makian yang bermakna cabul dan menghina agama lain (tirto.id, 20/03/2021).

Mengapa aturan tersebut berlaku pada bulan Ramadan saja? Padahal setiap hari kita menonton televisi tidak hanya pada bulan Ramadan. Aturan tersebut menandakan seolah tidak boleh berbuat maksiat hanya pada bulan Ramadan. Selain itu semakin menguatkan negeri ini tercengkeram dengan akidah sekulerisme.

Sistem Sekulerisme Menyuburkan Tontonan Unfaedah

Saat ini negeri ini telah mengadopsi ideologi sekularisme yang artinya  memisahkan aturan agama dari kehidupan. Agama hanya sebatas ibadah ritual dan aturan Allah hanya berlaku di momen tertentu seperti bulan Ramadan.

Sejatinya, tontonan hari ini sangat berbahaya. Demi memenuhi kebutuhan pasar, para pemain rela melakukan adegan tidak senonoh (berpelukan, bercumbu) bahkan menampilkan aksi erotis, tayangan gosip yang mengumbar aib saudaranya. Tentu saja pihak yang diuntungkan stasiun televisi, para pemain. Lalu yang dirugikan tentu saja masyarakat terlebih anak-anak. 

Apa yang kita tonton hari ini sangat memengaruhi cara pandang, berpikir, hingga cara berperilaku kita di kemudian hari. Apabila kita menonton sesuatu yang dapat merusak akidah kita maka secara perlahan akan menghancurkan pemikiran kita. Miris sekali apabila ada anak yang menjadikan tontonan hari ini sebagai tuntunan.

Dengan sistem saat ini, sangat berat individu untuk melakukan ketakwaan. Akidah mereka akan mudah goyah karena mereka menerima berbagai gempuran informasi negatif dari berbagai arah, termasuk tontonan hari ini. 

Tontonan dalam Pandangan Islam

Bagaimana bisa ketakwaan dibangun apabila konten pornografi dan pornoaksi terpampang dimana-mana. Hal tersebut merupakan halusinasi. Ketakwaan seseorang tidak bisa dibangun hanya dengan puasa di bulan Ramadan. Bulan Ramadan adalah waktu emas yang diberikan Allah untuk untuk merasakan nikmatnya ibadah agar kita menjadi orang-orang bertakwa sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat: 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Sejatinya, jika kaum Muslim menginginkan masyarakat bertakwa,  salah satu yang dilakukan adalah pelarangan penayangan tontonan yang bertentangan dengan akidah Islam. Dan ini harus dilakukan selamanya. Membangun ketakwaan membutuhkan sistem yang mendukung, sistem yang bukan buatan manusia. Disinilah dibutuhkan peran negara. Mengapa? Karena negara merupakan penjaga umat dari berbagai serangan buruk pemikiran serta mencegah rakyatnya untuk berbuat maksiat, tanpa memandang apakah bulan Ramadan atau tidak. 

Media sendiri merupakan alat untuk menyebarkan risalah Islam. Secara tidak langsung, media berperan mengedukasi masyarakat terkait pelaksanaan Islam beserta hukum Islam. Negara akan mengeluarkan peraturan terkait pemuatan informasi yang akan disampaikan, program acara yang akan dimuat sehingga mendatangkan manfaat untuk masyarakat luas.

Pertama, isi konten mengandung unsur pendidikan sehingga mendorong masyarakat untuk inovatif namun dalam koridor syariat Islam. Kedua, muatan konten tidak mengandung unsur penipuan, kriminalitas. Ketiga, tidak membuka aib seseorang kecuali kezaliman yang dilakukan penguasa. Keempat, isi konten dilarang mengadu domba kepada kelompok tertentu atau individu masyarakat yang mengakibatkan perpecahan. 

Dalam daulah Islam, tidak perlu menunggu bulan Ramadan untuk membuat aturan terkait tontonan. Tetapi setiap hari dilakukan pengawasan terhadap tontonan sehingga tidak menampilkan konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. 

Dengan penerapan Islam kafah akan terwujud tatanan kehidupan yang dipenuhi keimanan dan perilaku kolektif masyarakat yang taat. Dengan khilafah, bingkai ketakwaan sistemis akan terbangun []

Oleh: Alfia Purwanti
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar