Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dicari, Pemuda Antigalau Politik


Topswara.com -- "Usia muda adalah modal agar tangan terus terkepal, untuk arungi medan politik yang terjal." (Najwa Shihab)

Pemuda dalam kancah politik menempati peran krusial untuk menata peradaban dunia. Di pundak seorang pemuda, arah perjuangan dan keberlanjutan eksistensi bangsa dititipkan. Namun sayang, fenomena yang muncul saat ini mengindikasikan spirit pemuda untuk terjun dalam dunia politik masih galau, bahkan ada yang antipolitik.

Melansir dari merdeka.com, 21/03/2021, hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 64,7% anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat. Sebanyak 25,7% anak muda  menilai para politisi sudah cukup baik mendengarkan aspirasi.

Hasil survei juga menunjukkan hanya 3% anak muda yang sangat percaya pada partai politik. Sebanyak 7% sama sekali tidak percaya. Sebanyak 54% anak muda masih percaya pada partai politik.

Tingkat kepercayaan anak muda lebih besar kepada TNI. Terlihat sebanyak 77% anak muda cukup percaya dengan TNI. Bahkan 12% anak muda sangat percaya pada TNI.

Ketidakpercayaan pemuda pada partai politik adalah lumrah. Karena fakta korupsi yang menggurita dan pelanggaran hukum  yang banyak dilakukan para kader politik. Politisi hari ini, fokus mencari peluang untuk meraih kursi kekuasaan, apapun caranya meski dengan dana hasil korupsi, kepentingan rakyat urusan terakhir. Melihat fungsi parpol yang oportunis, pragmatis dan mandul bahkan penuh konflik, wajar  kepercayaan kaum muda pada parpol akan luntur.

Kepercayaan pemuda terhadap TNI kiranya dapat dipandang sebuah kenaifan politik. Karena telah umum diketahui, secara kelembagaan militer, baik Polri ataupun TNI tidak boleh terlibat dalam politik praktis, termasuk para anggotanya yang masih aktif. Terkecuali, mereka keluar dari institusi tersebut. Karena TNI dan polisi punya senjata, jika berpolitik praktis dikhawatirkan  penggunaan senjata untuk menghadapi rakyat dan lawan, tanpa mengedepankan sikap persuasif dalam menghadapi masalah. Maka TNI menempati posisi netral dalam kancah politik  praktis.

Tak dipungkiri, kibang-kibut persoalan bangsa tidak lepas dari kebijakan yang diterapkan oleh rezim berkuasa. Sedangkan rezim penguasa adalah kader yang dicetak oleh parpol. Adapun bangunan parpol lahir dari kepentingan-kepentingan individu dan kelompok guna meraih kekuasaan sekaligus mempertahankannya, standar yang digunakan tentu syahwat kepentingan, bukan lagi memprioritaskan kebenaran. 

Narasi politik dan hukum saling tumpang tindih, para politisi adalah desainer yang handal  memanipulasi skenario hukum. Dari sinilah rulle of law menjadi hal yang lumrah dan berakibat runtuhnya rakyat. Parahnya, pemuda yang diharapkan menjadi garda terdepan dalam mengawal kekuasaan, meski bersikap tidak percaya pada parpol, namun tetap berharap pada sistem politik yang ada, disinilah lagi-lagi kenaifan bahkan kegalauan politik  terlihat jelas.

Kegalauan pemuda juga tercermin dalam survei, yang menyatakan masih percaya pada partai politik 54 persen. Artinya, ada kebimbangan antara percaya dan tidak. Karut-marut jagat perpolitikan sangat luar biasa, namun pemuda yang melek politik masih berharap akan ada secercah perubahan di alam demokrasi, meski galau dengan parpol yang ada.

Tak kalah miris, sebesar 41,6 persen anak muda menyatakan persoalan radikalisme harus menjadi perhatian serius pemerintah karena sangat mengancam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Sementara, 24,1persen anak muda menilai pemerintah tidak adil terhadap umat Islam, radikalisme hanya ditujukan kepada umat Islam saja.

Untuk itu, mereka meminta pemerintah harus mengambil tindakan lebih keras dalam upaya melawan terorisme (19,6 persen). Para anak muda juga mendorong pemerintah membuat kurikulum pendidikan agama yang toleran dan menghargai agama lain (13 persen) dan mengawasi media sosial (11,4 persen) (republika.co.id, 21/03/2021).

Respon pemuda dalam membaca isu radikalisme menunjukkan kedangkalan berpikir yang masih melingkupi benak. Mereka hanya melihat persoalan dari apa yang tampak di permukaan. Sesungguhnya persoalan negeri yang mendesak dan perlu ketegasan dalam penanganannya adalah oligarki korupsi yang telah mengorbankan hak rakyat untuk tumbal penyokong kekuasaan. Sadarlah wahai pemuda, penyajian sebuah peristiwa sesungguhnya adalah hasil framing media. Media massa mayoritas milik para pemodal yang duduk di kekuasaan, yang dengannya arah opini publik dapat dikendalikan.

Umat Butuh Pemuda Melek Politik

Kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia tidak luput dari peran para pemuda. Peran besar pemuda juga dicatat sejarah dalam perubahan tata dunia, saat Rasulullah Saw. mendirikan negara Islam pertama di Madinah.

Pemuda adalah penerus estafet kepemimpinan negeri dan harapan bangsa. Oleh karena itu, pemuda seyogianya peduli  dengan persoalan yang mendera negeri dan paham konstelasi politik yang ada. Mereka perlu mengetahui apa sebenarnya politik, termasuk mengetahui di mana kerusakan itu terjadi.

Mengapa pemuda harus melek politik? Karena kebijakan yang dihasilkan para elit politik akan berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali pemuda.

Benar, kehidupan kita dipengaruhi oleh berbagai keputusan politik. Jadi jika ingin hidup, pendidikan, kesehatan, beragam layanan sosial, hingga kesejahteraan kita baik maka dunia politik harus diisi orang-orang terbaik yang punya visi ideologis ketika berpolitik.

Pemuda  harus mengambil peran untuk memperbaiki jagat politik. Sejarah menunjukkan, arah perjalanan bangsa ini ditentukan oleh pemuda yang melek politik. Karena politik tak semata-mata cara untuk merengkuh kekuasaan. Namun juga sarana untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa dan sekaligus mensejahterakan masyarakat.

Sangat disayangkan, pemuda yang melek politik memahami politik identik dengan kekuasaan saja. Pemuda itu berasumsi, jika ada masalah, tidak lain muncul dari faktor kesalahan individu, bukan terkait sistem yang diterapkan. Jika ingin menyelesaikan, tinggal memperbaiki individunya saja.

Mereka juga beranggapan tidak ada yang salah dengan demokrasi, karena demokrasi sistem pemerintahan yang merakyat. Sistem yang dipersembahkan dari, oleh, dan untuk rakyat. Sehingga ketika menginginkan perubahan, tidak pernah sampai pada wacana mengganti sistem, namun hanya ganti pemimpin saja.

Para pemuda seyogyanya menyadari, akar masalah dari tidak amanahnya para politikus atau partai politik, bukan faktor individu saja. Namun terkait dengan sistem politik demokrasi yang  selama ini diagung-agungkan. Karena untuk meraih kekuasaan dalam sistem demokrasi, tidak ada makan siang gratis, semuanya harus pasang modal. Tidak pernah ada kekuasaan tanpa uang. Hukum pun ditegakkan dengan uang. Inilah wajah asli politik demokrasi.

Pencermatan terhadap fakta sistem politik demokrasi, ditambah dengan bekal tsaqofah Islam ideologis bagi para pemuda, akan  menjadikan mereka melek politik. Pemuda memahami mana yang harus diperbaiki, mana yang harus diganti. Pemuda tidak galau memperbaiki sistem politik yang ada, harus revolusioner ganti sistem ataukah sekadar ganti orang.

Perubahan kondisi yang lebih baik, tidak akan terwujud jika hanya sebatas pada person aktor politik, atau pada lembaga partai politik. Sebab, mereka dibentuk secara sistem. Sebaik apapun orangnya, jika sistemnya buruk, akan ikut buruk juga.

Maka pemuda harus sadar, melek politik yang benar adalah politik yang lahir dari ideologi Islam. Dengan menggunakan sudut pandang Islam. Memandang politik tidak hanya berbau kekuasaan, tapi mengurusi urusan umat dengan hukum Allah SWT.

Politik dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim. Dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan musuh dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui, apa yang dilakukan penguasa pada kaum Muslim dalam rangka mengurusi urusan mereka, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyat. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Siapa saja yang bangun dengan gapaian nya bukan Allah maka ia bukanlah hamba Allah dan siapa saja yang bangun pagi namun tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al-Hakim)

Sayangnya, realitas politik demikian menjadi pudar hari ini. Saat kebiasaan umum masyarakat baik perkataan maupun perbuatan menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang berakidah sekuler. Baik dari kalangan non-Muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan janji-janji kedustaan, tipudaya dan penyesatan yang dilakukan para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezaliman mereka kepada masyarakat, sikap abai mereka dalam memenuhi dan mengurusi hak rakyat, berakibat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan dengan pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya, bukan sebagai pemerintah yang saleh dan amanah dalam mengurus rakyat.

Potensi pemuda dengan segala keunggulannya selayaknya dipersembahkan hanya untuk perubahan hakiki yang diridhoi Allah. Usia, intelektualitas, kesempatan belajar, idealisme dan energi. Segala potensi terbaik itu ada pada usia muda. Maka tepat, jika pemuda berfungsi sebagai agent of social control, change of change, iron stock maupun moral force. Dunia butuh pemuda yang mampu melakukan perubahan hakiki, bukan hanya pemuda yang mendamba perubahan tanpa aksi.

Metode perubahan ini yang telah dicontohkan oleh junjungan kita Rasulullah Saw. Beliau melakukan perubahan dengan dakwah pemikiran dan dakwah politik. Menyeru manusia dengan akidah Islam dan mengajak untuk menerapkan konsep tersebut dalam negara, sehingga terwujud masyarakat yang mulia, menjadi adidaya dunia dan menyebarkan Islam ke penjuru semesta []

Oleh: Zahida Arrosyida (Muslimah Peduli Peradaban)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar