Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ziarah ke 'Negeri Serambi Madinah' Gorontalo



Topswara.com -- 'Adat bersendikan syara'. Syara' bersendikan Kitabullah. Ilmu harus diamalkan, amal harus dilandasi dengan ilmu. #SultanAmay (Gorontalo, 1495 Masehi)

Negeri bernama Indonesia ini memang sangat kaya raya. Sangat pantas mendapat julukan Negeri 'Zamrud Katulistiwa'. Begitu indah dan menyimpan berjuta pesona sekaligus berjuta cerita. 

Jika di ujung barat negeri ini ada Aceh yang dikenal sebagai “Negeri Serambi Makkah”, di timur juga ada Gorontalo yang dikenal sebagai “Negeri Serambi Madinah”.  Kedua daerah ini memang memiliki kisah yang unik dengan julukannya. 

Ketika kita ke Gorontalo yang berjuluk “Negeri Serambi Madinah" itu, rugi rasanya jika tak berkunjung ke kawasan Wisata Serambi Madinah. Ya, di kawasan inilah ada banyak cerita unik tentang kisah budaya Gorontalo. Kawasan ini terletak di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Provinsi Gorontalo. Penulis merasa bahagia banget, di akhir tahun 2020 lalu bisa ziarah ke kawasan ini. 

Ketika kita memasuki kawasan Wisata Serambi Madinah itu langsung terasa nuansa budaya keislamannya. Ada masjid tertua di sana. Mereka menyebutnya dengan Masjid Hunto Sultan Amay. Begitu memasuki masjid itu, langsung disambut dengan sebuah prasasti dari batu berwarna hitam yang elegan. 

Pada batu itu tertulis Pesan Sultan Amay (Raja Gorontalo VII). Beliaulah yang mendirikan masjid pertama di Gorontalo pada tahun 1495 Masehi atau 899 Hijriah lalu. Diantara kalimat yang tertulis dalam prasasti itu: 

"Aadati hula hula'a to syara'a
Syaraa'a hula hula'a to Kitabullah,
Ilmu amaliyolo, amali ilimuwalo, ..."

"Adat bersendikan syara'.
Syara' bersendikan Kitabullah.
Ilmu harus diamalkan, amal harus dilandasi dengan ilmu".... dst. 
(Diterjemahkan oleh Dr. Abd Manaf Dunggio)

Dari pesan Sultan Amay itu setidaknya ada tiga catatan penting sebagai berikut.

Pertama, adat dilindungi dan dikembangkan. Hadirnya budaya Islam bukan untuk menggusur budaya lokal yang ada. Justru hadirnya Islam untuk turut mengembangkan dan menggerakan tumbuh kembangnya budaya yang ada.

Makna adat bersendikan syara’ ("Aadati hula hula'a to syara'a) ini berarti adat tidak dihapus namun dikembangkan ke arah yang lebih baik. Bersendikan dapat dimaknai sebagai “sendi” yang merupakan penghubung antara yang satu dengan yang lain agar dapat bergerak. Tanpa sendi, manusia jadi kaku dan tak mungkin bergerak. Demikian juga adat dan budaya tak akan dapat berkembang jika tak bersendi.

Bersendikan berarti adat bisa dinamis, bisa bergerak dan berkembang. Justru syara’ (hukum Islam atau syariah) yang memberikan dorongan dan ruang dinamis agar adat bisa berkembang. Tentu arah bergerak dan berkembanya agar sesuai dengan syariah. Syara’ menjadi motor penggerak agar semua adat yang ada bisa tumbuh dan berkembang.

Jadi, amat keliru besar jika ada yang menyatakan Islam sebagai agama impor yang arogan dan memaksakan. Ini pernyataan yang menyesatkan dan fitnah terhadap ajaran Islam. Karena kita semua paham bahwa tak ada paksaan untuk masuk Islam.

Kedua, perkembangan adat dan syara’ harus bersendikan Kitabullah. Akulturasi adat dan syara’ yang terus tumbuh dan berkembang itu tetap harus bersendikan Kitabullah. (Syaraa'a hula hula'a to Kitabullah). 

Makna syara’ bersendikan Kitabullah dapat dipahami bahwa bergabungnya adat dan syara (hukum syariah) akan terus tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya akan lahir adat baru dan aturan serta hukum syara’ yang didorong dan diinspirasi dari Kitabullah. Semua perkembangan itu harus merujuk pada ketentuan Kitabullah. 

Dalam hal ini Kitabullah menjadi sumber inspirasi dan sumber hukum untuk mengarahkan dan memandu perkembangan adat dan budaya agar tak salah arah. Bahtera adat dan budaya masyarakat akan selamat di dunia sampai akhirat ketika nakhoda membaca dan menggunakan kompas dengan tepat. 

Ketiga, ilmu harus diamalkan, amal harus dilandasi dengan ilmu (Ilmu amaliyolo, amali ilimuwalo,..."). Ini salah satu pesan yang di antara banyak pesan dari Sultan Amay yang sangat menentukan perkembangan budaya di Gorontalo. 

Pesan Sultan Amay ini bisa dimaknai bahwa siapa saja yang punya ilmu wajib diamalkan. Bermakna pula ilmu yang dimiliki mesti diajarkan dan disebarkan kepada orang lain. Dalam kondisi sekarang, hal ini yang dimaknai sebagai dakwah. Menyampaikan ilmu dan kebenaran kepada siapa saja agar bisa sama-sama menjadi baik dan benar.

Di sisi lain, orang yang hendak beramal dan hendak menyampaikan dakwah itu mesti memiliki ilmu. Untuk bisa memiliki ilmu perlu belajar dulu. Tak boleh melakukan amal sebelum memahami ilmunya. Intinya, sebelum melakukan suatu amal perbuatan kita maka mesti pahami dulu dan tahu ilmunya. Prinsip inilah yang mendorong orang untuk belajar dan memahami ilmu sebelum beramal. 

Prinsip yang disampaikan Sultan Amay ini merupakan konsep Islam yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat Gorontalo kala itu. Hal ini pula yang mendorong dibangunnya berbagai sarana dan prasarana untuk menunjang tumbuh kembangnya budaya dan ilmu di tengah masyarakat. 

Di antara sarana yang dibangun pada awal mula berkembangnya Islam di Gorontalo adalah sebuah masjid. Masjid yang memiliki luas 12 x 12 meter ini menjadi pusat pembelajaran dan budaya. Kini masjid itu dikenal dengan Masjid Hunto Sultan Amay. 
Meski sudah berusia ratusan tahun dan beberapa kali direnovasi, bentuk asli masjid yang dibangun oleh Sultan Amay ini masih dipertahankan dan hingga kini. Bagian dalam masjid ini dipenuhi dengan lukisan kaligrafi termasuk bagian mihrab tempat imam memimpin shalat. 

Di masjid ini ada beberapa bagian yang punya makna filosifis. Ada empat tiang penyangga masjid. Ini diartikan sebagai empat sahabat Nabi Muhammad SAW (Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). 

Selain itu ada sumur tua tempat air wudhu. Konon sumur ini dibuat untuk keperluan mengambil air wudhu dan airnya tak pernah kering meski musim kemarau panjang sekalipun. Penulis menyempatkan mengambil air wudhu di sumur itu. Benar saja terasa begitu segarnya. Ada sebagaian masyarakat yang mempercayai air sumur ini bisa sebagai obat juga.

Konon masjid ini didirikan oleh Sultan Amay sebagai mahar saat meminang putri yang bernama Boki Autango dari Kerajaan Palasa di Sulawesi Tengah. Kala itu Raja Palasa memberikan syarat kepada Raja Amay untuk memeluk agama Islam dan membangun sebuah masjid di Gorontalo sebagai mahar pernikahan. Kedua syarat tersebut dipenuhi Raja Amay dan menjadikan Putri Boki Autango sebagai istrinya.

Setelah Raja Amay memeluk agama Islam, ia diberi gelar Sultan Amay. Sejak itulah seluruh rakyat Gorontalo yang dipimpinnya turut memeluk agama Islam. Masjid yang diberi nama Hunto atau basis ini dijadikan sebagai tempat ibadah dan pusat syiar Islam di Gorontalo hingga saat ini.

Menurut beberapa catatan sejarah, Islam sudah masuk ke Gorontalo sekitar tahun 1300-an, jauh sebelum Raja Amay masuk Islam (1495). Namun perkembangan Islam masih lambat. Ketika Raja Amay masuk Islam dan menjadi Sultan, beliau sengaja mendatangkan Syekh Syarif Abdul Aziz ahli agama Islam dari Arab Saudi. 

Tentu upaya yang sangat serius ini mempercepat perkembangan Islam dan budaya Gorontalo. Sampai hari ini jejak Islam begitu kental di Gorontalo. Hampir 100 persen masyarakatnya sebagai Muslim dan berbudaya Islam. Inilah di antara alasan mengapa Gorontalo disebut sebagai Serambi Madinah. 

Masjid Hunto peninggalan Sultan Amay pun sampai hari ini masih ramai dikunjungi orang. Setiap hari, banyak warga lokal maupun dari luar daerah datang berkunjung ke Masjid Hunto ini. Kebanyakan pengunjung yang datang ke tempat ini untuk melihat langsung keindahan Masjid Hunto, sekaligus berziarah dan berdoa di makam Sultan Amai yang berada di  belakang mihrab.

Sebagai generasi yang hidup di zaman now, kita selayaknya menjadikan catatan sejarah untuk diambil sisi positifnya. 

Bukan sebaliknya malah sibuk mencari sisi negatifnya tanpa memberi solusi. Sudah saatnya kita menemukan sisi positifnya dan menjadikan sejarah sebagai inspirasi bagi kebaikan masa depan kita di dunia ini dan di akhirat kelak. [] Wahyudi al-Maroky | Direktur Pamong Institute

Nb: Tulisan sudah dimuat di Tabloid Media Umat
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar