Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Solusi Menyelamatkan Generasi dari Pengaruh Negatif Sosial Media


Topswara.com -- Dalam kajian parenting Islam, pengasuh MT dan RQ Al-Mahmud ustadzh Dina Marlisa, S.Pd., menyampaikan, “Solusi Menyelamatkan Generasi dari Pengaruh Negatif Sosial Media,” di Masjid Al-Mahmud Depok bertema ‘Mudahnya Generasi Dipengaruhi oleh Media Sosial dan pengaruh Buruknya.’ Rabu (10/12/2025).

“Mudahnya generasi hari ini dipengaruhi oleh media sosial menjadi salah satu penyebab kelemahan mereka,” tutur pembuka parentingnya. 

Dina mengutip pernyataan seorang guru besar dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) yang menyoroti fenomena “generasi strawberry”, yaitu istilah untuk menggambarkan generasi muda. Khususnya Gen Z yang tampak cerdas, menarik, dan kreatif, namun pada saat yang sama lemah, rentan tekanan, dan rapuh secara mental.

Kemudian ia, tidak menampik bahwa Gen Z memiliki kelebihan, terutama kecerdasan dan kecepatan adaptasi karena terlahir di era digital. “Namun di sinilah tugas orang tua semakin berat. Orang tua dituntut untuk bisa melampaui mereka, karena pola asuh sangat menentukan arah pola pikir dan pola sikap anak,” sampainya.

“Di masa kini, anak-anak sangat mudah mengakses tontonan yang membuat mereka malas, lalai, dan bahkan melemahkan aqidah. Karena itu orang tua wajib hadir, mendampingi, dan memberi pemahaman yang benar agar anak tidak terseret arus budaya digital yang tidak terkendali,” sorotnya.

Dina juga menyoroti, kecenderungan generasi sekarang yang sangat menerima perbedaan, termasuk dalam perkara agama. Sikap ini bisa positif, namun tanpa penguatan aqidah, anak akan mudah bingung dan goyah. Karena itu, kembali, peran orang tua dalam memperkuat ikatan aqidah menjadi sangat penting.

Di sisi lain, generasi hari ini memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Namun orang tua perlu mengarahkan agar kepedulian tersebut tidak salah tempat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Di balik kelebihan mereka, generasi ini juga memiliki kekurangan besar: mudah stres, sulit menerima tekanan, dan rapuh secara emosional. 

“Fenomena ini diperparah dengan tontonan yang mereka konsumsi. Kasus-kasus pembunuhan, bunuh diri, dan kekerasan yang dengan mudah mereka akses akhirnya menjadi ‘tuntunan’ dalam perilaku, sehingga wajar jika kasus serupa banyak terjadi pada usia mereka,” sorotnya mendalam.

Lalu ia jelaskan, generasi saat ini lebih nyaman berinteraksi di dunia online daripada dunia nyata. Apalagi dengan hadirnya AI yang kini menjadi tempat curhat mereka, bukan orang tua. Hal ini membuat jarak antara anak dan keluarga semakin jauh.

Dalam forum tersebut, Dina juga menegaskan bahwa generasi hari ini cenderung manja dan kurang berusaha. Karena itu anak usia 4–5 tahun sudah perlu diajari tanggung jawab agar sikap ini tidak melekat hingga dewasa.

“Generasi kini juga mudah terseret arus FOMO, mengikuti tren tanpa memikirkan benar-salah dalam pandangan syariat. Akibatnya, interaksi dengan media sosial sering kali mengalahkan kedekatan dengan orang tua. Anak lebih memilih ponsel daripada keluarga, dan ini seharusnya menjadi alarm bagi para orang tua,” tegasnya.

Dina menambahkan, pengaruh media sosial juga memudahkan generasi terjerumus pada pergaulan bebas, pinjaman online, hingga judi online. Semua itu mudah diakses bahkan oleh anak di bawah umur. Banyak anak yang sudah pacaran dan melakukan pinjaman online tanpa sepengetahuan orang tua.

Beliau menegaskan bahwa hari ini terjadi pertarungan nilai antara media sosial dan Islam. “Kita ingin mencetak anak shalih dan shalihah, tetapi tidak mendidik mereka dengan standar Islam. Dan di balik semua ini, para kapitalislah yang mendapatkan keuntungan dari media sosial, sementara umat justru menjadi korban,” sedihnya.

“Lemahnya lembaga sensor turut memperparah kondisi karena tidak mampu memfilter konten-konten merusak. Padahal konten yang ditonton anak akan menjadi standar perilakunya sehari-hari. Media sosial bukan ruang netral; selalu ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan,” serunya.

Dua solusi besar yang ia ungkapkan. Pertama. Solusi akidah dan ketundukan kepada Allah. Semua harus dikembalikan kepada Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Adz-Dzariyat: 56, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah. Dan perubahan hanya akan terjadi jika kita mengubah diri, sebagaimana QS. Ar-Ra’d ayat 11.
     
Kemudian Dina menyampaikan, orang tua dituntut memperkuat aqidah anak, mengajari mereka kewajiban sejak dini, dan mendampingi proses perbaikan akhlak mereka. Jika anak sudah terlanjur terpengaruh media sosial, orang tua wajib merangkul dan membimbing mereka secara makruf dan konsisten.    “Masyarakat juga memegang peran sebagai kontrol sosial. Bukan menghakimi, tetapi merangkul, menasihati, dan menanamkan nilai Islam melalui amar makruf nahi mungkar,” tambahnya.

Kedua. Solusi Negara. Negara harus hadir memfilter dan membatasi konten-konten merusak dari media sosial. Tanpa peran negara, generasi akan terus terpapar ide dan gaya hidup yang bertentangan dengan Islam. “Jadi, penyelamatan generasi adalah kerja sama antara individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Tanpa kolaborasi ini, pengaruh media sosial akan terus melemahkan generasi dan menjauhkan mereka dari jalan Islam,” tandasnya.[] 

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar