Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Judol dan Pinjol Merusak Generasi


Topswara.com -- Generasi muda hari ini tumbuh dan berkembang bersama kemajuan digital. Sejak kecil mereka terbiasa menggunakan smartphone, bahkan tak bisa dipungkiri mereka pun tak terpisahkan dengan media sosial. 

Walaupun saat ini kemajuan teknologi memberikan dampak positif, ternyata tak luput juga memberikan dampak negatif. Salah satunya adalah adanya jeratan pinjaman dan judi online yang mencengkram generasi. 

Berbagai studi menunjukkan bahwa kaum muda dengan sumber daya finansial terbatas, paling sering menjadi target iklan beresiko seperti pinjaman cepat hingga judi daring dalam berbagai platform digital media sosial. 

Tak hanya memenuhi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti yang disampaikan Kepala Kantor Perwakilan BI Purwokerto Christoveny pada kegiatan workshop di hari Senin (8/12/2025),  
Mengungkapkan bahwa salah satu hal yang menjadikan gen z mudah terjebak pinjol adalah gaya hidup flexing dan kemudahan transaksi elektronik. (Netralnews.com, 8/12/2025)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melansir bahwa Per Agustus 2025, total pinjaman yang belum lunas (outstanding) telah melampaui angka Rp82,94 triliun. Meningkat 25,4 persen secara tahunan (yoy), dengan jumlah penerima pinjaman mencapai 25,46 juta akun. 

Dari seluruh penerima pinjaman tersebut, data menunjukkan bahwa generasi Z dan milenial menjadi pengguna paling dominan. Nasabah yang berada dalam rentang usia 19 hingga 34 tahun menduduki posisi pertama sebagai pengguna terbanyak, yakni mencapai 15,18 juta akun. (sulbarexpress.com,19/11/2025)

Kapitalisme dan Jebakan Algoritma Digital

Kecenderungan generasi muda ini juga dipengaruhi oleh algoritma platform media sosial yang mampu menyimpulkan status sosial ekonomi pengguna dari jejak digital mereka termasuk alamat dan perilaku daring. 

Algoritma lalu menampilkan iklan yang sesuai dengan kerentanan mereka. Di media sosial ini kaum muda dari latar belakang sosial ekonomi bawah menerima iklan paling banyak terkait layanan keuangan beresiko seperti pinjaman cepat online (pinjol) dan judi online (judol). 

Tak cukup sampai disitu, algoritma platform judol juga dirancang untuk membuat pengguna merasa kecanduan judi online. 

Selain gempuran dari berbagai platform digital, adanya berbagai tekanan hidup, ekonomi yang tidak stabil, tidak terpenuhinya kebutuhan pokok, hingga sulitnya lapangan kerja semakin mendorong banyak orang khususnya generasi muda untuk mencari cara cepat mendapatkan materi.
 
Dalam sistem kapitalisme saat ini, beban hidup sistemik seperti ini merupakan konsekuensi dari mekanisme ekonomi yang berorientasi pada keuntungan dari segelintir orang. 

Dampaknya, generasi muda terjerat pada pilihan mengambil jalan pintas yang berbahaya masuk ke praktik judi dan pinjaman online. Nilai-nilai sekuler yang tumbuh subur dalam budaya modern menjauhkan generasi dari pertimbangan halal-haram. 

Standar kebahagiaan menurut sistem ini adalah dengan terpenuhinya materi. Ketika cara pandang kehidupan seperti ini bertemu dengan kesulitan ekonomi, mereka menjadi sangat rentan melakukan tindakan yang justru menimbulkan kerugian dan berbahaya. 

Masalah makin bertambah kompleks karena ruang digital berada di bawah pengaruh kapitalisme. Platform dan algoritma dirancang untuk memaksimalkan keterikatan pengguna agar semakin terjerat dengan gaya hidup judi dan pinjaman online. 

Akhirnya mereka pun terbiasa dengan hal tersebut. Serangan konten-konten judol dan pinjaman online didorong secara intens sehingga generasi muda terpengaruh dan akhirnya terjebak.

Dengan demikian akar permasalahannya bukan hanya perilaku generasi saja, tapi sistem kapitalisme serta algoritma digital yang semakin menghancurkan generasi muda.

Solusi Islam

Kompleksnya permasalahan ini hanya bisa diselesaikan dengan hadirnya suatu sistem shohih yang diturunkan oleh Allah. Dimana sistem ini merupakan solusi atas seluruh permasalahan manusia. Masalah kemiskinan, komersialisasi digital, dan rapuhnya generasi tidak cukup diselesaikan dengan perbaikan parsial.

Islam memandang bahwa akar dari masalah ini adalah sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari aturan kehidupan. Islam menawarkan solusi yang komprehensif berdasarkan aturan dari Allah sang Pencipta.

Pertama, Islam menetapkan sistem ekonominya yang menghapus praktik ribawi dan monopoli. Mekanisme kepemilikan yang jelas yaitu kepemilikian invididu, masyarakat, dan negara. 

Sehingga mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir pihak. Negara pun wajib memastikan harga kebutuhan pokok stabil serta membuka lapangan kerja secara luas melalui pengelolaan sumber daya yang produktif. 

Jika semua kebutuhan individu dijamin oleh negara seperti ini, maka keinginan untuk mencari jalan pintas yang beresiko dapat diminimalisir.

Kedua, pendidikan Islam dirancang untuk membentuk kepribadian Islam secara utuh (syakshiyah islamiah). Kurikulum tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi menanamkan pola pikir dan pola sikap yang Islami. 

Generasi akan dilatih agar mampu menjadikan halal-haram sebagai standar untuk menilai segala sesuatu, bukan manfaat materi. Pendidikan seperti ini terbukti dapat melahirkan generasi yang cemerlang.

Ketiga, infrastruktur digital dalam pandangan Islam harus berdiri di atas paradigma yang menjaga nilai dan moral. Platform digital dikembangkan bukan untuk mengejar keuntungan, melainkan untuk memfasilitasi penyebaran ilmu, dakwah, dan pelayanan masyarakat. 

Algoritma akan disusun sesuai nilai-nilai Islam seperti mendorong konten edukatif, memperkuat keimanan, dan menjaga ruang digital dari hal-hak yang dapat merusak. 

Dengan keterpaduan sistem ekonomi Islam, pendidikan pembentuk karakter, dan ruang digital yang bernilai, maka Islam menyediakan solusi komprehensif bagi problem generasi saat ini.


Oleh: Vita Arryanti, S.Si.
Pendidik di Kota Bogor 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar