Topswara.com -- Pemerintah daerah Kota dan Kabupaten Bogor kecolongan dengan ulah oknum industri rumahan yang memproduksi bahan makanan berupa mie dan kulit pangsit yang disinyalir mengandung zat berbahaya yaitu tawas.
Tawas sendiri adalah bahan kimia yang biasa digunakan untuk menjernihkan air, dan jika dicampur dengan bahan makanan akan menjadi bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Dilansir dari media setempat yang menuliskan bahwa; Warga Komplek PKPN RT 02/07, Kelurahan Kedung Halang, Kecamatan Bogor Utara, tak menyangka sebuah rumah kontrakan di lingkungan mereka selama ini menjadi lokasi produksi mie dan kulit pangsit berbahaya.
Aktivitas produksi mie dan kulit pangsit berbahaya itu diketahui telah berlangsung hampir lima tahun tanpa izin lingkungan maupun izin produksi yang sesuai aturan. (Radar Bogor, 29 November 2025)
Dari kasus ini membuktikan bahwa Pemerintah daerah lengah mengurusi industri-industri makanan rumahan, akibatnya menjadi fatal. Bayangkan selama 5 tahun telah beropersi dan tidak tercium sama sekali jika mereka memproduksi makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat.
Seharusnya pemerintah lebih peka terhadap usaha-usaha rumahan yang produksinya sudah mencapai level skala besar. Terlebih dari itu seharusnya pemerintah tidak dengan mudahnya memberikan izin usaha kepada masyarakat.
Jika belum mengantongi izin dan pengujian dalam proses produksi, mulai dari bahan yang digunakan, hasil produksinya, sampai pendistribusiannya. Semua itu dilakukan dengan tujuan agar masyarakat terlindungi dan merasa aman dalam mengkonsumsi makanan.
Sistem Kapitalis Penyebab Beredar Makanan Berbahaya
Jika kita melihat fakta yang terjadi saat ini, salah satu yang menjadi penyebab beredarnya makanan yang berbahaya untuk dikonsumsi adalah:
Pertama, ribetnya pengurusan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Badan Sertifikasi Halal dan BPOM, biaya yang harus dikeluarkanpun tidak sedikit.
Belum lagi urusan birokrasi yang menguras waktu, tenaga dan harta, membuat masyarakat memilih sembunyi-sembunyi memproduksi hasil olahannya, dan mengabaikan standar keamanan dan kesehatan konsumen.
Kedua, kurangnya edukasi kepada para pelaku usaha untuk melakukan usaha yang jujur, amanah dan peduli terhadap kesehatan masyarakat, terutama standar halal haram dalam memproduksi makanan.
Semua itu terjadi diakibatkan karena pengaruh sistem kapitalis yang berasas keuntungan materi semata, sehingga nilai-nilai agama dan sosial terkadang diabaikan.
Islam Menjamin Keamanan Pangan
Dalam sistem Islam tentu saja semuanya diatur, bukan hanya sekedar mengatur ibadah namun semua aspek kehidupan diurus dan diatur dengan berdasarkan hukum syarak.
Pelanggaran sekecil apapun tidak akan pernah dibiarkan apalagi sampai bertahan lama, termasuk urusan produksi olahan makanan, karena ini dampaknya sangat urgen yaitu keamanan masyarakat dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari.
Halalan toyiban, bergizi dan menyehatkan menjadi prinsip utama dalam mengolah dan mengkonsumsi makanan, tidak diperkenankan adanya makanan yang berbahaya seperti mengandung formalin, makanan yang haram dan makanan yang merusak kesehatan.
Semua itu diatur ketat dan dipantau secara berkala distribusi dan peredarannya di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Q.S An Nahl : 114
"Maka makanlah dari rezeki (halal) yang telah diberikan Allah kepadamu, (dan) makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah direzekikan-Nya kepadamu; dan bersyukurlah atas nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya menyembah.”
Dalam Islam adanya petugas yang mengkontrol pasar yang dinamakan sebagai qodhi hisbah, menjadi bukti kuat bahwa keamanan pangan diurusi dengan ketat. Bukan hanya kualitas makanan, bahkan kecurangan-kecurangan yang terjadi di pasar pun akan segera diadili ditempat.
Sehingga meminimalisir kecurangan yang bisa terjadi di Pasar. Selain itu masyarakat akan merasa tenang dalam bertransaksi jual beli dan mengkonsumsi makanannya.
Kembali lagi bahwa ini semua adalah tanggung jawab Pemerintah untuk melindungi dan menjamin kesehatan masyarakat yang hidup di bawah riayahnya.
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam (kepala negara/penguasa) adalah pemimpin bagi manusia (rakyatnya) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (H.R Bukhari dan Muslim)
Wallahu'alam
Oleh: Haryani, S.Pd.I.
Pendidik di Kota Bogor

0 Komentar