Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Derita Gaza yang Terlupakan


Topswara.com -- Bagaimana bisa dunia merasa Gaza sedang baik-baik saja? Kadang di media sosial muncul potongan-potongan cerita Gaza yang lewat begitu saja, seolah hanya bagian dari arus narasi harian. Lama-lama, yang awalnya membuat sesak dada malah terasa seperti rutinitas yang numpang lewat di layar. 

Musim dingin yang datang membuat hidup warga Gaza makin berat, seolah belum cukup derita yang mereka tanggung setahun belakangan. Hujan deras yang turun beberapa waktu terakhir langsung menampar keras kondisi para pengungsi. 

UNRWA lewat laporan yang dimuat Antara pada 15 November 2025 menjelaskan kalau hujan itu membuat tenda-tenda pengungsian roboh, sobek, dan sebagian besar terendam lumpur. 

Tenda-tenda ini sebenarnya bukan tempat tinggal layak, hanya plastik tipis yang berdiri di atas tanah basah. Ketika badai datang, banyak keluarga terpaksa tetap di dalam tenda yang bocor karena tidak ada tempat lain untuk berlindung.
(Sumber: Antara “UNRWA: Hujan perburuk situasi di Gaza”, 15/11/2025).

Yang menyedihkan justru, bahan-bahan perlindungan darurat seperti tenda baru, karavan, dan perlengkapan musim dingin sebenarnya tersedia. UNRWA punya stok di Mesir dan Yordania, siap dikirim. 

Tetapi, lagi-lagi, yang paling menentukan adalah izin masuk. Antara dalam berita lain tanggal 15 November 2025 menuliskan bagaimana UNRWA berulang kali mendesak Israel membuka akses untuk barang-barang darurat itu, namun blokade tetap berjalan seperti biasa.
(Sumber: Antara “UNRWA minta Israel izinkan perlengkapan darurat masuk Gaza”, 15/11/2025)

Dan semua ini terjadi di tengah gencatan senjata. Di atas kertas, jeda tembak ini terdengar seperti kabar baik. Tetapi faktanya, sejak gencatan senjata dimulai pada 10 Oktober, setidaknya ada 260 warga Palestina yang tewas dan lebih dari 630 terluka. Jadi, klaim bahwa Gaza “baik-baik saja” hanyalah ilusi yang jauh dari kenyataan sebenarnya.

Situasi ini sekali lagi menunjukkan kalau masalah Gaza bukan sekadar kurangnya bantuan atau datangnya musim dingin. Akar persoalannya tetap sama, penjajahan. Selama blokade, kontrol perbatasan, dan pembatasan akses bantuan masih terus dilakukan, maka penderitaan warga Gaza akan terus berulang.

Dunia yang melihat Gaza dari jauh mungkin merasa keadaan “membaik”, padahal itu hanya karena narasi global sering kali dikendalikan kepentingan politik, terutama pengaruh Amerika.

Jika dilihat lebih dalam, solusi-solusi instan ala Barat sudah terbukti tidak menyentuh akar masalah. Gencatan senjata hanya meredakan sesaat, bukan menyelesaikan. Itupun seringkali dilanggar Israel. Dan selama penyelesaian yang ditawarkan masih berada di jalur yang sama, hasilnya akan begitu-begitu saja.

Kalau dilihat dari kacamata Islam, seharusnya negeri-negeri Muslim punya sikap yang lebih jelas. Islam punya sistem yang pernah menjadi pelindung umat, sebuah junnah, perisai yang tidak membiarkan warganya berada di bawah cengkeraman penjajahan. 

Gaza butuh dukungan, tindakan jelas, tegas, butuh keberanian politik, butuh jihad dalam makna yang luas, perjuangan yang membangkitkan kesadaran umat bahwa penderitaan ini adalah bagian dari tanggung jawab bersama. Dan pada akhirnya, hanya sistem Islam yang benar-benar berpihak pada umatlah yang bisa mengakhiri siklus penderitaan ini.

Selama semuanya masih berjalan seperti sekarang, musim dingin akan terus menjadi ancaman, tenda-tenda akan kembali roboh, dan dunia akan terus mengatakan “semua baik-baik saja”, padahal Gaza sedang berjuang sendirian di bawah langit yang menyiksa dan dingin yang menusuk. 

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Nilam Astriati 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar