Topswara.com -- Sejatinya air hujan turun dari atas kebawah, air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Fenomena musim hujan selalu identik dengan banjir, itulah yang terjadi jika tata kelola lingkungan sungai dan aliran air yang tidak sesuai standar. 
Hujan yang seharusnya menjadi rahmat dan berkah yang ditunggu, kini menjadi sesuatu yang di takutkan karena dianggap menjadi penyebab bencana. Padahal bencana datang karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. 
Kabupaten Bandung, menjadi langganan banjir di setiap musim hujan tiba. Hujan dengan intensitas tinggi membuat bencana banjir melanda rumah warga kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. 
Ketinggian air mencapai 30 sentimeter sampai 100 sentimeter. 
Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( lBPBD) Kabupaten Bandung mencatat bahwa penyebab terjadinya banjir adalah curah hujan dengan intensitas tinggi, terdapat beberapa sungai meluap, diantaranya sungai citarum, Sungai Cipalasari dan Sungai Cigede. (24/10/2025. Detiknews.com). 
Permasalahan banjir di Kabupaten Bandung ini sudah sejak lama belum teratasi, beberapa daerah terdampak banjir sudah mengeluhkan keadaan tersebut, menurut ketua pelaksana BPBD Kabupaten Bandung Wahyudin, masyarakat diimbau untuk tetap berhati-hati saat memasuki musim penghujan. 
Bukan hanya banjir yang mengancam, untuk sebagian masyarakat yang tinggal di dataran tinggi ada kekhawatiran terjadinya longsor, akibat pergerakan tanah. 
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah kabupaten, namun permasalahan banjir ini belum bisa diselesaikan hingga saat ini, meskipun sudah ada upaya kerjasama antara pemerintah Kota Bandung dan Kabupaten, karena wilayah aliran sungai dari kota masuk ke Kabupaten Bandung, dan mengakibatkan luapan sungai tidak terkendali. 
Kolam retensi digadang-gadang menjadi solusi, namun hanya menjadi tempat rekreasi, begitupun dengan tol air yang pernah dibuat oleh Gubernur Jabar sebelumnya tetap tidak menjadi solusi, banjirpun tetap belum terkendali. 
Ada beberapa penyebab utama banjir yang terjadi diantaranya: pertama, kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan, seperti membuang sampah sembarangan, ada yang membuat bangunan di bantaran sungai sehingga aliran sungai terhambat karena penyempitan lahan sungai dan air meluap ke area pemukiman.
Kedua, pembangunan infrastruktur yang berlebihan. Hilangnya lahan hiajau berubah menjadi perumahan penduduk, pabrik-pabrik, pertokoan dan tempat wisata, akibatnya resapan air berkurang. 
Selain itu, faktor kerakusan manusia yang tidak memperdulikan perbuatannya, mereka hanya berambisi pada kepentingan pribadinya dan tidak peduli terhadap dampak yang terjadi bagi orang lain. 
Inilah watak asli sekularisme kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan harta dan kepentingan menjadi asas. Sehingga lahirlah orang-orang yang tidak bertanggungjawab atas penderitaan orang lain, asas manfaat adalah pondasi bagi mereka. 
Selama di dalamnya ada manfaat sekalipun membuat bencana bagi orang lain mereka tidak peduli akan hal itu, dan solusi untuk mengatasi banjirpun tidak pernah terealisasi. 
Berbeda halnya dengan Islam, Islam mempunyai mekanisme yang sangat baik dalam mengatasi banjir, yaitu setiap rumah memiliki sumur resapan air. 
Dimana air hujan yang mengalir tidak langsung ke sungai, melainkan masuk kedalam sumur resapan dan di dalamnya bisa menampung air yang cukup banyak. Sehingga air hujan bisa di manfaatkan lagi ketika musim kemarau tiba. 
Islam juga mengajarkan masyarakat untuk selalu hidup bersih dan sehat. Menjaga lingkungan dengan baik, mulai dari hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, pembangunan diatur melalui perencanaan yang sesuai aturan, sehingga lingkungan akan tetap terjaga dengan baik. 
Aliran sungai terpelihara dan banjirpun bisa diatasi. Semua itu hanya akan terwujud jika diterapkan sistem Islam dalam naungan khilafah Islamiah. 
Wallahu'alam Bishawab.
Oleh: Ade Siti Rohmah 
Aktivis Muslimah 

0 Komentar