Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

WNA Jadi Pemimpin BUMN, Sistem Makin Tidak Karuan


Topswara.com -- Presiden Prabowo telah menyiapkan regulasi terbaru terkait pengelolaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Presiden pun memberikan arahan kepada Danantara agar tidak ragu menyeleksi ekspatriat unggulan yang memiliki potensi dalam mengelola dan menjadi pemimpin BUMN (detiknews.com, 16-10-2025). 

Menyikapi arahan tersebut, CIO (Chief Investment Officer) Danantara, Pandu Patria Sjahrir, menyampaikan bahwa ketetapan Presiden tersebut telah tertuang dalam kebijakan revisi Undang-Undang BUMN terbaru. 

Jadi keputusan tersebut sah-sah saja dan memiliki kekuatan hukum. Meskipun demikian, Patria menegaskan akan tetap mencari anak bangsa berbakat untuk menstabilkan BUMN, baru setelahnya dari luar negeri. 

Penetapan regulasi tersebut diklaim untuk menjadikan Danantara sebagai wadah yang memiliki basis bisnis internasional. Sehingga mampu mendongkrak penerimaan negara di taraf dunia internasional. 

Sistem Kacau

Kebijakan presiden tersebut sekilas nampak sah-sah saja. Terlebih ada payung hukum yang menaunginya. Tujuannya pun terlihat elok, seolah-olah mampu memperbaiki keadaan ekonomi dalam negeri. 

Namun, ada konsep yang perlu ditelisik lebih mendalam. BUMN merupakan Badan Usaha Miliki Negara yang mestinya dikelola langsung oleh negara, terutama oleh anak bangsa yang memiliki kapabilitas dan potensi yang layak untuk mengurus dan mendongkrak ekonomi dalam negeri. 

Namun faktanya, regulasi yang ada sudah disiapkan untuk diluweskan demi memenuhi kehendak oligarki. Negara lebih memilih ekspatriat untuk memimpin BUMN. Bukankah konsep ini akan semakin merusak ekonomi dalam negeri?

Sebagai analogi, kekayaan dalam negeri mestinya dijaga dan dioptimalkan dengan kepemimpinan anak negeri yang tangguh dan amanah. Bukan malah diserahkan kepada asing. 

Aturan kepemimpinan BUMN yang diserahkan kepada pihak asing semakin menguatkan mode penjajahan gaya baru (neoliberalisme). Negara ini jelas telah keliru dalam mengelola kekayaan dalam negeri. Kacaunya aturan ini menandakan rusaknya sistem yang kini diadopsi. 

Inilah sistem kapitalisme sekularistik. Sistem yang hanya menyandarkan segala konsepnya untuk keuntungan oligarki tanpa memikirkan nasib rakyat. Lagi-lagi rakyat menjadi tumbal ekonomi yang terus merasakan kesulitan. 

Semua ini terjadi karena sistem keliru yang tidak pernah menjadikan rakyat sebagai prioritas layanan utama. Rakyat hanya dilabeli sebagai beban negara. Sistem cacat ini pun mengadopsi aturan sekular yang memisahkan aturan agama dengan kehidupan. 

Alhasil, kekuatan dan kewenangan kepemimpinan tidak ditujukan untuk mengurus rakyat. Namun ditujukan untuk oligarki dan kroni ekonomi yang memiliki kekuatan modal. 

Kacamata Islam

Peningkatan sektor ekonomi dalam negeri bijaknya ditanggung oleh negara dengan mendelegasikan pengurusan dan tata kelola sumber kekayaan yang ada pada aturan yang mengintegrasikan aturan agama dengan kehidupan. 

Sehingga setiap kebijakannya senantiasa terukur dan terstruktur demi kemaslahatan seluruh rakyat tanpa kecuali. 

Islam memandang bahwa negara adalah wadah utama yang wajib memelihara setiap urusan rakyat.

Rasulullah SAW. bersabda, “imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rakyat pun memiliki hak penuh atas segala sumberdaya yang dimiliki negara. Demi memenuhi setiap kebutuhan primer yang dibutuhkan rakyat. Dan negara menjadi satu-satunya wadah yang wajib mengelola sumberdaya tersebut dengan amanah.

Rasulullah SAW. bersabda "kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.”
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Segala bentuk sumber daya wajib dikelola negara dengan optimasi yang dimilikinya. Termasuk salah satunya terkait kepemimpinan dan tenaga ahli (khubara) yang ditetapkan negara atas kepemilikan umat. Karena kepemimpinan yang berdaulat atas rakyat, senantiasa tercurah untuk kepentingan umat. 

Konsep ini senantiasa diterapkan pada masa Daulah Islam tegak. Salah satu contohnya pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin al Khaththab ra. Beliau memerintahkan pembangunan saluran irigasi dan sumur umum di setiap wilayah, diantaranya di wilayah Syam dan Irak. 

Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar seluruh rakyat. Khalifah Umar ra. melarang penjualan air kepada umat. Karena konsep ini menyalahi hukum syarak. 

Menyoal masalah ekonomi dan penerimaan Daulah Islam, negara telah menetapkan badan khusus yakni Baitul Maal yang bersumber dari berbagai pos. 

Diantaranya pos jizyah, kharaj, pengelolaan sumberdaya kekayaan alam (misalnya tambang, perairan, perikanan, hutan), fa'i (harta rampasan saat tidak terjadi peperangan), ghanimah (harta rampasan saat peperangan berakhir) serta pos-pos lain yang ditetapkan hukum syarak. 

Dengan tata kelola yang amanah dan bijaksana, Baitul Maal mampu mengatur segala pos dengan optimal sehingga mampu mencukupi kebutuhan ekonomi umat. Tata kelolanya tidak diserahkan kepada pihak swasta ataupun asing, melainkan dikelola mandiri oleh negara dengan bantuan para khubara dari dalam negeri Daulah Islam. Kedaulatan penuh di tangan negara. 

Dengan konsep dan strategi demikian, negara mampu menerapkan hukum-hukum syarak yang Allah SWT. tetapkan atas seluruh kaum muslim. 

Demikianlah sistem Islam yang menjaga kedaulatan negara. Sistem Islam tersebut diterapkan dalam wadah khas sesuai dengan teladan Rasulullah SAW. dan para sahabat, yakni khilafah. 

Dengannya umat terjaga, kepemimpinan pun terlaksana bijaksana. Berkah dan rahmat niscaya tercurah untuk umat dan alam semesta.

Wallahu alam bisshawab.


Oleh: Yuke Octavianty 
Forum Literasi Muslimah Bogor 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar