Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tragedi Ambruknya Pondok Pesantren, Bukti Lemahnya Pengawasan Negara


Topswara.com -- Insiden ambruknya gedung Pondok pesantren Al Khoziny akhir-akhir ini menarik perhatian publik. Bangunan yang seharusnya menjadi tempat berkegiatan para santri, seperti belajar, ibadah, dan beristirahat justru menjadi penyebab kepanikan dan duka. 

Kejadian itu tidak hanya musibah secara teknis, tetapi membuka berbagai pertanyaan menyangkut standar keselamatan, pengendalian terhadap pembangunan, serta tanggungjawab dari banyak pihak terhadap jaminan keamanan lingkungan dalam pendidikan keagamaan.

Ambruknya bangunan empat lantai Ponpes Al Khoziny, Buduran, kabupaten Sidoarjo, Jawa timur, menimpa santri yang sedang shalat ashar di lantai dua. Berdasarkan data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) jumlah korban tewas mencapai 37 orang, terhitung dari pukul 06.30-12.00 WIB. 

Selain itu, tim gabungan telah menemukan 12 potongan bagian tubuh manusia di bawah reruntuhan bangunan dari lantai empat mushala. (detiknews.com, 5/10/25)

Peristiwa ambruknya bangunan pondok diduga oleh lemahnya setruktur bangunan dan buruknya pengawasan. Jika benar ini menjadi penyebab utamanya, berarti penggunaan bahan material tidak sesuai standar, strategi bagunan yang asal-asalan atau perencanaan bangunan yang tidak siap. Keadaan ini sangatlah berbahaya, terlebih lagi bangunan ini di pakai untuk aktivitas santri yang jumlahnya tidak sedikit.

Kejadian ini tentu tidak hanya merugikan material, tetapi sangat mengganggu keberlangsungan proses belajar santri, psikologis pun terpengaruh, sehingga kepercayaan masyarakat dan orangtua wali pun menurun.

Adapun pendanaan bangunan pesantren yang terbatas dikarenakan hanya bertumpu pada wali santri dan donatur membuat sebagian besar bangunan dikerjakan secara bertahap, murah, dan gotong royong. Pengerjaan bangunan menjadi terhambat, padahal berharap pembangunan cepat selesai. 

Disisi lain, minimnya standar teknis dan tidak melibatkan konsultan teknik, membuat perhitungan struktur bangunan yang salah, sehingga berdampak pada kualitas bangunan yang hanya bergantung pada finansial bukan standar keselamatan. Alhasil, bangunan akan mudah ambruk meskipun terlihat kokoh dari luar. 

Keterbatasan dana bukan hanya masalah internal pesantren, tetapi berkaitan dengan keselamatan ribuan santri. Jika terjadi insiden seperti kasus ini, bukan hanya kerugian materi saja, tetapi juga korban nyawa dan kepercayaaan masyarakat terhadap lembaga pesantren tersebut akan hilang.

Musibah seperti ini bukan hanya takdir, tetapi seringkali buah dari kelalaian yang seharusnya bisa dicegah. Dalam artian, pendidikan adalah hak warga negara dan kewajiban pemerintah untuk memfasilitasinya. Negara tidak boleh membeda-bedakan antara sekolah negeri ataupun swasta, terlebih lagi mengabaikan pesantren yang menjadi tempat pembinaan akidah. 

Sekalipun pondok pesantren berbasis parsitipasi masyarakat, sama halnya bagian dari pendidikan nasional yang mendapat kelayakan bangunan, keamanan sarana, serta pengawasan teknis bangunan yang tidak boleh sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat. 

Ketika masyarakat dipaksa menanggung sendiri biaya pembangunan pendidikan, tentu masalah seperti ambruknya bangunan menjadi potensi bahaya yang nyata.

Di dalam Islam, penyediaan fasilitas pendidikan bukan dilimpahkan kepada individu atau lembaga pendidikan swasta. Tetapi menjadi tanggung jawab penuh negara sebagai (ri'ayah syu'unil ummah) penyelenggara urusan umat. 

Dalam sistem pemerintaahan Islam, seluruh kebutuhan masyarakat, termasuk pendidikan ditanggung dari hasil sumber pendapatan negara, seperti fai' kharaj, pengelolahan hasil tambang, kepemilikan umum dan lainnya. 

Dengan demikian, pondok pesantren, madrasah dan sekolah-sekolah tidak lagi mengandalkan iuran dari wali santri ataupun donatur. Negara berkewajiban membangun, merawat serta mengawasi seluruh lembaga pendidikan supaya tetap layak, aman dan berkualitas. 

Rasulullah SAW bersabda:
"Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat nya." (HR. Al-Bukhari dan muslim).

Hadis ini menyampaikan dengan jelas bahwasanya negara tidak boleh lepas tangan terhadap urusan pendidikan, keselamatan dan fasilitas yang terkait dengan pendidikan. 

Islam hadir tidak hanya mengatur urusan ibadah, tetapi mengatur bagaimana cara negara membangun, menyediakan anggaran dan menjaga fasilitas pendidikan. Inilah arti dari Islam kaffah, negara mengurus standar keamanan bangunan, keamanan santri dan pengelolahan terhadap baitul mal. 

Kejadian seperti ini akan terus terjadi, jika Islam hanya dijadikan simbol, bukan peraturan kehidupan. Rakyat akan terus menanggung resiko akibat kelalaian negara, sementara itu nyawa generasi mendatang seolah-olah tak bernilai. 

Dengan demikian, insiden yang menimpa ponpes Al Khoziny agar tidak lagi terulang yaitu dengan penerapan sistem Islam dalam Daulah Khilafah.

Wallahu a’lam bishawab.


Oleh: Nuril Ma'rifatur Rohmah 
Muslimah Peduli Generasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar