Topswara.com -- Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) menunjukkan tren jumlah kasus KDRT di Indonesia pada periode Januari hingga awal September 2025 cenderung mengalami peningkatan.
Jumlah kasus KDRT tercatat sebanyak 1.146 perkara pada Januari dan terus mengalami peningkatan bertahap hingga mencapai 1.316 perkara pada bulan Mei.
Meski sempat sedikit menurun menjadi 1.294 kasus pada Juni, tren kembali meningkat tajam pada Juli dengan jumlah tertinggi pada 2025, yaitu 1.395 perkara.
Setelah itu, pada Agustus jumlah kasus turun kembali menjadi 1.314 perkara. Adapun dari tanggal 1-4 September 2025, sudah tercatat sebanyak 104 kasus KDRT. (goodstats.id, 14/09/2025)
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kian marak terjadi di tengah masyarakat. Fenomena ini bukan hanya soal perilaku menyimpang individu, tetapi cerminan dari rapuhnya ketahanan keluarga di tengah derasnya arus kehidupan modern.
Keretakan rumah tangga kini bukan sekadar persoalan domestik, melainkan sumber gelombang sosial yang lebih besar. Semua tercermin dari perilaku remaja yang kian tidak terkendali, meningkatnya kasus kekerasan di kalangan anak muda, serta hilangnya arah moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Data kejahatan remaja pada tahun 2025 menunjukkan peningkatan kasus yang signifikan, seperti 14.000 anak muda menjadi terlapor pada semester I 2025, serta 437 anak terlibat pencurian dari Januari-Februari 2025.
Kejahatan yang umum dilakukan oleh remaja antara lain pencurian, penganiayaan, tawuran, narkoba, dan kekerasan seksual. (databoks.katadata.co.id, 02/09/2025)
Penyebab utama dari semua ini adalah sekularisme. Sebuah paham yang menyingkirkan nilai agama dari kehidupan. Ketika agama hanya ditempatkan di ruang ibadah, sementara urusan keluarga, pendidikan, dan sosial diatur dengan logika duniawi, maka keluarga kehilangan landasan takwa dan tanggung jawab moral.
Akibatnya, hubungan suami istri tidak lagi didasari niat ibadah, melainkan pertimbangan materi dan ego semata.
Sistem pendidikan sekuler liberal memperparah keadaan. Anak-anak tumbuh dengan kebebasan tanpa batas, tanpa panduan moral yang kokoh. Sikap individualistik dan hedonistik menggerus rasa tanggung jawab terhadap keluarga.
Dalam rumah tangga, nilai-nilai kesabaran, hormat, dan kasih sayang tergantikan oleh kompetisi dan keinginan menguasai. Sementara di kalangan remaja, kebebasan yang salah arah melahirkan perilaku kekerasan, kenakalan, bahkan kriminalitas.
Materialisme pun mempersempit makna kebahagiaan. Hidup diukur dari harta dan kenyamanan duniawi. Ketika tekanan ekonomi datang, entah itu karena biaya hidup yang tinggi, utang, atau kehilangan pekerjaan mengakibatkan hubungan keluarga mudah retak. Kekerasan menjadi pelampiasan dari ketidakmampuan mengelola beban hidup secara spiritual.
Sayangnya negara yang diharapkan mampu memberikan solusi justru malah abai. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) hanya menindak secara hukum setelah kekerasan terjadi, bukan mencegah dari akarnya. Ia tak menyentuh sistem sosial, ekonomi, dan pendidikan yang rusak.
Maka, KDRT akan terus berulang, sementara generasi baru tumbuh dalam lingkaran kekerasan yang sama.
Islam menawarkan solusi yang komprehensif dan preventif. Pendidikan Islam membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia, menanamkan kesadaran bahwa hidup adalah ibadah dan tanggung jawab di hadapan Allah.
Dalam keluarga Islam, orang tua menjadi teladan moral, bukan sekadar penyedia materi. Anak dibesarkan dengan kasih sayang, disiplin, dan nilai-nilai ukhuwah yang memperkuat karakter mereka.
Syariat Islam menata peran suami istri dengan adil dan proporsional. Suami sebagai qawwam bertanggung jawab menafkahi dan melindungi, sementara istri menjaga kehormatan dan kesejahteraan rumah tangga. Prinsip saling menghormati, bukan saling mendominasi. Inilah yang menjadi benteng yang akan mencegah munculnya KDRT sejak awal.
Negara dalam pandangan Islam berfungsi sebagai raa’in (pelindung) rakyatnya. Ia memastikan kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial, dan kemudahan hidup, sehingga tekanan ekonomi tidak menjadi sumber konflik rumah tangga.
Negara juga menerapkan sistem hukum yang menjerakan pelaku kekerasan sekaligus mendidik masyarakat agar hidup sesuai syariat.
Kekerasan dalam rumah tangga dan perilaku remaja yang kian brutal adalah gejala dari rusaknya sistem sekularisme. Solusi tidak cukup dengan menambah aturan atau menindak pelaku, tetapi harus dimulai dari perubahan paradigma kehidupan.
Kembali menjadikan Islam sebagai landasan dalam pendidikan, keluarga, dan negara. Hanya dengan sistem Islam yang kaffah, ketahanan keluarga akan kokoh, generasi tumbuh berakhlak, dan masyarakat hidup dalam kedamaian yang hakiki.
Wallahu’alam.
Oleh: Haryani, S.Pd.I.
Pendidik di Kota Bogor

0 Komentar