Topswara.com -- Baru-baru ini, World Bank East Asia and The Pacific Economic Update (Oktober 2025) melaporkan fakta mencengangkan, satu dari tujuh anak muda di China dan Indonesia menganggur.
Artinya, di antara jutaan lulusan baru tiap tahun, sebagian besar masih berjibaku mencari pekerjaan atau sekadar pengalaman kerja yang diupah layaknya “uang jajan”.
Sebagai respons, pemerintah meluncurkan program magang berbayar untuk fresh graduate. Sekilas tampak keren, ada upah, ada pengalaman, dan bisa menambah portofolio. Tetapi jika dilihat lebih dalam, ini bukan solusi sejati.
Yang terjadi justru legitimasi baru terhadap sistem ekonomi yang gagal menciptakan lapangan kerja secara adil.
Ketika Pengangguran Jadi Komoditas
Masalah pengangguran bukan sekadar soal “kurang kerjaan”, tetapi ketimpangan distribusi kekayaan. Dalam sistem kapitalisme, harta berputar hanya di lingkaran kecil segelintir elit yang memegang kendali modal.
Sementara mayoritas rakyat hanya kebagian remah.
Akibatnya? Aktivitas ekonomi macet, daya beli menurun, dan angka pengangguran melonjak. Program magang berbayar pun akhirnya muncul sebagai “tambalan darurat” solusi setengah hati yang sebenarnya tidak menyentuh akar persoalan.
Ibarat menambal ban bocor dengan plester, sistem ini mencoba menenangkan keresahan tanpa menyembuhkan penyakitnya yakni ekonomi kapitalis yang timpang.
Islam Punya Solusi
Islam memandang bahwa politik ekonomi bukan sekadar soal mencetak pertumbuhan, tapi mendistribusikan kekayaan secara merata. Tujuannya jelas agar setiap individu dapat memenuhi kebutuhannya secara layak.
Rasulullah ï·º mencontohkan sistem distribusi ini dengan mengatur kepemilikan harta dalam tiga kategori:
Pertama, milik individu (al-milkiyyah al-fardiyyah) seperti rumah, pakaian, hasil usaha pribadi. Kedua, milik umum (al-milkiyyah al-‘ammah) seperti air, padang rumput, api, tambang besar, laut, hutan, sungai, dan energi. Ketiga, milik negara (al-milkiyyah ad-daulah) seperti fai’, kharaj, jizyah, dan pajak sementara (jika sangat dibutuhkan).
Nabi ï·º bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.”
(HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadis ini menjadi dasar bahwa sumber daya alam yang besar adalah milik umum, dan negara wajib mengelolanya untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan ke swasta atau asing.
Negara Wajib Menyediakan Lapangan Kerja
Dalam Islam, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki balig agar mereka mampu menafkahi keluarganya.
Negara juga berkewajiban memastikan setiap individu memiliki akses terhadap harta milik umum, entah melalui sektor pertanian, perikanan, perkebunan, atau kehutanan.
Bila rakyat kekurangan modal, negara dapat memberikan iqtha’ (hibah tanah atau modal) agar mereka bisa produktif.
Sedangkan sektor tambang dan energi yang memerlukan teknologi tinggi, negara mengelolanya langsung dan menjadikan rakyat sebagai tenaga kerjanya.
Dengan begitu, rakyat tidak perlu menunggu “program magang” untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka akan bekerja dalam sistem ekonomi yang adil dan produktif, di mana hasil bumi negeri ini benar-benar untuk rakyat, bukan korporasi.
Ketika Negara Kembali Mengelola, Rakyat Akan Sejahtera
Jika politik ekonomi Islam diterapkan, hasil pengelolaan harta milik umum dan negara akan menjadi sumber pemasukan yang halal dan stabil. Dari sinilah negara bisa menjamin pendidikan dan kesehatan gratis, bahkan menyediakan subsidi kebutuhan pokok tanpa utang luar negeri.
Bandingkan dengan sistem sekarang, rakyat disuruh “berjuang sendiri” lewat magang berbayar, sementara kekayaan alam dikuasai korporasi. Lucunya, yang menganggur disuruh menambah pengalaman, tetapi yang berkuasa tak pernah diminta menambah empati.
Khatimah
Program magang berbayar hanyalah refleksi dari sistem ekonomi kapitalistik yang salah arah. Ia tidak menyentuh akar persoalan, malah menjadikan pengangguran sebagai peluang bisnis baru.
Sudah saatnya kita jujur, selama harta masih menumpuk di tangan segelintir orang, selama itu pula pengangguran akan tetap hidup subur. Islam hadir bukan sekadar menawarkan tambalan, tetapi sistem ekonomi yang memanusiakan manusia, adil, produktif, dan menyejahterakan.
“Dan Allah tidak menjadikan rezekimu di tangan orang-orang yang menzalimi.”
(QS. Al-Hadid: 25)
Maka, selama kita masih menggantungkan harapan pada sistem kapitalisme, jangan kaget jika rakyat terus jadi korban. Yang perlu “magang” sebenarnya bukan fresh graduate, tapi para penguasa yang harus belajar lagi bagaimana menjadi pelayan rakyat.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh: Ema Darmawaty
Praktisi Pendidikan
0 Komentar