Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Job Hugging Strategi Bertahan Hidup di Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Mencari pekerjaan yang ideal dengan latar belakang pendidikan yang sesuai di zaman sekarang sangat susah, bahkan yang diluar latar belakang pendidikan pun juga susah. 

Banyak lulusan S1 maupun S2 sangat susah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, akhirnya mereka bekerja seadanya, yang penting mendapatkan kerja. 

Atas problem tersebut banyak pekerja yang bertahan dengan alasan demi menyambung hidup, meski dalam pekerjaannya sangat terbebani (job desc banyak), menyita waktu, tenaga dan pikiran, belum lagi lingkungan kerja yang toxic, gaji sedikit sangat jauh dari kata sejahtera. 

Alhasil pekerjaannya tidak maksimal, memandulkan kreativitas, kalaupun bisa maksimal karena pressure tinggi, baik dari atasan maupun teman sendiri, hal ini berdampak pada kesehatan pekerja, sehingga muncul berbagai penyakit baik sakit fisik maupun mental. Sungguh lingkaran setan. 

Inilah fenomena job hugging, banyak pekerja bertahan ditempat kerja yang bukan passion mereka, bertahan karena terdesak kebutuhan hidup, bertahan supaya tetap bisa makan. 

Fenomena job hugging ini bukan hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Dilansir dari detik.com (12/9/2025) Istilah job hugging diketahui dirasakan oleh pekerja seluruh dunia, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. 

CNBC membeberkan bila menurut Survei Pembukaan Lapangan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja AS menyebut tingkat berhenti kerja menurun.

Secara persentase, hal ini berkisar sekitar 2 persen sejak awal 2025. Angka ini disebut menjadi salah satu yang terendah dalam beberapa tahun terakhir sejak 2016. Tingkat berhenti kerja merupakan barometer persepsi kerja terhadap pasa tenaga kerja yang lebih luas menurut Ullrich. 

Persentase yang rendah menunjukkan bila pekerja merasa gugup untuk mendapatkan pekerjaan lain atau tidak antusias dengan kemampuan mereka

Maraknya fenomena job hugging di beberapa negara menandakan bahwa ini masalah sistemis. Sistem hidup hari ini yaitu demokrasi kepitalisme membuat orang frustasi. Banyak orang terpaksa bertahan pada sesuatu yang tidak seharusnya dipertahankan. 

Adanya fenomena ini akan berdampak juga pada kekritisan pekerja terhadap kebijakan penguasa. Jika kebijakan zalim mereka memilih bungkam dengan alasan takut dipecat dari tempat kerja. 

Sistem ini juga telah gagal dalam menjamin kebutuhan rakyat dan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak serta bermartabat. 

Berbeda sekali dengan Islam. Negara berperan dalam memberikan lapangan pekerjaan bagi laki-laki sebagai pencari nafkah. Kemudian negara akan menjamin kesejahteraan individu tiap individu. Ini semua karena negara memaksimalkan sumber daya alam dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. 

Bukan seperti saat ini SDA diprivatisasi jika rakyat membutuhkan SDA tersebut maka harus membayar lebih banyak, contoh BBM yang dibutuhkan semua rakyat, jika rakyat ingin menikmati maka harus membayar lebih dan lainnya. 

Kemudian, karena negara mengelola SDA maka dibutuhkan SDM yang berkualitas tentu SDM ini dibentuk dari sistem pendidikan, pendidikan yang mampu menghasilkan SDM berkualitas. Dengan begitu tidak akan ada laki-laki yang menganggur. 

Selain itu jika ada tanah yang terlantar maka akan diambil alih negara yang kemudian akan diberikan kepada rakyat yang mampu mengolahnya, dengan kata lain tidak ada tanah menganggur. 

Itulah sedikit gambaran ketika Islam diterapkan dalam kehidupan, tidak akan ada yang namanya job hugging. Fenomena ini muncul karena sistem hidup saat ini rusak. Sudah seharusnya rakyat kembali kepada sistem Islam.


Oleh: Alfia Purwanti 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar